Mengenal Strategi dan Brutalnya Perang Kota
- JAKARTA-Jika ingin mengakhiri perlawanan Ukraina, Rusia mau tidak mau harus merebut dan menguasai Ibukota Kyiv dan kemudian meruntuhkan pemerintahan yang ada. D
Nasional
JAKARTA-Jika ingin mengakhiri perlawanan Ukraina, Rusia mau tidak mau harus merebut dan menguasai Ibukota Kyiv dan kemudian meruntuhkan pemerintahan yang ada. Dan untuk bisa mencapai tujuan tersebut, maka Rusia harus terlibat dalam salah satu perang paling brutal yang dikenal sebagai perang kota.
Rusia bisa saja menghancurkan Kyiv dengan serangan jarak jauh. Tetapi melihat situasi yang berkembang sekarang ini, Ukraina sepertinya tidak akan menyerah meski dihancurkan. Mereka akan terus mempertahankan kota dalam kondisi apapun.
Situasi ini menjadikan Rusia mau tidak mau mengirimkan pasukan ke Kyiv untuk menguasainya. Dan seperti perang kota pada umumnya, ini tidak akan mudah.
- Akan Fokus ke Bisnis Inti, MNC Vision Lepas 99,99% Saham MNC OOT ke MSIN
- Kurs Dolar Hari Ini: Suku Bunga AS Direspons Positif, Kurs Rupiah Berpotensi Menguat Kembali
- 3 Kesalahan dalam Menggunakan Lampu Hazard
Lance Davies, seorang spesialis pertahanan di Royal Military Academy Sandhurst di Inggris mengatakan, operasi darat di kota-kota yang bermusuhan akan sangat sulit untuk dilawan. Menurutnya operasi perkotaan adalah mimpi buruk terburuk bagi pasukan militer, komandan dan pemimpin politik.
Kedua pihak hampir pasti akan terjebak dalam pertempuran brutal dari rumah ke rumah. Dan serangan terhadap Kyiv akan membutuhkan komitmen besar dalam sumber daya dan tenaga.
Pertempuran di kota-kota adalah fenomena yang relatif modern. Di Zaman Kuno dan Abad Pertengahan, tentara akan mengepung kota-kota. Tetapi pertempuran biasanya terjadi di benteng mereka dan penduduk sering kelaparan hingga dipaksa tunduk.
Sejarah perang kota
Setelah itu pertempuran dilakukan di ruang terbuka antara kedua pihak. Bukan di daerah berpenghuni. Baru pada Perang Dunia II formasi militer Barat mengalami pertempuran sengit dan sering terjadi di kota-kota.
Ibu dari pertempuran tersebut adalah pertempuran Stalingrad pada tahun 1942-1943 antara pasukan Soviet dan Nazi, yang menewaskan sekitar dua juta orang.
Mayor Jayson Geroux, seorang instruktur di Pusat Pelatihan Tempur Pasukan Kanada dan pakar terkemuka dalam perang perkotaan mengatakan faktanya peperangan secara umum telah berubah menjadi perkotaan di abad ke-21. Sekitar 55 persen dari populasi dunia sekarang tinggal di kota-kota dan dengan sebanyak satu juta lebih orang pindah dari pedesaan ke kota setiap tahun di beberapa negara berkembang.
Kota-kota kini menjadi sangat strategis karena merupakan pusat pengaruh politik, sosial, ekonomi dan budaya. Semakin banyak pemimpin politik dan militer yang memahami bahwa jika Anda menguasai kota, Anda mungkin dapat mengontrol seluruh negara.
Tren itu tampaknya benar untuk perang Ukraina ini mengingat tujuan maksimalis Putin untuk menggulingkan pemerintah Ukraina. Tetapi jika ingin merebut Kyiv berarti harus mengirim pasukan infanteri ke jalan-jalan dan pertempuran akan intens.
- Ingin Kaya Raya? Coba Tiru Cara Mengelola Keuangan ala Warren Buffett
- Elon Musk dan Grimes Punya Anak Kedua, Namanya Terinsipirasi dari Superkomputer hingga Karakter Film!
- Uang Terbatas, Pilih Menabung Dana Darurat atau Membayar Utang? Ini Penjelasannya
Jika peta militer dua dimensi, kota adalah ruang pertempuran tiga dimensi dengan sebagian besar vertikal. Di wilayah seperti ini pasukan yang mempertahankan kota dapat menembak penyerang dari dalam gedung atau di belakang rintangan yang tak terhitung jumlahnya. Mereka juga dapat bergerak dari satu tempat ke tempat lain di terowongan kereta bawah tanah, selokan dan jalur bawah tanah lainnya.
Geroux menambahkan menghancurkan posisi musuh dalam struktur bata dan beton membutuhkan amunisi empat kali lipat. Korban cenderung tiga sampai enam kali lebih besar di jalan-jalan kota daripada lanskap terbuka. Sementara tentara membutuhkan dua setengah kali lebih banyak air dan jatah makan karena tuntutan pertempuran.
