Mengapa Asia Selatan jadi Titik Polusi Global?
- Asia Selatan telah menjadi pusat perhatian global untuk polusi udara. Studi menemukan empat negara paling tercemar di dunia dan sembilan dari 10 kota paling tercemar berasal dari wilayah tersebut.
Dunia
JAKARTA - Tingkat polusi udara yang beracun mengganggu kehidupan jutaan orang di Asia Selatan. Kondisi ini memaksa penutupan sekolah, berdampak pada acara olahraga, dan membuat pemerintah mendesak warga untuk tetap tinggal di rumah untuk menghindari masalah kesehatan.
Polusi udara yang memburuk merupakan masalah tahunan bagi negara-negara Asia Selatan saat musim dingin mendekat. Polusi biasanya diiringi lapisan kabut asap yang tebal.
Asia Selatan telah menjadi pusat perhatian global untuk polusi udara. Studi menemukan empat negara paling tercemar di dunia dan sembilan dari 10 kota paling tercemar berasal dari wilayah tersebut.
- Profil 2 Bintang Muda Saingan Cinta Kim So Hyun dan Hwang Min Hyun di My Lovely Liar
- Mengenal Konsep Rumah Mezzanine Beserta Kelebihan dan Kekurangannya
- Menggali Manfaat Temulawak Usai jadi Obat Unggulan Indonesia
Mengapa Polusi di Asia Selatan Lebih Buruk Daripada Tempat Lain?
Negara-negara di Asia Selatan telah mengalami peningkatan yang nyata dalam industrialisasi, pembangunan ekonomi, dan pertumbuhan populasi selama dua dekade terakhir. Ini menyebabkan meningkatnya permintaan akan energi dan bahan bakar fosil.
Sementara sumber seperti industri dan kendaraan mempengaruhi sebagian besar negara, ada kontributor utama tertentu yang unik di Asia Selatan, termasuk pembakaran bahan bakar padat untuk memasak dan memanaskan, kremasi manusia, dan pembakaran limbah pertanian.
Sekitar 38% polusi di New Delhi tahun ini, misalnya, disebabkan oleh pembakaran tunggul, praktik di mana tunggul yang tersisa setelah panen padi dibakar untuk membersihkan ladang—di negara bagian tetangga Punjab dan Haryana.
Peningkatan jumlah kendaraan di jalan raya seiring berkembangnya wilayah juga memperburuk masalah polusi. Di India dan Pakistan, misalnya, jumlah kendaraan meningkat empat kali lipat sejak awal tahun 2000-an.
New Delhi, peringkat ibu kota paling tercemar di dunia selama empat tahun berturut-turut oleh Grup Swiss IQAir, memiliki 472 kendaraan per seribu penduduk, menurut data pemerintah, dengan hampir delapan juta kendaraan melintas di jalan-jalannya pada tahun 2022.
Mengapa Upaya untuk Mengurangi Polusi Tidak Berhasil?
Meskipun negara-negara Asia Selatan telah mulai mencoba untuk mengurangi polusi, menyusun rencana pengelolaan kualitas udara, memasang lebih banyak pemantau polusi, dan mendorong peralihan ke bahan bakar yang lebih bersih, hal ini belum membuahkan hasil yang signifikan.
Para ahli mengatakan masalahnya terletak pada kurangnya koordinasi dalam upaya pengendalian polusi antar negara.
Menurut studi, partikel debu dapat berpindah ratusan kilometer, melampaui batas negara dan mempengaruhi negara-negara selain yang menjadi asalnya.
Sekitar 30% polusi di kota-kota terbesar Bangladesh, misalnya, berasal dari India dan diangkut ke negara itu oleh angin yang bergerak dari barat laut ke tenggara.
Oleh karena itu, tindakan secara nasional atau kota dalam mengendalikan udara beracun memiliki efektivitas yang terbatas.
Apa Solusinya?
Negara-negara di seluruh Asia Selatan harus mengoordinasikan upaya jika masalah polusi di kawasan itu ingin diselesaikan, bekerja sama untuk meningkatkan pemantauan dan membuat keputusan kebijakan. Pada saat yang sama, upaya di seluruh wilayah ini harus diimbangi dengan solusi pencetakan yang sesuai dengan kondisi lokal jika diperlukan.
Selain itu, fokusnya juga harus diperluas hingga mencakup sektor-sektor yang selama ini mendapat perhatian terbatas, seperti pertanian dan pengelolaan sampah.
- APBN 2023 Dirombak, Target Pajak Jadi Rp2.045 Triliun
- Permintaan Methanol Naik, Humpuss Maritim (HUMI) Tambah Kapal Rp94,15 Miliar
- Komisi I DPR Setujui Agus Subiyanto Jadi Panglima TNI
Untuk mengurangi pembakaran jerami, misalnya, pemerintah dapat menawarkan subsidi untuk mesin pemanen yang lebih baik.
Negara-negara seperti India telah mulai menawarkan insentif semacam itu, tetapi permintaan akan mesin semacam itu terbatas karena biaya pembeliannya yang tinggi dan waktu tunggu yang lama bagi mereka yang ingin menyewanya.