Ilustrasi anak muda Jepang.
Rumah & Keluarga

Mengenal Generasi Satori, Anak Muda Jepang dengan Gaya Hidup Minimalis

  • Generasi Satori adalah gaya hidup sekelompok anak muda Jepang yang muncul di tengah kesibukan dan kemewahan zaman modern. Satori berasal dari filosofi Zen, yang berarti pencerahan atau pemahaman mendalam, generasi ini tampaknya telah mencapai keadaan terlepas dari keinginan material.

Rumah & Keluarga

Distika Safara Setianda

JAKARTA – Generasi Satori adalah gaya hidup sekelompok anak muda Jepang yang muncul di tengah kesibukan dan kemewahan zaman modern. Satori berasal dari filosofi Zen, yang berarti pencerahan atau pemahaman mendalam, generasi ini tampaknya telah mencapai keadaan terlepas dari keinginan material.

Jadi, dapat dikatakan bahwa Generasi Satori adalah anak muda yang mencari makna hidup, bukan sekadar mengikuti tren atau mengejar keuntungan materi.

Pada dasarnya, mereka adalah Gen Z versi Jepang, yang dibentuk oleh konteks budaya dan ekonomi yang berbeda. Namun, di balik lapisan ini terdapat kisah tentang kaum muda yang bergulat dengan ketidakpastian ekonomi dan pergeseran norma sosial.  Untuk itu, yuk mengenal lebih dalam tentang Gen Z versi Jepang ini!

Karakteristik Generasi Satori

Dilansir dari Woke Waves, berikut karakteristik Generasi Satori:

Minimalisme

Salah satu ciri yang paling menonjol dari Generasi Satori adalah gaya hidup mereka yang minimalis. Mereka menghindari pengejaran kemewahan dan hal-hal yang berlebihan, dan lebih menyukai kepraktisan dan keterjangkauan.

Merek-merek seperti Uniqlo dan H&M mendominasi lemari pakaian mereka, dipilih karena keseimbangan antara gaya, kualitas, dan efisiensi biaya. Pergeseran ini mencerminkan ketidakpedulian yang lebih luas terhadap materialisme, yang didorong oleh kehati-hatian ekonomi dan pendekatan pragmatis terhadap konsumsi. 

Mereka meyakini memiliki lebih sedikit barang justru membawa kebahagiaan yang lebih besar. Kecenderungan terhadap minimalis ini juga mencerminkan meningkatnya kesadaran akan keberlanjutan lingkungan, karena konsumsi berlebihan semakin dianggap berkontribusi terhadap degradasi ekologi.

Dengan memilih hidup sederhana, Generasi Satori tidak hanya menghemat uang tetapi juga meminimalkan jejak ekologi mereka, menyelaraskan gaya hidup mereka dengan tren keberlanjutan global yang lebih luas.

Gaya hidup minimalis yang mereka jalani bukan sekadar untuk menghemat uang, melainkan juga untuk mengurangi kompleksitas hidup. Mereka cenderung lebih memfokuskan perhatian pada hal-hal yang benar-benar penting, sehingga kehidupan terasa lebih rinngan dan bermakna.

Kehati-hatian Ekonomi

Ketidakstabilan ekonomi berdampak besar pada Generasi Satori. Banyak anak muda di Jepang bekerja paruh waktu, dengan penghasilan yang pas-pasan sehingga memerlukan penganggaran yang cermat. Mereka sangat menyadari bahwa pengeluaran yang berlebihan dapat menimbulkan masalah di masa depan, sehingga menabung menjadi pilihan utama.

Kehati-hatian yang dilakukan oleh generasi ini merupakan respons langsung terhadap stagnasi ekonomi Jepang yang berkepanjangan dan ketidakpastian yang diakibatkannya di pasar kerja. Meletusnya gelembung ekonomi Jepang pada awal tahun 1990-an menyebabkan ‘dekade yang hilang,’ yang telah berlanjut menjadi periode stagnasi dan deflasi ekonomi yang lebih lama.

Akibatnya, Generasi Satori tumbuh di era di mana pekerjaan tetap yang stabil tidak terjamin, dan keamanan ekonomi jangka panjang sulit dicapai. Realitas ini telah menumbuhkan generasi yang konservatif secara finansial, menghindari risiko, dan sangat berhati-hati tentang investasi besar dalam hidup.

Perilaku Sosial

Beban keuangan yang harus ditanggung di setiap tahap kehidupan membuat Generasi Satori banyak yang tidak tertarik untuk berpacaran, menikah, atau punya anak, karena mereka lebih mengutamakan stabilitas.

Perubahan perilaku sosial ini juga dipengaruhi oleh perubahan norma budaya di Jepang. Generasi Satori mendefinisikan ulang ekspektasi tradisional akan kesuksesan karier, kehidupan keluarga, dan status sosial. Mereka memprioritaskan kesejahteraan pribadi, kesehatan mental, dan gaya hidup seimbang daripada mengejar pengakuan masyarakat tanpa henti. 

Ahli Teknologi

Tumbuh di era digital, Generasi Satori sangat paham teknologi. Mereka dengan mudah menjelajahi media sosial, forum online, dan pasar digital, menggunakan perangkat ini untuk tetap terhubung dan mendapatkan informasi. 

Keterampilan digital yang dimiliki mereka memungkinkan untuk tetap terhubung meskipun ada keterbatasan dalam aktivitas sosial fisik. Mereka dapat membangun dan memelihara jaringan serta komunitas virtual yang kuat. 

Keahlian mereka dalam teknologi juga tercermin dalam kebiasaan konsumsi yang efisien, karena mereka memanfaatkan aplikasi dan ulasan online untuk membuat keputusan pembelian yang tepat, yang selanjutnya memperkuat gaya hidup minimalis dan ekonomis mereka.

Keterlibatan Sosial dan Politik

Berbeda dengan generasi sebelumnya, Generasi Satori kurang tertarik pada aktivisme politik dan protes publik. Mereka lebih suka mengekspresikan pendapat dan terlibat dalam isu-isu sosial melalui platform digital.

Bentuk keterlibatan ini, meskipun kurang terlihat di ruang publik, tetap berdampak, membentuk wacana daring dan memengaruhi budaya digital. Platform media sosial seperti Twitter, Instagram, dan YouTube telah menjadi arena diskusi, advokasi, dan aktivisme politik.

Itu juga jadi tempat para individu Satori dapat menyuarakan pendapat mereka, berbagi informasi, dan memobilisasi dukungan untuk berbagai tujuan. Keterlibatan mereka mencerminkan tren slacktivism, di mana tindakan online seperti menandatangani petisi, membagikan kiriman, dan kampanye hashtag digunakan untuk meningkatkan kesadaran dan memengaruhi perubahan.