Peluang RI Jadi Raja Tambang Nikel Dunia, Yuk.. Kenali Jenis dan Proses Pengolahannya
Nikel menjadi pembicaraan penting sejak kendaraan listrik mulai booming di dunia, termasuk di Indonesia. Ya, Indonesia menjadi salah satu negara penghasil tambang nikel terbesar di dunia.
Industri
JAKARTA – Nikel menjadi pembicaraan penting sejak kendaraan listrik mulai booming di dunia, termasuk di Indonesia. Ya, Indonesia menjadi salah satu negara penghasil tambang nikel terbesar di dunia.
Lantas, sebenarnya apa saja nilai strategis dari nikel dan bagaimana pengolahannya?
Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar menjelaskan, nikel memiliki daya tarik lebih kuat dibandingkan dengan mineral lain.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
Pertama, nikel mempunyai sifat tahan korosi. Selain itu, ia juga mampu bertahan pada suhu yang tinggi. Ketiga, nikel memiliki kemampuan membentuk alloys dengan metal lain sehingga sifatnya lebih unggul.
“Terakhir, nikel juga dapat digunakan sebagai bahan dasar untuk baterai,” mengutip Arcandra dalam akun Instagram @arcandra.tahar, Rabu, 7 April 2021. Dengan demikian, inilah mengapa pembahasan kendaraan listrik tidak dapat dilepaskan dari nikel.
Dua Jenis Bijih Nikel
Secara garis besar, jelas Arcandra, ada dua jenis bijih nikel atau nickel ores yang ditemukan di bumi. Pertama, sulphide ores yang berasal dari magma perut bumi yang naik ke permukaan.
Bijih nikel ini mengandung 1%-8% nikel dan mineral lain seperti Cu (tembaga), Co (cobalt), Fe (besi) dan mineral berharga lainnya.
Deposit nikel ores jenis ini, disebut berada jauh di bawah permukaan bumi sehingga membutuhkan biaya yang tinggi untuk menambangnya (underground mining).
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
- Pemberdayaan Perempuan di Perusahaan Jepang Masih Alami Krisis Pada Tahun 2021
Sementara itu, yang kedua adalah oxide atau laterite ores, berasal dari pelapukan batu, tanah dan mineral lain yang berkontak dengan atmosfer bumi.
Oxide ores mengandung 1%-3% nikel dan mineral lain, seperti Co (cobalt), high Fe (besi) dan 30-45% H2O (air). Berbeda dengan sulphide ores, depositnya berada di permukaan bumi sehingga produksinya bisa dilakukan lewat tambang terbuka (open cut mining).
Di dunia ini, sebanyak 36% deposit nikel dunia sendiri berjenis sulphide. Dengan kata lain, mayoritas lebih banyak berisi oxide. Sejumlah negara yang banyak memproduksi sulphide meliputi, Kanada, Afrika, Australia dan Finlandia.
Sebaliknya, produksi oxide banyak dilakukan oleh negara Indonesia, New Caledonia, Australia, Inggris, dan Amerika Latin.
Pengolahan Nikel
Dalam tiga dekade terakhir, Arcandra bilang cadangan nikel jenis sulphate ores semakin menipis. Maka, alternatif lain digunakan nikel jenis laterite.
Berdasarkan kedalaman dari permukaan bumi, nikel jenis ini terdiri dari limonite dan saprolite. Tipe limonite memiliki ciri khas kadar rendah atau kurang dari 1,7%, sebaliknya kadar Fe dan Co tinggi.
Sementara untuk tipe saprolite, kadar nikelnya justru tinggi (1.5% – 2.5%) dan kadar Fe dan Co yang rendah.
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Nvidia Tanam Uang Rp1,4 Triliun Demi Bangun Superkomputer
- Facebook Lakukan Pengujian, Oculus VR Bakal Tak Lagi Bebas Iklan
Pengolahan nikel tipe limonite dilakukan dengan cara pyrometallurgy atau blast furnace untuk menghasilkan Nickel Pig Iron atau NPI (Ni dengan kadar dibawah 12%). Di samping itu, ia juga bisa diolah dengan cara hydrometallurgy (High Pressure Acid Leaching – HPAL) untuk menghasilkan Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) dan Mixed Sulphate Precipitate (MSP).
Di sini, NPI dapat digunakan untuk membuat stainless steel berkualitas rendah, seperti sendok dan peralatan rumah tangga. Sementara MSP dan MHP digunakan sebagai bahan dasar untuk katoda baterai. (SKO)