Watu_Karung_Beach_Pacitan.jpeg
Halo Berita

Mengapa Sering Terjadi Gempa di Pacitan?

  • Pacitan menjadi wilayah yang sering terjadi gempa. Apa sebabnya?

Halo Berita

Rumpi Rahayu

JAKARTA - Gempa bumi bermagnitudo 5,7 SR mengguncang Pacitan, Jawa Timur  pada Minggu, 23 Juli 2023. Gempa ini tidak berpotensi tsunami. 

Dikutip TrenAsia.com dari akun Twitter resmi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) @infoBMKG, gempa tersebut terjadi pukul 19:33:25 WIB dengan kedalaman 20 km. Gempa ini juga terasa di sejumlah daerah seperti Ponorogo, Bantul, Pacitan, Purworejo, Blitar, Klaten, Wonosobo, Banjarnegara, Magelang, Kepanjen, dan Karangkates

Letak Geografis Pacitan 

Dikutip dari laman resmi Pemkab, Pacitan terletak di Pantai Selatan Pulau Jawa dimana terdapat pertemuan dua lempeng besar Indo-Australia dan Eurasia. Hal ini menjadikan Pacitan rawan akan terjadinya gempa dan gelombang tsunami. 

Kabupaten dengan luas 138,99 hektar ini tercatat sempat dihantam dua kali gelombang besar yang didahului dengan gempa bumi pada tahun 1840 dan 1859. 

Masih dari sumber yang sama, hasil riset yang dirilis oleh Sri Widiyantoro, Guru Besar ITB menunjukkan bahwa jika kemungkinan Segmen Megathrust di selatan Pulau Jawa yang berpotensi pecah terjadi, maka tsunami setinggi 14 hingga 20 meter berpotensi terjadi. 

Hal ini mengakibatkan setidaknya 27 desa di 7 kecamatan masuk ke dalam zona merah. Yaitu zona diantara 80 kilometer garis pantai selatan Kabupaten Pacitan. Di zona merah ini, tinggal puluhan ribu masyarakat. 

Jenis Gempa yang Sering Terjadi di Pacitan 

Dikutip dari laman resmi Universitas Gadjah Mada, Dr. Gayatri Indah Marliyani, Staf Ahli Pusat Studi Bencana UGM menyatakan ada dua gempa yang kerap terjadi di selatan Pacitan. Yang pertama adalah gempa intraslab. 

Dr. Gayatri menyebut gempa instraslab bersumber dari dalam lempeng yang menunjam dan memiliki pergerakan turun. Gempa intraslab terjadi akibat respons batuan terhadap gaya tarikan lempeng samudera ke bawah. Tipe gempa ini biasanya dapat dirasakan secara luas. 

Dikarenakan terjadi cukup dalam, pada daerah bertekanan besar dan bersuhu cukup tinggi, batuan di daerah tersebut bersifat relatif plastis. Artinya, setelah mengalami deformasi, batuan mudah kembali ke posisi awal. Hal ini yang mengakibatkan tidak terjadinya gempa susulan. Gempa dengan tipe seperti ini juga biasanya tidak menyebabkan tsunami karena tidak mengakibatkan perubahan dasar laut secara signifikan.

Selanjutnya, gempa yang kerap terjadi di selatan Pacitan adalah gempa akibat sesar-sesar naik yang banyak dijumpai pada zona tumbukan lempeng. 

Gempa-gempa ini biasanya terjadi di daerah yang di dalam istilah geologi disebut sebagai zona prisma akresi dan cekungan muka busur. Jika dilihat dari peta kedalaman bawah laut (batimetri), terlihat bahwa cekungan muka busur (berupa depresi di lepas pantai) di selatan Pacitan secara drastis menyempit dibandingkan dengan di selatan Yogyakarta. 

Sempitnya cekungan muka busur ini mengindikasikan adanya tekanan yang lebih kuat di selatan Pacitan. Hal ini diakibatkan oleh adanya morfologi tinggian (tonjolan) di dasar laut yang ikut terseret masuk ke zona subduksi di daerah ini, yang bisa diamati dengan baik dari data batimetri.

Adanya morfologi-morfologi tinggian ini menjadi ‘ganjalan’ dari proses subduksi yang terjadi sehingga menyebabkan pergerakan lempeng menjadi tertahan. Energi yang tertahan ini kemudian dilepaskan melalui sentakan tiba-tiba yg ditandai oleh peristiwa gempa bumi. Seringnya gempa berskala kecil (M5-6) di daerah ini sebenarnya bisa jadi merupakan pertanda baik, bahwa energi yang tertahan dilepaskan secara bertahap.