Mengapa Proyek Bandara Bali Utara Terus Tertunda? Ini Kronologinya
- Bandara Bali Utara direncanakan mampu menampung hingga 32 juta penumpang per tahun, menjadikannya pusat transportasi udara strategis yang mengadopsi konsep aerotropolis.
Nasional
JAKARTA - Bandar Udara Internasional Bali Utara (North Bali International Airport/NBIA) yang direncanakan akan dibangun di Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng, Bali, sempat menjadi proyek ambisius. Fasiltias ini diharapkan mendukung pertumbuhan pariwisata dan pemerataan pembangunan di Pulau Dewata.
Namun, proyek ini menghadapi berbagai tantangan hingga akhirnya dikeluarkan dari daftar prioritas pemerintah pada Juli 2022.
NBIA pada mulanya dirancang untuk menjadi salah satu infrastruktur kebanggaan Indonesia, sekaligus bandara terbesar kedua setelah Bandara Soekarno-Hatta di Jakarta. Bandara ini direncanakan mampu menampung hingga 32 juta penumpang per tahun, menjadikannya pusat transportasi udara strategis yang mengadopsi konsep aerotropolis.
Konsep tersebut mengintegrasikan fungsi bandara dengan pengembangan ekonomi kawasan sekitar, menciptakan ekosistem yang mendukung berbagai aktivitas komersial, logistik, dan pariwisata.
Dibangun sepenuhnya di atas laut, NBIA dirancang dengan teknologi mutakhir dan infrastruktur modern yang mencakup satu terminal utama dan tiga terminal satelit untuk mengakomodasi aliran penumpang dan penerbangan internasional serta domestik. Bandara ini juga direncanaka memiliki dua landas pacu sejajar untuk meningkatkan efisiensi penerbangan, heliport untuk transportasi jarak dekat, seaport sebagai koneksi laut, terminal kargo berkapasitas besar, dan area perawatan pesawat yang memenuhi standar industri penerbangan internasional.
Dengan adanya fasilitas ini, nantinya NBIA diharapkan menjadi pusat transportasi dan logistik yang mendukung pengembangan Bali Utara sebagai destinasi pariwisata sekaligus hub ekonomi regional.
- Freeport Khawatir Jika Devisa Hasil Ekspor Naik hingga 50 Persen
- Hakim Tolak Praperadilan Tom Lembong
- Respons Pakar Soal Penolakan Investasi Apple Rp1,5 T Oleh Pemerintah
Awal Perencanaan
Proyek NBIA pertama kali masuk dalam Public-Private Partnership (PPP) Book 2013 dengan kode proyek D-001-10-004. Pembangunan ini diusulkan untuk mengatasi kemacetan di Bandara Ngurah Rai, yang sudah melampaui kapasitas akibat lonjakan wisatawan. Proyek ini juga diharapkan mendorong pengembangan wilayah Bali Utara yang selama ini kurang tersentuh pembangunan.
Pada tahun 2015, Gubernur Bali saat itu, I Made Mangku Pastika, merekomendasikan pembangunan bandara di laut melalui surat resmi No. 553/11583/DPIK. Namun, proyek ini menemui hambatan terkait studi kelayakan dan perdebatan politik.
Pada tahun 2018, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menyetujui studi kelayakan proyek NBIA. Namun, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi lebih memprioritaskan perluasan Bandara Ngurah Rai dan peningkatan konektivitas utara-selatan Bali melalui jaringan transportasi darat.
Proyek ini juga memicu diskusi hangat tentang pemerataan pembangunan antara Bali Utara dan Bali Selatan. Pemerintah daerah berpendapat bahwa bandara baru ini dapat meningkatkan keseimbangan ekonomi antara kedua wilayah, namun kritik datang dari berbagai pihak yang meragukan efektivitasnya.
Proyek Tertunda
Pada bulan Juli 2022, Presiden Joko Widodo memutuskan untuk menghapus proyek NBIA dari Program Strategis Nasional (PSN), bersama dengan sembilan mega proyek lainnya. Keputusan ini dilatarbelakangi oleh evaluasi ulang terhadap kebutuhan pembangunan infrastruktur besar yang lebih mendesak.
Meskipun demikian, Gubernur Bali Wayan Koster menyatakan bahwa proyek ini belum sepenuhnya dibatalkan dan masih memungkinkan untuk dilanjutkan di masa mendatang.
"Bandara misalnya bisa saja selesai dibangun dalam waktu 5 tahun. Namun kalau akses jalan tidak ada, maka bandara tidak akan berfungsi dan bisa saja jadi mubazir. Seperti Bandara Kertajati yang sudah selesai tapi masih belum maksimal dan sepi," ujar I Wayan Koster, dikutip Selasa, 26 November 2024.
Meski tertunda, proyek NBIA tetap menjadi perhatian karena potensinya untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan pariwisata Bali Utara. Keputusan kelanjutan proyek ini akan sangat bergantung pada kebijakan pemerintah berikutnya serta dukungan dari berbagai pihak terkait.
- Freeport Khawatir Jika Devisa Hasil Ekspor Naik hingga 50 Persen
- Hakim Tolak Praperadilan Tom Lembong
- Respons Pakar Soal Penolakan Investasi Apple Rp1,5 T Oleh Pemerintah
Sempat Disemprot Megawati
Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, menyatakan penolakannya terhadap rencana pembangunan Bandara Internasional Bali Utara di Kabupaten Buleleng. Menurutnya, proyek tersebut tidak strategis dan hanya akan membuang anggaran negara.
Megawati menilai pembangunan bandara baru itu lebih menguntungkan investor dibanding memprioritaskan kebutuhan masyarakat Bali. Ia menyebut keberadaan Bandara Ngurah Rai, Bandara Juanda di Surabaya, dan Bandara Banyuwangi sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan transportasi di kawasan tersebut.
Pesan penolakan ini juga ia sampaikan kepada mantan Presiden Joko Widodo kala masih menjabat melalui Sekretaris Kabinet Pramono Anung dan dalam diskusinya dengan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. Megawati menegaskan, sikapnya ini bukan sekadar unjuk kekuatan, tetapi sebagai upaya melindungi kepentingan masyarakat Bali dari dampak negatif proyek yang dianggapnya tidak relevan.
"Waktu rencana mau dibangun lagi bandara di Buleleng. Kan saya bilang keluarga besar saya di sana. Mau dibikin lapangan terbang, ngamuk saya. Saya panggil Pak Koster, enak saja, aku bilang, hanya untuk ngehubungin pariwisata, enggak gitu," tegas Megawati saat memberikan pengarahan dalam kunjungan ke Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sanur, Senin, 16 Januari 2024 yang lalu.