tos.jpeg
Tekno

Mengamuk di Ukraina, Hanya Ada Satu Cara Melawan Senjata Rusia Ini

  • TOS-1A telah menjadi salah satu senjata paling brutal yang diturunkan Rusia di Ukraina. Dan sejauh ini tidak ada cara untuk melawan senjata berbahaya ini

Tekno

Amirudin Zuhri

MOSKOW- TOS-1A  telah menjadi salah satu senjata paling brutal yang diturunkan Rusia di Ukraina. Dan sejauh ini tidak ada cara untuk melawan senjata berbahaya ini

Sejak awal konflik Ukraina, Rusia telah memanfaatkan peluncur roket termobarik di Ukraina. Pada 3 Maret 2023 kementerian pertahanan Rusia mengumumkan bahwa unit lintas udara mereka sekarang juga dilengkapi dengan TOS-1A.

Kementerian menyebut TOS-1A sebagai senjata yang menyebabkan kepanikan. Seorang kolonel Angkatan Udara Rusia kepada TASS mengatakan mereka diberi senjata yang sangat menakutkan. 

“Senjata  yang tidak memiliki tandingan dalam gudang senjata kolektif Barat dan menimbulkan ketakutan di antara musuh Rusia.” katanya.  Dia meyakini penggunaan terampil dari senjata ini  akan membawa kemenangan Rusia lebih dekat.

Sistem senjata ini telah muncul sebagai elemen penting dari operasi militer Rusia di Ukraina. Terutama untuk melancarkan serangan terkonsentrasi pada pasukan Ukraina. Sistem senjata termobarik TOS-1 Rusia juga digunakan di area tengah Bakhmut. Tempat  pasukan Rusia dan Ukraina terlibat dalam pertempuran yang berkepanjangan dan intens. 

Ini adalah salah satu alasan mengapa para ahli militer yang berbasis di Amerika menyatakan kekhawatirannya terhadap senjata tersebut.  TOS-1A terbukti telah menyebabkan kerusakan yang signifikan di medan perang.

David Hambling, seorang ahli pertahanan yang berbasis di  Amerika mengatakan hanya ada satu cara untuk melawan senjata ini. Yakni dengan cepat mendeteksi keberadaan mereka dan menghancurkannya sebelum mereka beraksi. “Hancurkan terlebih dahulu sebelum senjata itu bisa menghancurkan,” katanya dikutip Eurasian Times Minggu 10 April 2023.

Hambling menambahkan bahwa senjata penyembur api berat TOS-1a Rusia sangat kuat dan penting dalam militer Rusia. Pakar itu juga mengemukakan kekhawatiran tentang tingkat kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh sistem senjata ini pada infrastruktur Ukraina.

Selain itu, kementerian pertahanan Rusia juga mencatat bahwa TOS-1A memiliki dampak yang menghancurkan. Termasuk penghancuran infrastruktur dan potensi kerusakan yang signifikan pada organ dalam dan luka bakar. Ini pada akhirnya menyebabkan kematian bagi mereka yang terpapar.

TOS-1A adalah peluncur roket berganda  yang dilengkapi dengan hulu ledak termobarik.   Elemen utama dari sistem TOS-1A adalah kendaraan peluncur BM-1. Dibandingkan dengan TOS-1, jumlah tabung peluncuran dikurangi dari 30 menjadi 24. Mereka  disusun dalam tiga baris yang masing-masing terdiri dari delapan tabung. 

Tabung peluncuran baru lebih panjang dibandingkan dengan sistem penyembur api berat sebelumnya. Setidaknya ada dua jenis roket 220 mm.  Masing-masing dengan panjang 3,3 dan 3,7 m serta berat  173 dan 217 kg. TOS-1A menggunakan roket yang lebih panjang dan memiliki jangkauan  lebih jauh dari pendahulunya. Jarak tembak maksimum ditingkatkan menjadi 6 km. Sementara Jangkauan minimum adalah 400 m.

Bom Termobarik

Bom  termobarik adalah hal paling berbahaya yang ditawarkan TOS-A. Bo mini memanfaatkan oksigen dari atmosfer sekitarnya untuk menghasilkan ledakan bersuhu sangat tinggi. Akibatnya ledakan  menciptakan semacam ruang hampa.

Senjata ini sangat berbahaya karena ledakan  awal menyebabkan wadah bahan bakar menyebar dengan oksigen di sekitarnya dan menghancurkan segala sesuatu di sekitarnya.

Gelombang ledakan senjata termobarik ini bertahan lebih lama daripada ledakan konvensional. Tujuan dari senjata ini secara khusus untuk merusak bangunan, infrastruktur, dan personel pasukan musuh.

Militer Uni Soviet menggunakan senjata TOS-1 dalam konflik seperti Afghanistan. Sementara Angkatan Darat Rusia mengadopsi TOS-A1 pada 2001. Senjata pertama kali digunakan di perang  Chechnya.

Meskipun Konvensi PBB melarang bom semacam itu karena sifatnya yang tidak pandang bulu hingga berpotensi mengakibatkan korban sipil. Namun empat negara yaitu Amerika , Rusia, China, dan Inggris, memilikinya.