Sejumlah anggota DPR dari berbagai frakdi menghadiri Rapat Paripurna DPR ke-25 Masa Persidangan V Tahun 2021-2022 di Jakarta. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia
Nasional

Mengenal Hak Angket, Upaya DPR Pertanyakan Kebijakan Pemerintah

  • Anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Masinton Pasaribu belum lama ini mengusulkan agar DPR menggunakan hak angketnya terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal persyaratan capres-cawapres.

Nasional

Khafidz Abdulah Budianto

JAKARTA - Anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Masinton Pasaribu belum lama ini mengusulkan agar DPR menggunakan hak angketnya terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal persyaratan capres-cawapres. Dirinya mengusulkan penggunaan hak tersebut saat menginterupsi sidang Rapat Paripurna ke-8 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2023-2024, Selasa 31 Oktober 2023.

Usulan Masinton lantas mendapatkan tanggapan dari berbagai pihak. Wakil Ketua DPR Fraksi Gerindra Sufmi Dasco mengatakan apa yang diusulkan Masinton merupakan hak konstitusionalnya sebagai anggota DPR. Namun Dasco menggarisbawahi sejumlah mekanisme apakah hal angket tersebut dapat dilakukan atau tidak. 

Sementara itu, Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie mendukung adanya hak angket sebagai salah satu fungsi pengawasan DPR. Menurutnya, DPR harus ikut menggunakan haknya dalam pengawasan karena laporan dugaan soal pelanggaran etik oleh Hakim MK merupakan masalah serius.

Lantas, apa yang dimaksud dengan hak angket? Hak angket merupakan hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang/kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Dasar hukum soal hak angket diatur langsung dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam Pasal 20A Ayat (2) disebutkan bahwa dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat.

Hak angket dapat digunakan melalui syarat dan mekanisme yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Dalam Pasal 199 Ayat (1) disebutkan Hak angket harus diusulkan oleh paling sedikit 25 (dua puluh lima) orang anggota DPR dan lebih dari 1 (satu) fraksi. Dalam pengusulannya, hak angket harus disertai dengan dokumen yang memuat paling sedikit materi kebijakan dan/atau pelaksanaan undang-undang yang akan diselidiki disertai dengan alasannya.

Usulan tersebut akan menjadi hak angket apabila mendapat persetujuan dari rapat paripurna DPR yang dihadiri lebih dari 1/2 (setengah) jumlah anggota DPR dan keputusan diambil dengan persetujuan lebih dari 1/2 (setengah) jumlah anggota DPR yang hadir dalam rapat. Usulan hak angket dilakukan oleh pengusul kepada ketua DPR.

Apabila usul itu diterima, maka DPR akan membentuk panitia khusus yang dinamakan panitia angket yang keanggotaannya terdiri atas semua unsur fraksi DPR. Panitia angket inilah yang nantinya akan melakukan penyelidikan. Panitia ini dapat meminta keterangan dari Pemerintah, serta keterangan dari saksi, pakar, organisasi profesi, dan/atau pihak terkait lainnya.

Panitia angket kemudian melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada rapat paripurna DPR paling lama 60 (enam puluh) hari sejak dibentuknya kepanitiaan tersebut. Apabila materi hak angket itu  dalam rapat paripurna DPR diputuskan bahwa pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, DPR dapat menggunakan hak menyatakan pendapat.

Sebaliknya, usul hak angket dinyatakan selesai dan materi angket tersebut tidak dapat diajukan kembali apabila pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.