logo
Produk Wilmar
Hukum Bisnis

Menelisik Rekam Jejak Wilmar Group dalam Skandal Suap Ekspor CPO

  • Babak baru muncul ketika Kejaksaan Agung menetapkan empat tersangka pemberi suap, termasuk dua pengacara perusahaan, Marcella Santoso (MS) dan AR, yang diduga memberikan suap sebesar Rp60 miliar kepada pejabat pengadilan.

Hukum Bisnis

Muhammad Imam Hatami

JAKARTA - Nama Wilmar Group kembali mencuatnya kembali terkait kasus suap terhadap majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat dalam perkara ekspor minyak sawit mentah (CPO). 

Kasus ini tak hanya menyeret aparat peradilan, tetapi juga mempertegas bayang-bayang panjang keterlibatan Wilmar dalam praktik korupsi sektor komoditas strategis.

Kasus ini bermula dari kisruh kelangkaan minyak goreng di dalam negeri pada tahun 2022,. Situasi yang mendorong pemerintah menetapkan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) untuk menjamin pasokan dan stabilitas harga.

Namun, dalam praktiknya, terjadi dugaan permufakatan jahat antara pejabat Kementerian Perdagangan dan sejumlah korporasi, termasuk Wilmar Group, yang mengajukan ekspor tanpa memenuhi ketentuan DMO-DPO. 

Akibatnya, negara dirugikan hingga Rp6,47 triliun dan terpaksa mengucurkan BLT minyak goreng sebesar Rp6,19 triliun untuk meredam dampak sosial ekonomi.

Dalam kasus korupsi tersebut, Wilmar Group ditetapkan sebagai tersangka korporasi, bersama Musim Mas Group dan Permata Hijau Group. Selain itu, nama Master Parulian Tumanggor, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, anak usaha Wilmar Group,  termasuk di antara lima individu yang dijatuhi hukuman penjara selama 5-8 tahun oleh pengadilan.

Dugaan Suap Rp60 Miliar demi Putusan Lepas

Babak baru muncul ketika Kejaksaan Agung menetapkan empat tersangka pemberi suap, termasuk dua pengacara perusahaan, Marcella Santoso (MS) dan AR, yang diduga memberikan suap sebesar Rp60 miliar kepada pejabat pengadilan.

Uang tersebut disebut disalurkan melalui panitera muda Wahyu Gunawan kepada hakim Muhammad Arif Nuryanta (MAN), yang kala itu menjabat Wakil Ketua PN Jakpus. 

Tujuannya memengaruhi putusan agar korporasi seperti Wilmar dijatuhi vonis lepas (onslag van alle recht vervolging), meskipun terbukti melakukan perbuatan pidana. Putusan tersebut akhirnya dibacakan pada 19 Maret 2025, sesuai dengan skenario para pemberi suap.

Kejaksaan Agung mengungkap barang bukti mencengangkan berupa uang tunai dalam berbagai mata uang dan deretan mobil mewah, termasuk Ferrari, Nissan GT-R, Mercedes Benz, dan Lexus. Semua aset tersebut kini disita sebagai bagian dari penyidikan.

Hingga saat ini, setidaknya empat nama telah resmi menjadi tersangka dan ditahan: MS, AR, WG (Wahyu Gunawan), dan MAN.

"Dan terkait dengan putusan onslag tersebut, penyidik menemukan fakta dan alat bukti bahwa MS dan AR melakukan perbuatan pemberian suap dan atau gratifikasi kepada MAN sebanyak, ya diduga sebanyak Rp 60 miliar," ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, kala memberikan konferensi pers di Kejagung, Sabtu, 12 April 2025.

Profil dan Operasi Wilmar Group

Wilmar Group merupakan raksasa industri agribisnis yang berbasis di Singapura dan beroperasi di lebih dari 20 negara. Di Indonesia, Wilmar hadir melalui PT Wilmar Nabati Indonesia, yang dikenal luas lewat produk minyak goreng kemasan seperti Sania, Fortune, Sovia, Siip, Mahkota, dan Camilla.

Dengan lebih dari 160 pabrik dan 67.000 karyawan, Wilmar mengelola rantai produksi dari perkebunan hingga pengolahan CPO, termasuk dari Sumatera, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah.

Perlu dicatat, Wilmar sebelumnya juga disebut dalam laporan kasus TPPU Rafael Alun Trisambodo, pejabat pajak yang terlibat korupsi. Hal ini makin menebalkan dugaan adanya pola praktik bisnis bermasalah di tubuh korporasi ini. Skandal ini menjadi ujian besar bagi integritas sistem peradilan dan penegakan hukum di Indonesia.