Mengenal Stoikisme, Filosofi yang Membawa Hidup Lebih Tenang dan Bahagia
- Stoikisme adalah ilmu filsafat dari zaman Yunani kuno awal abad 301 SM.
Gaya Hidup
JAKARTA—Salah satu tujuan hidup kita tentu mencapai kebahagiaan. Namun kebahagiaan tentu saja tak bisa datang sendiri.
Kitalah yang harus menciptakannya. Terkadang kebahagiaan bisa sirna apabila kita terlalu fokus pada pendapat orang mengenai kita.
Belakangan filsafat Stoikisme banyak dipelajari manusia modern untuk mencari kebahagiaan sejati. Kebahagiaan yang berasal dari diri sendiri, bukan sebaliknya. Lalu apa itu sebenarnya Stoikisme? Bagaimana filsafat ini bekerja untuk menuju hidup lebih tenang dan bahagia?
Stoikisme adalah ilmu filsafat dari zaman Yunani kuno awal abad 301 SM. Aliran ini kali pertama dibidani filsuf bernama Zeno dari Citium. Stoikisme menjadi salah satu ilmu filsafat pertama yang bersifat universal. Sebelumnya para filsuf selalu memandang Yunani sebagai bangsa dengan peradaban tertinggi.
- Prakiraan Cuaca Hari Ini dan Besok untuk Wilayah DKI Jakarta
- Jangan Sembarangan Instal! Ini 5 Aplikasi ChatGPT Palsu yang Harus Diwaspadai
- Menang Lotere Rp20 Triliun, Orang Ini Kaya Mendadak
Setelah Zeno, Stoikisme kemudian dikembangkan oleh sejumlah tokoh seperti Seneca, Epictetus, dan Marcus Aurelius. Sampai sekarang, pemikiran mengenai Stoikisme masih terus berkembang dan tetap relevan dengan kehidupan manusia modern.
Filosofi Stoikisme menekankan bahwa semua hal dalam hidup ini bersifat netral. Interpretasi manusia sendiri yang membuat hal-hal tersebut menjadi baik atau buruk. Para filsuf Stoik menilai kebahagiaan tidak seharusnya dikejar. Stoikisme mengajarkan manusia lebih fokus mengendalikan emosi negatif sehingga hidup lebih tenang dan tak terbebani.
Selain mengontrol emosi negatif, Stoikisme membantu kita mensyukuri segala sesuatu yang dimiliki saat ini. Para Stoa (penganut ajaran Stoikisme) percaya ada keadaan yang tidak bisa diubah. Yang bisa diubah hanyalah respons kita terhadap keadaan tersebut. Intinya, manusia dilatih untuk merespons segala sesuatu secara rasional. Hal itu selaras dengan tujuan utama aliran ini yakni pengendalian diri.
- Persediaan Bahan Bakar AS Melonjak, Harga Minyak Dunia Berpotensi Melemah
- Jadi FSRU Terbesar di Indonesia, Segini Kapasitas Regasifikasi yang Mampu Dilakukan FSRU Jawa Satu
- Siap-Siap, Masuk Ancol Bakal Gratis Sebulan Sekali
- Taman Satwa Taru Jurug Tampil Baru Sebagai Solo Safari, Buka Tanggal 27 Januari 2023
Dikotomi Kendali
Stoikisme mendefinisikan hidup menjadi dua bagian yakni dimensi internal dan dimensi eksternal. Kalagan Stoa menyebutnya sebagai dikotomi kendali.
Dimensi internal adalah segala sesuatu yang berada dalam kendali penuh diri kita. Adapun dimensi eksternal adalah sesuatu yang berada di luar kontrol kita. Hal ini seperti tanggapan orang lain, pujian orang lain atau apa yang orang lain pikirkan.
Untuk mencapai kebahagiaan dan ketenangan hidup, Stoikisme mengajarkan agar fokus pada dimensi internal atau pikiran kita sendiri. Semakin kita berusaha mengendalikan apa yang ada di luar kita, kita akan terbawa ke perasaan kecewa, frustrasi bahkan patah hati.
Hal ini karena kita tidak bisa mengubah atau menentukan respons orang lain. Fokus kebahagiaan yang diajarkan Stoikisme ada dalam diri manusia masing-masing.