Mengenal 7 Merek Rokok Tertua di Indonesia
- Perjalanan panjang telah dilalui sebelum akhirnya mencapai popularitas dan kejayaannya. Pada 1900-an menjadi periode emas bagi perkembangan industri kretek di Indonesia.
Nasional
JAKARTA – Kretek merupakan karya khas Indonesia. Berawal dari produksi kecil-kecilan hingga berkembang menjadi produksi massal, perjalanan industri kretek mencerminkan sejarah panjang bangsa Indonesia.
Jika bicara soal industri kretek, tentu tak pernah habis untuk dibahas. Perjalanan panjang telah dilalui sebelum akhirnya mencapai popularitas dan kejayaannya. Pada 1900-an menjadi periode emas bagi perkembangan industri kretek di Indonesia.
Sebagian dari mereka masih eksis hingga saat ini, sementara yang lainnya berhasil menjadi raja di kelasnya. Indonesia memiliki banyak perusahaan kretek, dan berikut merek rokok tertua di Indonesia. Yuk, simak!
- Daftar 8 Wanita Terkaya di Indonesia, Ada Investor BYAN
- 6 Negara yang Pernah Bangkrut Karena Utang
- Pentingnya Kebijakan Bunga yang Seimbang untuk Keberlanjutan Fintech Lending
Merek Rokok Tertua dan Terkenal di Indonesia
Berikut beberapa merek rokok tertua dan populer di Indonesia:
1. Tjap Bal Tiga (1906)
Tjap Bal Tiga adalah salah satu perusahaan rokok kretek pertama di Indonesia yang didirikan oleh seorang pengusaha bernama Nitisemito. Nitisemito dikenal dengan julukan ‘Raja Kretek’ karena keberhasilannya dalam mengelola pabrik-pabrik rokok yang memproduksi jutaan batang rokok dengan melibatkan ribuan buruh.
Nitisemito mendirikan Tjap Bal Tiga bersama istrinya, Nasilah. Merek tersebut resmi digunakan pada tahun 1906, dan dipatenkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1908 dengan pendaftaran sebagai NV Bal Tiga Nitisemito.
Seiring waktu, bisnis rokok ini semakin terkenal dan penjualannya terus meningkat. Salah satu puncak kejayaan Tjap Bal Tiga terjadi pada tahun 1918, ketika mereka membangun pabrik seluas enam hektare di Desa Jati.
Antara 1930-1934, produksi kretek Bal Tiga mencapai 2-3 juta batang per hari. Lonjakan tajam terjadi pada 1938, ketika pabriknya mampu memproduksi hingga 10 juta batang per hari dengan melibatkan sekitar 10.000 buruh. Rokok Nitisemito dipasarkan tidak hanya di Jawa, tetapi juga hingga ke Sumatra, Sulawesi, Kalimantan, dan bahkan ke Belanda.
Raja Kretek ini juga sudah menerapkan berbagai cara promosi modern, seperti mencetak kemasan rokok di Jepang dengan logo timbul, menyebarkan brosur menggunakan pesawat terbang, radio, hingga sandiwara keliling.
Namun, perjalanan bisnis Tjap Bal Tiga tidak selalu mulus. Popularitasnya mulai menurun pada Perang Dunia II pada tahun 1939. Mark Hanusz dalam bukunya Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia’s Clove Cigarettes mencatat adanya konflik internal perusahaan yang melibatkan keluarganya.
Tjap Bal Tiga juga menghadapi masalah hukum, dengan dugaan pembukuan ganda yang digunakan untuk menghindari pajak, yang mengakibatkan penyitaan rumah dan mobil milik Nitisemito.
Setelah sempat beroperasi kembali, Tjap Bal Tiga kembali terhambat oleh kedatangan Jepang ke Indonesia. Penjajahan Jepang yang menindas menyebabkan kesulitan ekonomi, dengan hampir semua aset Nitisemito dirampas.
Nitisemito meninggal pada tahun 1953, dan meskipun keluarganya berusaha menghidupkan kembali rokok Tjap Bal Tiga, merek tersebut hanya bertahan 1-2 tahun sebelum akhirnya tutup permanen. Meskipun tidak lagi diproduksi, Tjap Bal Tiga tetap dianggap sebagai salah satu merek rokok legendaris dan tertua di Indonesia.
2. Dji Sam Soe – PT HM Sampoerna Tbk (1913)
Sampoerna merupakan salah satu perusahaan rokok yang masih eksis hingga kini dan mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Pada 1913, Handel Matschappij Liem Seeng Tee NV didirikan sebagai awal mula dari merek Dji Sam Soe, yang namanya berasal dari dialek Hokkien.
Dji Sam Soe pertama kali diperkenalkan oleh Liem Seeng Tee pada tahun 1913 dan diproduksi di pabrik yang terletak di Surabaya, Jawa Timur.
Menurut Garda Maeswara (2010: 109), pada tahun 1916, Liem Seeng Tee membeli tembakau dari seorang pedagang yang bangkrut. Pada tahun 1940, penjualan Dji Sam Soe mengalami pertumbuhan pesat, dengan produksi mencapai 3 juta batang, sehingga jumlah pekerja yang melinting rokok Dji Sam Soe ditingkatkan menjadi 1.300 orang.
Pada tahun 1930, Liem mengubah nama perusahaannya menjadi Sampoerna. Produksi rokok sempat terhenti saat Jepang menduduki Indonesia, di mana Liem dipaksa untuk membuat rokok bagi tentara Jepang dan dikirim ke Jawa Barat untuk kerja paksa.
Usahanya kemudian diteruskan oleh putranya, Aga Sampoerna, dan tetap bertahan hingga kini meskipun HM Sampoerna dijual kepada Philip Morris, perusahaan tembakau besar asal Amerika, oleh Putera Sampoerna.
3. Goenoeng & Klapa (1913)
Goenoeng & Klapa adalah pabrik rokok yang didirikan oleh Mohamed Atmowijoyo di Kudus pada 1913. Berbeda dengan pabrik rokok lainnya, pabrik ini hanya memproduksi rokok klobot. Bahkan, pabrik ini masih menggunakan tali pengikat rokok meskipun teknologi pembungkus rokok sudah mulai berkembang.
Saat ini, Goenoeng & Klapa hanya dikenal di wilayah Kudus dengan harga rokok yang masih terjangkau. Pabrik ini memiliki sekitar 35 karyawan dan kini dipimpin oleh generasi keempat keluarga Atmowijoyo. Satu hal yang kontroversial adalah resep saus dari rokok ini dipajang di papan tulis yang terpasang di dinding pabrik.
4. Bentoel - PT Bentoel International Investama Tbk (1930)
Perusahaan ini didirikan pada tahun 1930 oleh Ong Hok Liong dengan nama Strootjes Fabriek Ong Hok Liong, yang memproduksi merek-merek lokal terkenal seperti Bentoel Biru, Tali Jagat, Bintang Buana, Sejati, Neo Mild, dan Uno Mild. Dua dekade kemudian, perusahaan ini berganti nama menjadi PT Perusahaan Rokok Tjap Bentoel.
Ong memulai industri ini dari usaha rumahan, di mana produksinya masih dilakukan secara manual dan dijual secara mandiri. Sebelum memproduksi kretek Bentoel, Ong telah meluncurkan berbagai merek, tetapi tidak ada yang berhasil.
Ong kemudian berziarah ke Gunung Kawi, di mana seorang juru kunci menyarankan agar Ong, yang sering bermimpi tentang kata bentul, mengganti nama perusahaan dan mereknya menjadi ‘bentul.’ Kesuksesan rokok Bentoel mulai terlihat ketika nama perusahaan berubah menjadi PT Perusahaan Rokok Tjap Bentoel pada 1950-an.
Pada akhir tahun 1960-an, Bentoel Group menjadi perusahaan pertama di Indonesia yang memproduksi rokok kretek filter dengan menggunakan mesin serta membungkus kotak rokoknya dengan plastik. Inovasi-inovasi ini kemudian menjadi standar dalam industri tembakau di Indonesia.
Bentoel merupakan perusahaan pertama yang menerapkan peraturan pemerintah dengan menyediakan kursi bagi para pelinting rokok, yang sebelumnya hanya duduk di lantai. Pada tahun 1974, perusahaan ini juga menjadi yang pertama di Indonesia yang full-automated rolling machines.
