logo
992mnt7p4c.webp
Nasional

Mengenal Raden Ayu Lasminingrat, Tokoh Intelektual Wanita Pertama yang Jadi Ikon Google Doodle

  • Saat Lasminingrat berkarya, tokoh Wanita seperti R.A. Kartini, Raden Dewi Sartika, dan Rahman El-Yunusiyah belum lahir

Nasional

Rizky C. Septania

JAKARTA - Hari Ini, 29 Maret 2023 Google menampilkan gambar Raden Ayu Lasminingrat sebagai ikon doodlenya. Sebelum Kartini, Lasminingrat merupakan salah satu pelopor tokoh emansipasi perempuan di Tanah Pasundan.

Lantas, siapakah sosok Raden Ayu Lasminingrat yang ada di Google Doodle kali ini?

Mengutip laman Jogjaprov, Raden Ayu Lasminingrat merupakan wanita yang  terlahir dengan nama Soehara pada 2 Maret 1843. Ia merupakan putri seorang Ulama, Penghulu Limbangan dan Sastrawan Sunda, Raden Haji Muhamad Musa yang merupakan pelopor sastra cetak Sunda dengan Raden Ayu Ria.

Saat beranjak dewasa, Lasminingrat  harus melanjutkan pendidikannya di Sumedang. Disitulah ia   berpisah dari keluarganya dan diasuh oleh teman ayahnya, Levyson Norman.

Norman membantu mengajarinya bahasa Belanda. Lasminingrat menjadi wanita Indonesia pertama yang fasih menulis dan membaca bahasa Belanda.

Bermodal kemahiran menulis dan berbahasa Belanda, Lasminigrat bercita-cita memajukan kesetaraan bagi seluruh perempuan Indonesia.

Lasmi juga diketahui sebagai istri kedua dari Raden Adipati Aria Wiratanudatar VII yang dikenal sebagai Bupati Garut kala itu. Ia Wafat pada 10 April 1948 dalam usia 105. Jenazahnya dimakamkan di belakang Mesjid Agung Garut, berdampingan dengan makam suaminya.

Pada era ini, tak banyak orang mengetahui atau mengenal Lasminingrat. Padahal jika melihat rekam jejaknya, ia bisa disebut sebagai “Sang Pemula” dalam sejarah emansipasi perempuan di zamannya.

Ia berani tampil beda dengan citra perempuan tanah Pasundan pada umumnya yang sarat akan budaya patriarki dan tak memberi ruang bebas untuk berkarya.  

Sebagaimana diketahui, pada usianya yang ke-31 tahun, Lasminingrat terlibat dalam berbagai penyaduran cerita asal Eropa seperti dongeng karya Grimm bersaudara yang merupakan penulis cerita Putri Salju dan Rapunzel. Penyaduran tersebut dilakukannya sembari melakukan tugas sebagai isteri kedua dari Bupati Garut.

Adapun tujuan Lasminingrat melakukan penyadurannya  tidak lain agar kaumnya dapat membaca karya-karya penulis Eropa tersebut dan mengambil hikmahnya, terutama bagi kaum perempuan Sunda.

Kumpulan sadurannya itu kemudian diterbitkan untuk pertama kalinya pada tahun 1875 oleh percetakan milik pemerintah, Landsdrukkerji dengan judul Tjarita Erman. Pada tahun berikutnya atau tahun 1876 terbit karyanya yang kedua yang diberi judul Warnasari atawa Roepa-roepa Dongeng pun terbit.

Pada tahun 1907, Lasminingrat mendirikan Sakola Kautamaan Istri. Sekolah ini menjadi sebuah lingkungan belajar yang mempromosikan pemberdayaan perempuan melalui membaca dan menulis.

Sekolah Keutamaan Istri terus berkembang menjadi 200 siswa dan 5 kelas. Pemerintah Hindia Belanda pun mengakuinya pada tahun 1911.Pada tahun 1934, sekolah Lasminingrat dibuka juga di kota-kota lain seperti Wetan Garut, Cikajang, dan Bayongbong.

Saat Lasminingrat berkarya, tokoh Wanita seperti R.A. Kartini, Raden Dewi Sartika, dan Rahman El-Yunusiyah, yang telah diangkat sebagai pahlawan Nasional oleh pemerintah Republik Indonesia belum lahir. Sehingga Lasminingrat bisa dikatakan sebagai pelopor.  

Sebagaimana diketahui, Kartini lahir tahun 1879, El-Yunusiyah lahir tahun 1900, dan Dewi Sartika lahir tahun 1884.

Meski terlebih dahulu berkarya, nama Lasmingrat tampaknya kurang menggema. Namanya bahkan tidak pernah disebut baik dalam sejarah pergerakan kaum perempuan atau Wanita maupun dalam sejarah Nasional Indonesia. Karya Lasminingrat tenggelam dibawah nama ketiga tokoh tersebut, bahkan kalah tenar dengan tokoh Wanita-wanita lainnya yang muncul setelah ketiga tokoh tadi.

Kendati demikian,  karyanya Lasminingrat tidak ikut tenggelam. Tulisannya baik masih banyak ditemukan sebagai buku bacaan di Sekolah Rakyat atau Sekolah Dasar di Jawa Barat.

DI sisi lain,   jejak Lasminingrat masih dapat dilihat dari sekolah hasil perjuangannya yang kini masih berdiri di salah satu sudut kota Garut. Bangunan sekolah itu oleh pemerintah provinsi telah ditetapkan sebagai salah satu bangunan yang dilindungi atau dengan kata lain termasuk kategori Bangunan Cagar Budaya (BCB) di kota Garut.