KA Babaranjang dilihat dari atas. Pada kesempatan kali ini rangkaiannya ditarik tiga lokomotif CC202. (redigest)
Nasional

Mengenal KA Babaranjang: Sejarah dan Perannya

  • Kereta api Batu Bara Rangkaian Panjang (Babaranjang) atau Baratarahan merupakan kereta api jenis barang yang mengangkut batu bara milik PT Bukit Asam Tbk, ini adalah wujud kerja sama antara Bukit Asam dengan PT Kereta Api Indonesia.

Nasional

Distika Safara Setianda

JAKARTA – Baru-baru ini terjadi insiden serius yang terjadi di perlintasan Kereta Api Bantaian, di mana crane girder yang digunakan untuk mengangkut beton pada proyek flyover ambruk. Akibatnya, crane tersebut menimpa kereta api Babaranjang yang sedang melintas, serta menimpa para pekerja yang berada di bawah proyek tersebut.

Melihat kejadian tersebut, sebenarnya apa itu kereta api Babaranjang?

Kereta api Batu Bara Rangkaian Panjang (Babaranjang) atau Baratarahan merupakan kereta api jenis barang yang mengangkut batu bara milik PT Bukit Asam Tbk, ini adalah wujud kerja sama antara Bukit Asam dengan PT Kereta Api Indonesia.

Di era Hindia-Belanda pada tahun 1920-an, sejarah kereta api Babaranjang dimulai. Awalnya, kereta api ini berfungsi sebagai rangkaian pengangkut gula pasir sepanjang 670 meter, terdiri dari 98 gerbong. Kereta ini ditarik oleh lokomotif uap NIS 81 (4-6-0) dan dioperasikan oleh NIS di wilayah Vorstenlanden (Yogyakarta-Solo).

Kereta api ini diluncurkan sebagai bagian dari proyek Kelompok Proyek Pengembangan Pengangkutan Batu Bara Kereta Api (KP3BAKA). Pada akhirnya, kereta api tersebut dipilih sebagai sarana utama untuk mengangkut batu bara dari Tanjung Enim ke Tarahan, dan sekarang lebih dikenal dengan nama Babaranjang.

Angkutan kereta api dari Tanjung Enim dan Baturaja menuju Pelabuhan Tarahan menggunakan sistem cost insurance freight (CIF), yang berarti PT Kereta Api Indonesia bertanggung jawab atas pengangkutan batu bara tersebut.

Kondisi jalan di lintas Sumatra dan angkutan sungai di Sumatera Selatan, terutama di Sungai Musi, sering kali tidak memadai dan terganggu oleh sedimentasi sungai. Oleh karena itu, kereta api menjadi pilihan utama untuk mengangkut batu bara yang diproduksi oleh PT Bukit Asam.

Fungsi

Kereta api Babaranjang memiliki peran penting dalam memasok batu bara untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya di Banten, yang merupakan salah satu penyedia listrik utama di Pulau Jawa. Batu bara yang digunakan sebagai bahan bakar PLTU ini sepenuhnya dipasok oleh PT Bukit Asam.

Dari Tanjung Enim, batu bara diangkut menggunakan Babaranjang menuju Tarahan, kemudian dipindahkan melalui kapal menuju Suralaya.

Babaranjang diperkirakan menjadi sumber pendapatan yang signifikan bagi PT Kereta Api Indonesia (KAI), karena laba yang diperoleh dari pengangkutan batu bara di Sumatra ini diyakini mampu menutup biaya operasional kereta penumpang di Pulau Jawa setiap tahunnya.

Sebelum mulai operasinya pada 1986, PT KAI telah meriset potensi KA Babaranjang lima tahun sebelumnya. Perkiraannya proyek Babaranjang akan membutuhkan biaya USD220 juta. Modalnya diperoleh dari pinjaman luar negeri dengan proyeksi pendapatan mencapai 1 miliar Rupiah.

Saat itu, kurs dolar masih sekitar 1.000 Rupiah per Dolar. Prediksinya utang tersebut dapat dilunasi dalam rentang waktu 10-15 tahun.

Puluhan tahun beroperasi, KA Babaranjang memberikan kontribusi yang signifikan. Salah satu perannya adalah dalam memastikan pasokan listrik untuk Pulau Jawa, karena batu bara yang diangkut oleh kereta ini dari tambang di Tanjung Enim menuju PLTU Suralaya di Merak, yang merupakan salah satu pembangkit listrik utama di pulau dengan populasi terbanyak di dunia ini.

Selain itu, KA Babaranjang juga menjadi salah lini bisnis utama bagi PT KAI, terutama selama masa pandemi. Saat bisnis penumpang mengalami penurunan yang signifikan hingga 75%, Babaranjang tetap stabil dalam mencatatkan keuntungan, menjadi salah satu penopang keuangan perusahaan yang tidak terpengaruh secara signifikan.

Tahun setelahnya, volume angkutan KA Babaranjang terus meningkat. Pada 2022, kereta ini mencatat peningkatan volume angkutan sebesar 18%, dan mencakup sekitar 77% dari total angkutan yang dilakukan.

Meskipun memiliki dampak ekonomis yang besar bagi PT KAI, kereta ini sering kali menjadi sumber kekhawatiran bagi warga Kota Bandar Lampung. Masalahnya terus bermunculan, mulai dari kemacetan hingga maut.