Mengenal Hikikomori, Perilaku yang Buat Populasi Jepang Turun Drastis
- Hikikomori menjadi salah satu gaya hidup yang belakangan terakhir menjadi populer di kalangan pemuda Jepang
Gaya Hidup
TOKYO - Hikikomori menjadi salah satu gaya hidup yang belakangan terakhir menjadi populer di kalangan pemuda Jepang. Sangking banyaknya pemuda yang menerapkan gaya hidup ini, Hikikomori mengancam jumlah populasi Negeri Sakura hingga berpotensi membawa dampak pada kondisi ekonomi negara.
Lantas, apakah sebetulnya gaya hidup Hikikomori yang banyak dilakukan oleh kaum muda mudi Jepang?
Mengutip laman Kementerian Kesehatan Jepang Senin, 10 April 2023, istilah Hikikomori adalah orang yang menolak untuk keluar dari rumah, dan mengisolasi diri mereka dari masyarakat dengan terus menerus berada di dalam rumah untuk satu periode yang melebihi enam bulan.
Menurut psikiater asal Jepang, Tamaki Saito, hikikomori adalah merupakan sebuah keadaan yang menjadi masalah pada usia 20-an akhir. Adapun hal yang tampak pada mereka yang mengadopsi gaya hidup sebagai hikikomori antara lain mengurung diri sendiri di dalam rumah sendiri dan tidak ikut serta di dalam masyarakat selama enam bulan atau lebih.
- Ssst! Gunakan 10 Kata Berikut untuk Mendapatkan Apa yang Anda Inginkan Dalam Negosiasi
- Makin Kompak! 5 Cara Membangun Kepercayaan dalam Tim Anda
- Cara Memperbaiki Pola Tidur yang Berantakan Selama Bulan Ramadan
- 4 Cara Menghadapi Anggota Tim yang Dominan Saat Rapat
Hikikomori juga bisa disebut sebagai seseorang yang tidak memiliki hubungan dekat dan rasa kekeluargaan dengan orang lain.
Namun, perlu dicatat, tetapi perilaku tersebut tampaknya tidak berasal dari masalah psikologis lainnya sebagai sumber utama. Oleh sebab itu, hikikomori sebenarnya masih ambigu untuk disebut penyakit, karena tidak tercantum dalam The Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders dari Asosiasi Psikiater Amerika yang menjadi acuan para psikiater dalam mengidentifikasi gangguan jiwa.
Meski demikian, orang yang memilih menjadi seorang Hikikomori dikaitkan dekat dengan gejala Agorafobia, yakni sebuah tipe gangguan kecemasan yang merasa takut dan sering menghindari tempat atau situasi yang dapat membuat seseorang panik dan merasa terjebak, tak berdaya, atau memalukan.
Tapi hal tersebut tak terlalu familiar lantaran sebagian pemuda Jepang memilih menjadi Hikikomori bukan karena kecemasan dan rasa panik. Melainkan keinginan untuk membatasi privasinya dengan dunia luar. Alhasil, mereka memilih mengurung diri di kamar.
Sejumlah pakar hikikomori menyebut bahwa kemungkinan penyebab utama dari perilaku ansos ini adalah lingkungan.
Mengutip data dari Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan Jepang, kasus hikikomori pun paling banyak terjadi pada lelaki muda dari kelas menengah yang rata-rata berstatus sarjana. Hal ini dipicu dengan adanya tekanan dari keluarga yang mengharuskan mereka masuk universitas terbaik atau bekerja di perusahaan besar.
Tak tahan dengan tekanan tersebut mereka memilih tidak melakukan apa-apa dan menjadi hikikomori.
Menurut penelitian yang dilakukan NHK untuk acara Fukushi Network, penduduk hikikomori di Jepang pada 2005 telah mencapai lebih dari 1,6 juta orang. Jika penduduk semi-hikikomori atau orang jarang keluar rumah ikut dihitung, maka semuanya berjumlah lebih dari 3 juta orang.
Menurut survei Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja dan Kesejahteraan, 1,2 persen penduduk Jepang pernah mengalami hikikomori. Kemudian 2,4 persen di antara penduduk berusia 20 tahunan pernah sekali menjalani gaya hidup sebagai hikikomori.
Laki- laki Jepang lebih rentan menjalani hidup sebagai hikikomori. Adapun perbandingannya adalah empat kali lipat dari jumlah perempuan.
Ironisnya, orang yang memilih menjadi Hikikomori rata-rata adalah mereka yang memiliki latar pendidikan yang bagus. Satu di antara 20 anggota keluarga yang orang tuanya berpendidikan perguruan tinggi pernah mengalami hikikomori. Selain itu, Hikikomori juga tidak berkaitan dengan kondisi ekonomi sebuah keluarga.