Ilustrasi pengibaran bendera merah putih oleh Paskibraka.
Nasional

Menengok Sejarah Paskibraka

  • Gagasan Paskibraka muncul pada tahun 1946, ketika ibukota Indonesia dipindahkan ke Yogyakarta. Beberapa hari jelang peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan RI yang kedua, Soekarno memerintahkan salah satu ajudannya Mayor (Laut) Husein Mutahar, untuk menyiapkan upacara pengibaran bendera pusaka di halaman Istana Gedung Agung Yogyakarta.

Nasional

Distika Safara Setianda

JAKARTA – Salah satu yang paling ditunggu dalam upacara peringatan HUT RI 17 Agustus 2024 adalah penampilan Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibra). Tugas mereka sangat menegangkan karena sedikit saja salah bisa menjadi malu yang sangat serius.

Upacara 17 Agustus 2024 juga menjadi istimewa karena untuk pertama kalinya akan digelar di Ibukota Nusantara (IKN). Selain juga di Istana Negara Jakarta.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memberikan tugas kepada 76 putra-putri terpilih sebagai pasukan pengibar bendera pusaka (Paskibraka) 2024. Setiap daerah mengirimkan satu putra dan satu putri sebagai perwakilan dari 38 provinsi. Dan Jokowi mengukuhkan 76 anggota Paskibraka HUT ke-79 RI di IKN pada 13 Agustus 2024.

Terkait dengan Paskibraka, bagaimana sejarahnya?

Sejarah Paskibraka

Ada cerita panjang di balik terbentuknya Paskibraka. Cerita ini kemudian dituangkan dalam Peraturan Menteri Pemuda dan Olahraga RI Nomor 14 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Pemuda dan Olahraga Nomor 0065 Tahun 2015 mengenai Penyelenggaraan Kegiatan Pengibar Bendera Pusaka.

Dilansir dari bandung.go.id, dalam aturan tersebut, disebutkan Paskibraka lahir bersamaan dengan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia yang diumumkan di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, Jakarta, pada Jumat, 17 Agustus 1945, tepat pukul 10.00 WIB.

Setelah Proklamasi pertama kali secara resmi diumumkan, bendera Merah Putih dikibarkan oleh dua orang pemuda yang dipimpin oleh Latief Hendraningrat. Namun, setelah Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, perjuangan tidak berhenti. Belanda masih berusaha untuk menguasai Indonesia, sehingga pertempuran dan perjuangan terus berlanjut.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengukuhkan Paskibraka Tingkat Pusat Tahun 2024 kepada Violetha Agryka Sianturi mewakili rekan-rekannya, di Istana Garuda, Ibu Kota Nusantara (IKN), Selasa 13 Agustus 2024. (setkab.go.id)

Pada 4 Januari 1946, situasi di Jakarta sangat genting, Presiden dan Wakil Presiden RI meninggalkan Jakarta menuju Yogyakarta dengan kereta api. Bendera Pusaka turut dibawa dan disimpan dalam koper pribadi Presiden. Setelah itu, ibu kota Republik Indonesia dipindahkan ke Yogyakarta.

Gagasan Paskibraka muncul pada tahun 1946, ketika ibukota Indonesia dipindahkan ke Yogyakarta. Beberapa hari jelang peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan RI yang kedua, Soekarno memerintahkan salah satu ajudannya Mayor (Laut) Husein Mutahar, untuk menyiapkan upacara pengibaran bendera pusaka di halaman Istana Gedung Agung Yogyakarta.

Dilansir dari polbangtanmalang.ac.id, Mutahar mendapatkan ide bahwa pengibaran bendera pusaka sebaiknya dilakukan oleh para pemuda dari seluruh wilayah Indonesia, karena mereka adalah generasi penerus yang akan melanjutkan perjuangan bangsa.

Namun, karena gagasan tersebut sulit diwujudkan, Mutahar hanya berhasil mengumpulkan lima pemuda (3 putra dan 2 putri) yang berasal dari berbagai daerah dan kebetulan berada di Yogyakarta. Kelima pemuda ini mewakili lambang Pancasila. Sejak saat itu hingga 1949, upacara pengibaran bendera di Yogyakarta tetap dilakukan dengan cara yang sama.

Istilah “Pasukan Pengibar Bendera Pusaka” digunakan dari tahun 1967 hingga 1972. Baru pada tahun 1973, Idik Sulaeman menetapkan nama “Paskibraka” bagi pasukan pengibar bendera pusaka. PAS berasal dari kata PASukan, KIB berasal dari kata KIBar yang mengandung makna, RA berarti bendeRA dan KA berarti PusaKA. Sejak itu, anggota pasukan pengibar bendera pusaka disebut Paskibraka.

Pada tahun 1950, saat ibukota kembali ke Jakarta, Mutahar tidak lagi bertanggung jawab atas pengibaran bendera pusaka. Pengibaran bendera pusaka pada setiap 17 Agustus di Istana Merdeka dilakukan oleh Rumah Tangga Kepresidenan hingga tahun 1966. Selama periode tersebut, petugas pengibar bendera terdiri dari para pelajar dan mahasiswa yang berada di Jakarta.

Formasi dalam Paskibraka

Tahun 1967, Presiden Soeharto memanggil Direktur Jenderal Urusan Pemuda dan Pramuka Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Husein Mutahar untuk mengambil alih tugas pengibaran bendera pusaka.

Dengan ide dasar dari pelaksanaan di Yogyakarta tahun 1946, Mutahar dan Idik Sulaeman kemudian mengembangkan formasi pengibaran bendera menjadi tiga kelompok yaitu, Pasukan 17 sebagai pengiring (pemandu), Pasukan 8 sebagai pembawa bendera (inti), dan Pasukan 45 sebagai pengawal.

Jumlah tersebut melambangkan tanggal Proklamasi Kemerdekaan RI, yaitu 17 Agustus 1945 (17-8-45).  Saat itu, dengan situasi yang ada, Mutahar hanya melibatkan putra daerah di Jakarta yang merupakan anggota Pandu atau Pramuka untuk melaksanakan tugas pengibaran bendera pusaka.

Awalnya, kelompok 45 (pengawal) terdiri dari mahasiswa AKABRI (Generasi Muda ABRI), namun tidak terlaksana. Usulan lain untuk menggunakan anggota pasukan khusus ABRI seperti RPKAD, PGT, KKO, dan Brimob juga tidak mudah. Akhirnya, Pasukan Pengawal Presiden (PASWALPRES) yang bertugas di lingkungan Istana Kepresidenan Jakarta dipilih karena lebih mudah dihubungi.

Mulai 17 Agustus 1968, petugas pengibar bendera pusaka adalah para pemuda utusan dari setiap provinsi. Tapi, karena belum semua provinsi mengirimkan utusan, eks-anggota pasukan tahun 1967 masih dilibatkan.

Pada 5 Agustus 1969, di Istana Negara Jakarta berlangsung upacara penyerahan Bendera Pusaka Merah Putih dan reproduksi Naskah Proklamasi oleh Suharto kepada para Gubernur dan Kepala Daerah Tingkat I dari seluruh Indonesia.

Bendera duplikat (terdiri dari 6 carik kain) mulai dikibarkan untuk menggantikan Bendera Pusaka pada peringatan Hari Ulang Tahun Proklamasi Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1969, di Istana Merdeka Jakarta.

Sementara Bendera Pusaka bertugas mengantar dan menjemput bendera duplikat. Sejak tahun 1969, anggota pengibar bendera pusaka adalah para remaja siswa SLTA dari seluruh Indonesia, dengan setiap provinsi diwakili oleh sepasang remaja putra dan putri.