Kemudian, lahirlah Bentoel International, yang kini dikenal dengan nama Bentoel Biru, sebagai rokok lokal pertama yang dipromosikan secara nasional.
5. Nojorono (1932)
Perusahaan Nojorono memproduksi merek terkenal Minak Djinggo, yang terinspirasi dari tokoh pewayangan Jawa. Selain itu, terdapat beberapa nama lainnya yang mungkin kurang familiar, seperti Astrokoro, 555, dan Kaki Tiga. Nama-nama ini mungkin belum dikenal luas karena ketiganya diproduksi oleh Trio, nama perusahaan sebelum berganti menjadi Nojorono.
Didirikan pada tahun 1932, inovasi terbesar Nojorono adalah rokok tahan air, dan perusahaan ini juga memegang hak paten atas temuannya tersebut. Keunggulan ini terwujud berkat penggunaan parafin dalam proses produksi rokok.
Berkat inovasi ini membuat rokok Nojorono sangat diminati di kalangan pelaut dan nelayan. Perusahaan Nojorono dikelola oleh lima keluarga, yaitu Tjoa Kang Hay, Tan Tjiep Siang, Tan Kong Ping, Ko Djie Siong, dan Tan Djing Dhay. Sebagai informasi, Nojorono Kudus yang dikenal sebagai pemilik merek dagang Minak Djinggo dan Clas Mild.
6. PT Djarum Tbk (1951)
Nama aslinya Djarum Gramophon, perusahaan ini diubah namanya menjadi Djarum pada tahun 1951 oleh Oei Wie Gwan. Berbeda dengan perusahaan lainnya, Djarum bukanlah perusahaan keluarga, karena pemiliknya sekarang tidak memiliki hubungan darah dengan pendirinya.
Dua merek pertama yang dikeluarkan adalah Djarum dan Kotak Ajaib. Awalnya, produk ini hanya dipasarkan di Kudus, namun setelah kedatangan Wie Gwan, ekspansi dilakukan ke wilayah Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Setelah sempat menjadi yang terbesar pada tahun 1967, Djarum mulai merambah pasar internasional pada tahun 1972, yang membawanya menjadi salah satu perusahaan kretek paling terkenal di luar negeri. Beberapa tahun kemudian, Djarum mulai memproduksi rokok menggunakan mesin. Hingga saat ini, Djarum tetap bertahan dan semakin populer.
7. Gudang Garam (1958)
Gudang Garam didirikan pada 26 Juni 1958 di Jalan Semampir II/l, Kediri, oleh Tjoa Ing Hwie (Surya Wonowidjojo), seorang perantau kelahiran China pada 15 Agustus 1923. Setibanya di Indonesia, Ing Hwie bekerja di Cap 93, sebuah perusahaan rokok yang berlokasi di Jawa Timur.
Pada tahun 1956, Ing Hwie memutuskan untuk keluar dari Cap 93 dan mendirikan perusahaan sendiri dengan nama Indhwie. Seperti halnya Bentoel, nama Gudang Garam juga memiliki kisah mistis. Suatu malam, Ing Hwie bermimpi melihat sebuah gudang yang berdiri di seberang pabrik Cap 93.
Sarman, karyawan setianya, menyarankan agar gambar gudang tersebut dipasang pada kemasan rokok produksinya.
Pada tahun 1969, Gudang Garam mengalami perubahan status dari industri rumah tangga menjadi firma. Dua tahun setelahnya, perusahaan ini bertransformasi menjadi Perusahaan Terbatas (PT). Mulai tahun 1979, Gudang Garam memulai produksi rokok menggunakan mesin.
- Valuasi Saham BBRI Mendekati Terendah 10 Tahun, Saatnya Buy?
- Ada Rp50 Triliun Uang China di Balik Pembangunan Bandara Bali Utara
- Pemulihan Cepat Saham GOTO, Sinyal Positif untuk Investor
Perusahaan terus berkembang dan pada tahun 1990, mencatatkan namanya di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya. Saat ini, Gudang Garam memiliki berbagai varian produk rokok, seperti Sigaret Kretek Klobot (SKL), Sigaret Kretek Linting-Tangan (SKT), dan Sigaret Kretek Linting Mesin (SKM).
Itu dia merek rokok tertua di Indonesia.