ukraina.jpg
Dunia

Mengapa Rakyat Ukraina Masih Sangat Optimistis Bisa Menang Perang?

  • Apakah masyarakat Ukraina mengalami delusi? atau apakah para pembuat kebijakan, analis, dan masyarakat Eropa dan Amerika salah?

Dunia

Amirudin Zuhri

JAKARTA- Setelah dua tahun perang brutal, rakyat Ukraina secara mengejutkan masih sangat optimistis bisa memenangkan perang. Meski masyarakat Eropa sendiri pesimistis. Mengapa bisa demikian?

Menurut survei opini publik Ukraina yang dilakukan oleh Razumkov Center pada akhir Januari, 85 persen responden percaya pada kemenangan Ukraina. Sementara hanya 8,5 persen yang tidak percaya. Jumlahnya cukup seragam, berkisar dari 78 persen di wilayah timur Ukraina, tempat terjadinya semua pertempuran dan sebagian besar kematian serta kehancuran, hingga 88,5 persen di wilayah lain di negara tersebut.

Mengenai kapan kemenangan akan tercapai, 20 persen mengatakan pada akhir tahun 2024. Sebanyak 40 persen dalam satu hingga dua tahun, 14 persen dalam tiga hingga lima tahun, dan 3 persen dalam lebih dari lima tahun.

Yang lebih mengejutkan lagi adalah apa yang dimaksud oleh warga Ukraina dengan kemenangan. 38 persen percaya bahwa kemenangan itu berarti pengusiran pasukan Rusia dari seluruh wilayah Ukraina dan pemulihan perbatasan pada Januari 2014. Hebatnya, 27 persen responden memiliki ekspektasi yang lebih tinggi. Dan   akan menganggap kehancuran tentara Rusia serta mendorong pemberontakan bahkan keruntuhan di Rusia sebagai sebuah kemenangan.

Optimismenya sangat mengesankan. 60 persen warga Ukraina yakin mereka akan menang pada akhir tahun 2025. Sementara 65 persen dari jumlah tersebut memiliki gagasan maksimal mengenai kemenangan.

Dan bukan hanya rata-rata warga Ukraina yang optimistis mengenai masa depan. Begitu pula dengan pengusaha dan perempuan Ukraina. Menurut survei yang dilakukan oleh Jaringan Berita Bisnis Ukraina bulan ini selama tahun 2023 70%+ perusahaan mencapai target pendapatan dan laba. Dan tahun 2024, hampir 60% pengusaha mengharapkan tingkat pertumbuhan tertentu. Kebanyakan dari mereka berencana mencapai pertumbuhan dua digit. Sebagian besar perusahaan yakin bahwa mereka juga dapat mencapai target tersebut.

Eropa Pesimistis

Sebaliknya, masyarakat Eropa bersikap ragu terhadap Ukraina. Dewan Hubungan Luar Negeri Eropa menemukan bahwa masyarakat Eropa tampak pesimistis terhadap hasil perang. Rata-rata hanya 10 persen warga Eropa di 12 negara yang percaya bahwa Ukraina akan menang. Sementara orang yang memperkirakan kemenangan Rusia mencapai dua kali lipat.

Pesimisme Eropa tidak sama pesimisnya dengan angka 10 persen. Karena 27-47 persen masyarakat Eropa percaya  Ukraina dan Rusia akan mencapai penyelesaian kompromi. Dan 19-38 persen memilih  tidak satupun dari ini atau tidak tahu. Namun, bahkan dengan kualifikasi ini, jelas bahwa Ukraina dan Eropa memiliki pandangan yang bertentangan mengenai kemenangan Ukraina.

Tak perlu dikatakan lagi, banyak pembuat kebijakan dan analis Amerika juga memiliki pesimisme yang sama. Andrew Latham profesor hubungan internasional di Macalester College di Saint Paul, Minn di The Hill menilai gagasan kemenangan total Ukraina adalah khayalan.

Dia menegaskan singkatnya Rusia memenangkan perang dan tidak ada indikasi bahwa perkembangan politik, ekonomi, taktis, atau teknologi apa pun yang diperkirakan akan mengubah realitas mendasar tersebut.  

Siapa yang Delusi?

Optimisme tinggi rakyat Ukraina ini menimbulkan pertanyaan yang jelas. Apakah masyarakat Ukraina mengalami delusi? atau apakah para pembuat kebijakan, analis, dan masyarakat Eropa dan Amerika salah?

“Sulit untuk membantah bahwa masyarakat Ukraina sudah kehilangan kontak dengan kenyataan,” kata Alexander J. Motyl  adalah profesor ilmu politik di Rutgers University-Newark dalam tulisannya di A.O.L 28 Februari 2024.  Motyl adalah seorang spesialis  Ukraina, Rusia dan Uni Soviet.

Menurut Motyl rakyat Ukraina adalah pihak yang sangat menderita. Mereka dibombadir dan dihancurkan. “Perang brutal selama dua tahun seharusnya mempertajam indra dan mengurangi ekspektasi khayalan. Bukan malah memperburuknya,” lanjutnya.

Sebaliknya, jelas bahwa sebagian besar masyarakat Eropa dan Amerika tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di Ukraina. Mereka menonton TV. Sesekali membaca artikel atau postingan media sosial. “Dan kemudian, karena kelelahan akibat perang, mereka kembali menikmati bir, anggur, dan barbekyu. Jika ada yang mengalami delusi, seharusnya itu adalah rata-rata orang Eropa dan Amerika.”

Ada kemungkinan masyarakat Ukraina menjadi begitu putus asa. Begitu takut terhadap kejahatan yang menanti mereka. Sehingga mereka secara kolektif melompat ke dalam keyakinan yang sulit diterima. Bahwa mereka akan menang karena mereka harus menang. 

Tindakan seperti itu akan mengandaikan suatu populasi yang sepenuhnya berada dalam perbudakan emosi irasional. Ini mendorong mereka untuk melihat hal-hal yang sebenarnya tidak ada. Hal ini mungkin berlaku bagi sebagian warga Ukraina. “Namun  tidak bagi 85 persen warga Ukraina. Bagaimanapun, tidak ada bukti irasionalitas seperti itu di media Ukraina, atau dalam percakapan dengan warga Ukraina di kehidupan nyata,” lanjutnya.

Jika masyarakat Ukraina tidak mengalami delusi, mungkin mereka lebih tahu dibandingkan kita dan juga orang-orang Eropa serta amerika. Bagaimanapun, mereka tahu betul bahwa Kongres Amerika secara de facto berpihak pada Rusia. Ini mengakibatkan pengiriman senjata ke Ukraina tidak berlanjut. Mereka tahu bahwa negara-negara Eropa dan Amerika skeptis terhadap kemenangan mereka. Mereka tahu apa kenyataannya di Barat.

Namun mereka juga tahu apa yang terjadi di Ukraina dan Rusia. Mereka tahu bahwa Rusia tidak bisa memenangkan perang yang menyebabkan 1.000 kematian setiap harinya. Mereka tahu bahwa rezim Putin jauh lebih lemah dari yang terlihat. 

“Yang terakhir, masyarakat Ukraina juga tahu bahwa, untuk menang, mereka hanya perlu bertahan lebih lama dari Rusia. Sesuatu yang  mereka tahu bisa mereka lakukan,” tulis Motly lagi. Jadi  optimism itu menurutnya bukan karena keyakinan magis akan ketahanan dan kemenangan. Namun  karena alternatif untuk bertahan lebih lama dari serangan Rusia.