<p>Karyawan beraktivitas di dekat logo baru Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Gedung Kementerian BUMN, Jakarta, Senin, 6 Juli 2020. Logo baru yang diluncurkan pada Rabu, 1 Juli 2020 menjadi simbolisasi dari visi dan misi kementerian maupun seluruh BUMN dalam menatap era kekinian yang penuh tantangan sekaligus kesempatan. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Industri

Menelisik Nasib Karyawan dan Aset 7 BUMN yang Dibubarkan Erick Thohir

  • Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bakal membubarkan tujuh perusahaan pelat merah pada tahun ini. Rencana yang diusung Menteri BUMN Erick Thohir ini memunculkan perhatian soal pengelolaan sisa aset dan karyawan dari tujuh perusahaan tersebut.

Industri
Muhamad Arfan Septiawan

Muhamad Arfan Septiawan

Author

JAKARTA – Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bakal membubarkan tujuh perusahaan pelat merah pada tahun ini. Rencana yang diusung Menteri BUMN Erick Thohir ini memunculkan perhatian soal pengelolaan sisa aset dan karyawan dari tujuh perusahaan tersebut.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan pemerintah mesti mencegah adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bagi karyawan di tujuh perusahaan tersebut.

Apalagi, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan tingkat pengangguran di Indonesia masih tinggi. Berdasarkan data BPS, Indonesia saat ini memiliki 8,75 juta orang pengangguran per Februari 2021. Angka pengangguran itu menyusut 1,02 juta orang dibandingkan Agustus 2020.

“Karyawan langkahnya bisa dialihkan ke BUMN serupa dengan core bisnis sama dengan posisi yang sama, jangan sampai ada PHK,” kata Bhima saat dihubungi TrenAsia.com, Kamis 6 Mei 2021.

Pembayaran Utang BUMN yang Bubar

Tidak hanya meninggalkan karyawan, perusahaan pelat merah itu juga tercatat punya kewajiban utang yang tidak sedikit. PT Kertas Kraft Aceh (Persero) diketahui memiliki kewajiban liabilitas hingga Rp1,44 triliun atau dua kali lipat dari nilai asetnya yang hanya Rp669 miliar.

PT Industri Glas (Persero) diketahui memiliki kewajiban liabilitas hingga Rp1,09 triliun. Lalu ada PT Kertas Leces (Persero) dan PT Merpati Airlines (Persero) yang memiliki utang masing-masing Rp41 miliar dan Rp9,92 triliun.

Sementara itu, Kementerian BUMN belum mengungkapkan tiga perusahaan lain yang bakal dibubarkan tahun ini.  Tujuh BUMN yang dibubarkan ini berada di bawah naungan PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) atau PPA.

Bila merujuk pada ketentuan yang berlaku, Bhima mengatakan utang tersebut dibayarkan dari dana hasil likuidasi aset tujuh BUMN terkait. Bhima menyebut pemerintah harus sebisa mungkin menghindari adanya belanja demi membayar utang BUMN yang dibubarkan tersebut.

“Di PPA ini akan dihitung beban utangnya, nilai total aset yang likuidasi kemudian hasilnya akan dijadikan dan untuk membayar utang ke kreditur. Sementara kalau ada sisa aset,  bisa dioper ke BUMN lainnya yang membutuhkan,” terang Bhima.

Ekonom tersebut melihat langkah pembubaran perusahaan pelat merah ini punya efek positif terhadap Kementerian BUMN. Melalui rencana ini, pengawasan Kementrian terhadap perusahaan BUMN bisa lebih optimal karena jumlahnya yang menyusut.

Selain itu, BUMN yang dibubarkan ini tergolong tidak dalam bidang yang strategis. Sehingga, kata Bhima, tidak akan berpengaruh banyak terhadap kebutuhan pokok masyarakat.

“Ini langkah yang bagus karena banyak BUMN yang dikatakan zombie company, yang tidak mampu bersaing namun terus meminta proteksi berupa regulasi. Apalagi core bisnis ini tidak menyangkut hajat hidup orang banyak” ungkap Bhima.

BUMN Semakin Ramping

Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan ada 14 perusahaan yang sudah dalam kategori ded weight. Perusahaan tersebut, kata Arya, siap untuk dilikuidasi.

Arya mengungkapkan Kementerian BUMN bakal merampingkan postur perusahaan pelat merah. Jumlah BUMN diperkirakan bakal mencapai 30 perusahaan saja. Sejumlah kebijakan pun dilakukan untuk merampingkan BUMN, salah satunya melalui pembentukan holding.

“Dulunya ada 144 BUMN, sekarang 102, kami targetkan bisa sampai 30. Bagaimana menguranginya, itu bisa digabungkan atau dibentuk dan kalau ada yang tidak memungkinkan, bisa ditutup,” kata Arya dalam diskusi virtual beberapa waktu lalu.

Kewenangan penutupan dan penggabungan BUMN sendiri tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 43 tahun 2005 tentang Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, Dan Perubahan Bentuk Badan Hukum Badan Usaha Milik Negara.