<p>Pekerja beraktivitas di proyek pembangunan Sykbrige CSW, Jakarta, Minggu 4 Juli 2021.Proyek pembangunan skybridge untuk integrasi Halte Transjakarta CSW di Stasiun MRT Asean terus dikebut setelah mengalami kemunduran dari target awal. Foto : Panji Asmoro/TrenAsia</p>
Industri

Menerka Pertumbuhan Ekonomi Kuartal III-2021 Indonesia Usai Dicegat PPKM Darurat

  • Ekonomi Indonesia tertekan memasuki awal kuartal III-2021 akibat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat. Kebijakan itu dinilai bakal menjadi turbulensi terhadap pertumbuhan ekonomi pada tiga bulan ketiga tahun ini (Juli-September 2021).

Industri
Muhamad Arfan Septiawan

Muhamad Arfan Septiawan

Author

JAKARTA – Ekonomi Indonesia tertekan memasuki awal kuartal III-2021 akibat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat. Kebijakan itu dinilai bakal menjadi turbulensi terhadap pertumbuhan ekonomi pada tiga bulan ketiga tahun ini (Juli-September 2021).

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati awalnya memproyeksikan pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2021 berada di angka 6,5% year on year (yoy). Kendati demikian, Bendahara Negara menyebut proyeksi itu bakal meleset seiring ekonomi di Pulau Jawa-Bali yang dikunci untuk sementara.

“Ekonomi di kuartal III-2021 ini bergantung pada lamanya PPKM Darurat diberlakukan. Kalau sesuai rencana awal, saya kita tidak akan meleset terlalu jauh dari base line 6,5%,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers, Jumat, 2 Juli 2021.

Harga Mahal PPKM Darurat

PPKM Darurat ini bakal dijalani di 121 Kabupaten/Kota di Pulau Jawa. Wilayah itu diketahui merupakan jantung dari ekonomi Indonesia.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Pulau Jawa menguasai 58,88% Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Indonesia pada kuartal III-2021.  Sementara itu, PDRB Bali-Nusa Tenggara pada periode yang sama mencapai 2,92%.

Maka dari itu, Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Ajib Hamdani menilai pemerintah berpotensi kehilangan PDB yang besar akibat PPKM Darurat.

Indonesia berpotensi kehilangan Rp463-Rp848 triliun selama PPKM Darurat berlangsung. Nilai ini masih bisa menanjak bila PPKM Darurat diperpanjang karena tidak efektif menekan laju penyebaran COVID-19.

Tidak hanya itu, pemerintah juga mesti membayar konsekuensi menopang konsumsi masyarakat miskin selama PPKM Darurat diberlakukan.

Adapun jumlah penduduk miskin di Pulau Jawa mencapai 14,05 juta orang dan Bali sebesar 165.190 orang per Maret 2020. Dengan jumlah tersebut, pemerintah setidaknya harus merogoh kocek hingga Rp338 triliun selama dua pekan pemberlakukan PPKM Darurat.

“Kebutuhan dana inilah yang kembali menjadi bottlenecking untuk menetapkan kebijakan lockdown. Sehingga PPKM darurat menjadi sebuah pilihan jalan tengah,” kata Ajib kepada Trenasia.com, Senin, 5 Juli 2021.

Untuk diketahui, pemerintah memang perlu memenuhi kebutuhan masyarakat selama pemberlakukan pembatasan mobilitas tersebut. Ketentuan itu termaktub dalam Undang-Undang (UU) nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Nasional.

Pertumbuhan Ekonomi Merosot

Direktur Riset Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Piter Abdullah menyebut pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2021 bisa menyusut hingga kisaran 1%-2% yoy. Proyeksi tersebut bahkan lebih rendah dibandingkan prediksi pertumbuhan ekonomi di kuartal II-2021 yang sebesar 3%-4% yoy.

Merosotnya perekonomian Indonesia pada dua kuartal ini dinilai Piter perlu segera dibenahi oleh pemerintah. Tentu saja, caranya dengan menekan laju penyebaran COVID-19 terlebih dahulu.

“Proyeksi pertumbuhan di kuartal III-2021 bakal terdampak sekali seiring adanya PPKM Darurat ini,” kata Piter kepada Trenasia.com, Senin, 5 Juli 2021.

Bila mempertimbangkan durasi PPKM Darurat yang melebar hingga satu bulan, Piter meramal ada kemungkinan ekonomi Indonesia kembali parkir di zona negatif. Piter menyebut ekonomi Indonesia pada kuartal III-2021 bisa berakhir dengan kontraksi 1%-0,5%.

Urgensi Desentralisasi Ekonomi

Ekonomi Indonesia yang langsung roboh saat pembatasan mobilitas terjadi di Jawa-Bali menjadi sinyal lain ketimpangan pertumbuhan ekonomi. Melihat kondisi ini, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) berencana mempercepat pembangunan pusat-pusat ekonomi baru pada 2022.

Deputi Bidang Pengembangan Regional Kementerian PPN/Bappenas Rudy Soeprihadi membeberkan ada tujuh prioritas wilayah yang digenjot pembangunannya. Wilayah program itu antara lain Sumatera, Jawa-Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua.

Program ini diharapkan bisa memicu pertumbuhan ekonomi yang signifikan mulai tahun depan. Rudy merinci, target pertumbuhan PDRB di Kawasan Timur Indonesia bisa menyentuh 5,78%-6,53% saat proyek pembangunan pusat ekonomi ini rampung.

Sementara itu, target pertumbuhan PDRB di Kawasan Barat Indonesia bisa dipacu hingga 4,99%-5,68%. “Hal ini yang menjadi perhatian kami di PPN dan berkaca dari tahun ini, program pembangunan pusat ekonomi baru menjadi prioritas pada 2022,” kata Rudy saat rapat bersama Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Rabu, 23 Juni 2021. 

Anggota Komisi XI DPR RI Puteri Anetta Komarudin menekankan pemanfaatan hibah yang berkelanjutan dalam menggenjot program pembangunan pusat ekonomi baru tersebut. Politikus Partai Golongan Karya (Golkar) ini secara tegas meminta Kementerian PPN untuk mencermati arah pemanfaatan hibah agar target pembangunan bisa tercapai.

“Serta, seperti apa arah kebijakan pemanfaatan hibah yang akan didorong Bappenas. Karenanya, Bappenas perlu memperjelas terkait hal ini agar rencana tersebut dapat menjadi pedoman untuk memastikan bahwa hibah yang diterima memang bermanfaat,” ucap Puteri.