Hutan Mangrove Wonorejo (bafageh)
Energi

Mengenal Reforestasi dan Co-firing Biomassa, Upaya Konkret Atasi Emisi

  • Tanaman menyerap karbon dioksida (CO₂) selama pertumbuhannya, sehingga ketika biomassa dibakar, karbon yang dilepaskan ke atmosfer setara dengan yang telah diserap sebelumnya.

Energi

Muhammad Imam Hatami

JAKARTA - Upaya untuk mengurangi emisi karbon dan beralih ke energi terbarukan semakin giat dilakukan. Salah satu pendekatan yang tengah mendapat perhatian di Indonesia adalah reforestasi atau penghijauan kembali lahan kritis untuk menyediakan bahan baku bagi program co-firing biomassa di pembangkit listrik. 

Program ini tak hanya bertujuan mendukung transisi energi nasional, tetapi juga memperbaiki lingkungan yang telah terdegradasi. Menurut peneliti dari Alpha Research Database, Ferdy Hasiman, reforestasi memainkan peran penting dalam menyediakan bahan baku berkelanjutan bagi co-firing, yang menjadi bagian dari upaya mengurangi ketergantungan pada batu bara dan mengurangi emisi karbon.

Menurut Ferdy, penanaman pohon di lahan kritis memulihkan fungsi ekosistem, menyediakan biomassa sebagai sumber energi terbarukan, dan memperbaiki kondisi lingkungan yang terdegradasi.

”Dengan menanam kembali pohon-pohon di lahan kritis, kita tidak hanya memproduksi sumber energi terbarukan, tetapi juga mengembalikan fungsi ekosistem yang hilang," papar Ferdy Hasiman di Jakarta, belum lama ini.

Apa Itu Reforestasi?

Reforestasi adalah proses menanam kembali pohon di lahan yang telah mengalami deforestasi atau degradasi. Tujuannya untuk mengembalikan ekosistem hutan, yang tidak hanya menyediakan oksigen bagi lingkungan tetapi juga menjadi habitat bagi berbagai satwa dan membantu mengatur siklus air serta iklim. 

Dengan reforestasi, lahan kritis yang sebelumnya gersang dapat kembali hijau, memberikan manfaat ekologis, ekonomi, dan sosial yang berkelanjutan. Dalam konteks penyediaan biomassa untuk co-firing di pembangkit listrik, reforestasi berfungsi sebagai penyedia bahan baku terbarukan. 

"Pohon yang ditanam dalam program reforestasi bisa menghasilkan kayu, sisa tanaman, atau bahan organik lain yang kemudian diolah menjadi pelet biomassa," tambah Ferdy.

Pohon-pohon yang ditanam pada lahan kritis, seperti pohon indigofera, dipilih karena jenis tanaman ini memiliki kemampuan menyimpan air dan mengembalikan kesuburan tanah. Selain itu, ranting dan cabang pohon ini dapat diolah menjadi biomassa, yang kemudian digunakan sebagai bahan bakar pendamping batu bara dalam proses co-firing.

Mengenal Co-firing Biomassa

Co-firing adalah teknik pembakaran bersama batu bara dengan biomassa untuk menghasilkan listrik di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Biomassa, yang dihasilkan dari tanaman yang tumbuh kembali, memiliki keunggulan karbon netral.

Tanaman menyerap karbon dioksida (CO₂) selama pertumbuhannya, sehingga ketika biomassa dibakar, karbon yang dilepaskan ke atmosfer setara dengan yang telah diserap sebelumnya.

Program co-firing di PLTU ini dilakukan oleh PLN sebagai bagian dari inisiatif untuk mengurangi emisi karbon sekaligus mengurangi konsumsi batu bara. Dengan mencampur biomassa bersama batu bara, PLTU bisa beroperasi lebih ramah lingkungan, menghasilkan lebih sedikit emisi karbon, dan berkontribusi dalam upaya mitigasi perubahan iklim.

Program ini juga melibatkan masyarakat lokal dalam pengembangan dan pengelolaan biomassa, sehingga memberikan manfaat ekonomi tambahan bagi mereka yang tinggal di sekitar lahan kritis.

Pohon Indigofera sebagai Pilihan untuk Biomassa

Pohon indigofera merupakan salah satu jenis pohon yang dipilih untuk program reforestasi ini. Selain tumbuh dengan cepat, indigofera memiliki kemampuan menyimpan air, yang membantu memulihkan lahan kritis dan meningkatkan kesuburan tanah.

Cabang dan ranting pohon ini diolah menjadi biomassa yang dibeli oleh PLN sebagai bahan campuran untuk batu bara dalam co-firing.

Manfaat Ekologis dan Ekonomi dari Reforestasi

Selain menghasilkan biomassa, reforestasi di lahan kritis juga membawa berbagai manfaat ekologis. Proses penghijauan kembali membantu memulihkan fungsi ekosistem, meningkatkan kesuburan tanah, dan menyediakan tempat tinggal bagi flora dan fauna lokal. Lahan yang sebelumnya tandus bisa menjadi area hijau yang mendukung kehidupan berbagai spesies serta menjaga kualitas air dan udara.

Dari sisi ekonomi, program ini menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat setempat. Masyarakat dapat terlibat dalam proses penanaman, perawatan, hingga pengolahan biomassa, sehingga mendapatkan penghasilan tambahan.

Program ini juga memberikan peluang investasi di sektor energi terbarukan, yang diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada energi fosil serta membangun ekonomi yang lebih ramah lingkungan.

Dengan ketersediaan lahan yang luas dan iklim tropis yang mendukung pertumbuhan tanaman, Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan biomassa sebagai sumber energi terbarukan. 

Melalui program co-firing biomassa, diharapkan Indonesia dapat mengurangi ketergantungannya pada batu bara dan menurunkan emisi karbon. Program ini selaras dengan upaya transisi energi yang bertujuan mencapai target bauran energi terbarukan sebesar 23% pada tahun 2025, seperti yang dicanangkan dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN).