Mengapa Orang Albania dan Kroasia Membenci Negara Serbia?
- Permusuhan antara orang Albania, Kroasia, dan Serbia memiliki akar sejarah yang dalam dan kompleks. Konflik ini tidak hanya dipicu oleh perbedaan etnis dan agama, tetapi juga oleh peristiwa-peristiwa sejarah yang traumatis.
Dunia
JAKARTA – Pertandingan Albania melawan Kroasia dalam Euro 2024 yang berlangsung di Hamburg, Jerman, pada Rabu, 19 Juni 2024, diwarnai dengan insiden nyanyian bernada rasis dari kedua suporter yang ditujukan kepada negara Serbia.
Setelah mengetahui kejadian tersebut, Jovan Surbatovic, Sekretaris Jenderal Asosiasi Sepak Bola Serbia, mengungkapkan bahwa Serbia berpotensi untuk menarik diri dari Euro 2024 jika UEFA tidak memberikan sanksi yang memadai kepada Albania dan Kroasia.
"Apa yang terjadi merupakan sebuah skandal dan kami akan meminta UEFA memberikan sanksi, bahkan jika itu berarti kami tidak melanjutkan kompetisi,” kata Surbatovic kepada stasiun televisi pemerintah Serbia, RTS dikutip pada Minggu, 23 Juni 2024.
- Restrukturisasi COVID Berakhir, Klaim Asuransi Kredit Melonjak
- Diterpa Kasus, Berikut Lima BUMN Yang Terancam Bangkrut
- Siap-Siap War Tiket! Bruno Mars Guncang Jakarta Selama 2 Hari pada September 2024
Tak butuh waktu lama, setelah Serbia bermain imbang 1-1 melawan Slovenia pada Kamis, 20 Juni 2024, di Munich, UEFA dengan segera menginvestigasi insiden yang melibatkan potensi perilaku rasis dan/atau diskriminatif oleh suporter.
Namun, UEFA tidak menetapkan batas waktu untuk penyelesaian kasus ini, yang kemungkinan besar tidak akan selesai sebelum pertandingan ketiga Serbia melawan Denmark pada Rabu, 26 Juni 2024, mendatang. Pertanyaanya, mengapa orang Albania dan Kroasia sangat membenci Serbia?
Dapat dikatakan permusuhan antara orang Albania, Kroasia, dan Serbia memiliki akar sejarah yang dalam dan kompleks. Konflik ini tidak hanya dipicu oleh perbedaan etnis dan agama, tetapi juga oleh peristiwa-peristiwa sejarah yang traumatis dan politik yang bergejolak di kawasan Balkan.
Memahami alasan di balik kebencian ini membutuhkan telaah mendalam tentang sejarah, politik, dan dinamika sosial yang telah membentuk hubungan antar kelompok ini selama berabad-abad.
Latar Belakang Sejarah
Permusuhan antara Albania dan Serbia memiliki sejarah panjang yang sebagian besar berpusat di wilayah Kosovo. Kosovo, yang mayoritas penduduknya adalah etnis Albania, menjadi sumber konflik berkepanjangan.
Pada akhir abad ke-20, ketegangan ini memuncak menjadi Perang Kosovo (1998-1999), di mana Serbia melancarkan kampanye militer brutal terhadap penduduk Albania Kosovo. Penindasan dan kekejaman yang dilakukan oleh pasukan Serbia selama perang ini meninggalkan luka mendalam bagi komunitas Albania. Perang ini berakhir dengan campur tangan NATO yang memaksa Serbia mundur, tetapi trauma dan kebencian yang ditinggalkan terus membara hingga hari ini.
Untuk Kroasia, sumber utama kebencian terhadap Serbia berkaitan dengan Perang Kemerdekaan Kroasia (1991-1995). Setelah Kroasia mendeklarasikan kemerdekaannya dari Yugoslavia, Serbia, yang mendukung etnis Serbia di Kroasia, melancarkan serangan militer untuk mempertahankan wilayah yang dihuni oleh minoritas Serbia.
Konflik ini penuh dengan kekejaman, pembersihan etnis, dan kehancuran. Kota-kota seperti Vukovar menjadi simbol penderitaan rakyat Kroasia di tangan pasukan Serbia. Luka yang diakibatkan oleh perang ini masih terasa dalam hubungan antar etnis di kawasan tersebut.
Faktor Politik dan Nasionalisme
Selain sejarah konflik yang berdarah, politik nasionalisme ekstrem memainkan peran besar dalam memupuk kebencian ini. Baik di Serbia, Albania, maupun Kroasia, politik identitas nasional sering kali digunakan untuk memperkuat kekuasaan dengan mengorbankan hubungan antar etnis.
Para pemimpin politik di masing-masing negara ini sering memanfaatkan narasi kebencian terhadap kelompok lain untuk mengkonsolidasikan dukungan domestik. Di Serbia, tokoh seperti Slobodan Milošević mempromosikan nasionalisme Serbia yang agresif, mengklaim bahwa Serbia berhak mempertahankan dan memperluas wilayahnya meski harus mengorbankan etnis lain.
Di sisi lain, di Kroasia, Franjo Tuđman memimpin dengan semangat nasionalisme Kroasia yang kuat, sering kali dengan retorika anti-Serbia. Di Albania, gerakan nasionalisme yang menginginkan Kosovo sebagai bagian dari Albania juga memicu ketegangan dengan Serbia.
Dampak Sosial dan Ekonomi
Konflik berkepanjangan ini tidak hanya membawa dampak politik tetapi juga sosial dan ekonomi yang mendalam. Di Kosovo, banyak keluarga etnis Albania yang kehilangan anggota keluarganya akibat kekejaman perang. Banyak pula yang terus hidup dalam kemiskinan dan keterbatasan akses terhadap pendidikan dan kesehatan, memperparah perasaan ketidakadilan dan kebencian terhadap Serbia.
Di Kroasia, meskipun telah mengalami pemulihan ekonomi yang signifikan sejak akhir perang, banyak komunitas yang masih terpecah secara etnis. Kota-kota yang dulunya menjadi ajang pertempuran masih merasakan ketegangan antar kelompok etnis, dengan sedikit interaksi dan kerja sama antara etnis Kroasia dan Serbia.
Peran Media
Media di masing-masing negara juga berperan besar dalam memelihara kebencian ini. Narasi yang disajikan oleh media sering kali berat sebelah, memperkuat stereotip dan memperburuk citra kelompok lain.
Di Serbia, media sering kali menggambarkan orang Albania dan Kroasia sebagai musuh yang mengancam eksistensi Serbia. Sebaliknya, media di Albania dan Kroasia sering menggambarkan Serbia sebagai agresor yang brutal dan tidak berperikemanusiaan.
Upaya Rekonsiliasi
Meskipun kebencian yang mendalam masih ada, ada upaya-upaya rekonsiliasi yang terus dilakukan. Organisasi non-pemerintah, inisiatif komunitas, dan beberapa politisi progresif mencoba membangun jembatan antara kelompok-kelompok yang bermusuhan. Proses ini lambat dan penuh tantangan, tetapi penting untuk membangun masa depan yang damai dan stabil di kawasan Balkan.