Pesawat AirAsia Airbus A330
Bursa Saham

Mengapa AirAsia Indonesia (CMPP) Masih Bergelut dengan Ekuitas Negatif?

  • PT AirAsia Indonesia Tbk (CMPP) adalah salah satu emiten di Bursa Efek Indonesia yang memiliki kondisi serupa dengan PT Sri Isman Rejeki Tbk (SRIL). Hal ini terlihat dari saham perusahaan penerbangan ini yang "bertato" akibat ekuitas negatif.

Bursa Saham

Alvin Pasza Bagaskara

JAKARTA – PT AirAsia Indonesia Tbk (CMPP) adalah salah satu emiten di Bursa Efek Indonesia yang memiliki kondisi serupa dengan PT Sri Isman Rejeki Tbk (SRIL). Hal ini terlihat dari saham perusahaan penerbangan ini yang "bertato" akibat ekuitas negatif.

Asal tahu saja, AirAsia Indonesia, mulai mengalami ekuitas negatif pada tahun 2018 dengan defisiensi modal sebesar Rp807,07 miliar. Kondisi ini terus berlanjut hingga semester I 2020, di mana ekuitas negatif mencapai Rp1,33 triliun, dan semakin memburuk hingga kuartal I 2024 dengan defisiensi modal sebesar Rp7,9 triliun.

Penyebab utama memburuknya ekuitas mencakup akumulasi kerugian bersih yang besar, lonjakan beban operasional, dan liabilitas yang terus meningkat, diperparah oleh dampak pandemi COVID-19. 

Diketahui sepanjang 2023, perusahaan mencatat kerugian bersih Rp1,08 triliun, dengan total kerugian akumulatif mencapai Rp14,31 triliun.  Kenaikan harga bahan bakar hingga 71% menyumbang beban operasional sebesar Rp3,19 triliun, sementara biaya perawatan yang melonjak 155% menjadi Rp1,72 triliun menambah tekanan finansial. 

Di sisi lain, liabilitas yang membengkak hingga Rp15,16 triliun pada semester I 2024 memperdalam defisit ekuitas, sementara pandemi menyebabkan penurunan tajam dalam jumlah penumpang dan pendapatan.

Dampaknya, saham berkode CMPP ini terjebak dalam Papan Pemantauan Khusus dan diperdagangkan melalui mekanisme full call auction. Berbeda dari continuous auction pada saham reguler, full call auction hanya dilakukan pada sesi tertentu, dengan order yang dikumpulkan dan dicocokkan secara periodik, guna menjaga transparansi dan likuiditas.

Untuk mengatasi tantangan ini, perusahaan berencana melakukan ekspansi dengan menambah jumlah pesawat yang dioperasikan menjadi 32 unit dan membuka enam rute internasional baru pada tahun 2024. 

Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan dan memperbaiki kondisi keuangan perusahaan ke depannya. Sementara itu pada kuartal III-2024, perusahaan mencatat peningkatan pendapatan sebesar 20% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. 

Namun, meskipun pendapatan meningkat, AirAsia Indonesia masih mengalami kerugian bersih sebesar Rp875 miliar, yang menurun 40,9% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu Rp1,48 triliun. 

Sementara itu, defisiensi modal tetap berada di angka Rp7,9 triliun, yang mencerminkan bahwa ekuitas perusahaan masih dalam posisi negatif, dengan total liabilitas melebihi total aset. Hal ini menunjukkan tantangan keuangan yang signifikan dalam upaya memulihkan kinerja dan mencapai profitabilitas.

Sebagai tambahan, hingga 4 November 2024, kepemilikan saham CMPP dikendalikan oleh AirAsia Aviation Group Limited dengan kepemilikan sebesar 46,25%, PT Fersindo Nusaperkasa sebesar 46,16%, dan masyarakat sebesar 7,58%.

Sebagai informasi, AirAsia didirikan oleh Tony Fernandes pada tahun 2001 bersama beberapa koleganya, dengan visi dan misi membangun maskapai berbiaya rendah yang merevolusi industri penerbangan di Asia Tenggara. Lahir di Kuala Lumpur pada 30 April 1964, Fernandes memulai kariernya di bidang keuangan dan musik.

Di bawah kepemimpinannya, AirAsia berkembang pesat dan dikenal secara global. Fernandes juga aktif dalam dunia olahraga, memiliki klub sepak bola Queens Park Rangers, serta pernah terlibat di Formula 1. Ia telah menerima berbagai penghargaan, termasuk CBE dari Kerajaan Inggris, atas kontribusinya di sektor penerbangan.