Di medan perkotaan, menurut Geroux musuh ada di atas, di depan, di bawah, dan di belakang. “Di Kyiv tentara Ukraina didukung dengan pejuang sipil. Dan ini akan menjadikan situasi semakin sulit,” katanya dikutip France24.
Tetapi teknologi modern memang menawarkan penyerang beberapa keuntungan yang tidak mereka miliki di masa lalu. Salah satunya sensor pendeteksi panas yang dapat menunjukkan apakah sebuah gedung apartemen ada orang atau tidak.
Lalu ada bom termobarik yang melepaskan awan gas yang dapat merayap ke dalam gedung dan di bawah tanah kemudian meledak. Ini akan memberi pasukan penyerang keunggulan tersendiri.
Namun dibutuhkan sejumlah besar pasukan darat Rusia untuk merebut kota seperti Kyiv blok demi blok. Pensiunan Jenderal David Petraeus yang memimpin pasukan Amerika dalam perang Irak dan Afghanistan mengatakan biasanya aturan praktis untuk perang kota adalah membutuhkan setidaknya lima penyerang untuk melawan satu personel di pasukan bertahan.
Dalam kasus Kyiv, menurut Petreus mungkin lebih dari itu. Hal ini karena orang Ukraina mulai banyak akal. “Mereka akan bekerja sama untuk mencegah Rusia mengambil daerah perkotaan seperti yang biasa dilakukan infanteri dan senjata gabungan,” katanya dikutip CNN. Bahkan ahli lain dari Prancis yang dikutip France24 menyebut butuh 11 orang untuk melawan satu orang.
Petreus menambahkan pertempuran kota besar mengharuskan penyerang untuk mengambil setiap bangunan dan membersihkan setiap ruangan. Penyerang kemudian harus meninggalkan pasukan di setiap bangunan atau musuh akan kembali. Jadi, ini sangat intensif tentara.
Petreus mengatakan cara ini yang digunakan Amerika untuk menguasai kota-kota selama Perang Irak seperti Ramadi dan Fallujah serta sebagian Bagdad. Intinya Rusia harus memiliki cukup tentara untuk melakukan perang kota di Kyiv.
John Spencer dari Modern War Institute di akademi militer Amerika West Point mengatakan pertempuran kota adalah penyeimbang yang hebat. Pertahanan adalah bentuk perang terkuat, dan kota adalah spons yang menyerap pasukan dan sumber daya.
Spencer sendiri selama lebih dari 25 tahun menjadi tentara infanteri, termasuk dua kali penempatan ke Irak.
Keuntungan utama bagi pasukan yang mempertahankan kota adalah bisa mengarahkan gerak lawan dengan hambatan dan rintangan. “Kendaraan rusak, penghalang beton, dan puing-puing bangunansemuanya dapat digunakan untuk membentuk lingkungan dan memaksa musuh ke ruang sempit,” katanya melalui Twitter-nya.
Spencer mencontohkan apa yang terjadi pada tahun 2004 di Kota Sadr, Irak. Saat itu lemari es, mesin kendaraan, gulungan kawat berduri, perabotan kayu, tumpukan sampah yang terbakar hingga daging busuk digunakan milisi untuk membangun rintangan. Banyak kota sudah memiliki penghalang untuk membatasi pergerakan kendaraan.
Panjang dan berat
Ini menjadikan perang kota akan berlangsung lama. Pada 2016-2017 misalnya, pasukan Irak membutuhkan waktu 8 bulan untuk bisa merebut Mosul yang dikuasai ISIS
Bangunan besar atau struktur bertulang lainnya dapat diubah menjadi titik pertahanan yang kuat. Pada tahun 1942 misalnya, selama Pertempuran Stalingrad, pasukan Rusia bertahan di satu kompleks apartemen empat lantai yang menghadap ke alun-alun besar selama 58 hari. Dari tempat ini mereka bisa menangkis infanteri dan serangan mekanis Jerman yang tidak terhitung jumlahnya.
- Akan Fokus ke Bisnis Inti, MNC Vision Lepas 99,99% Saham MNC OOT ke MSIN
- Kurs Dolar Hari Ini: Suku Bunga AS Direspons Positif, Kurs Rupiah Berpotensi Menguat Kembali
- 3 Kesalahan dalam Menggunakan Lampu Hazard
Medan perkotaan juga menawarkan keuntungan karena mampu bermanuver dengan sedikit visibilitas dari pasukan penyerang. Menurut Spencer menciptakan lubang melalui dinding interior dan eksterior memungkinkan pasukan bertahan bergerak melalui bangunan dan berganti posisi dengan jarak pandang terbatas.
Menggunakan bangunan dan terowongan yang ada seperti selokan atau jalur kereta bawah tanah memungkinkan pasukan yang membela kota untuk beroperasi dalam kelompok kecil, mungkin tidak lebih dari 3-5 personel dan bertarung dari berbagai posisi.
Spencer mencontohkan di Ibukota Chechnya Grozny yang menjadi tempat beberapa pertempuran antara pasukan Rusia dan Chechnya. Pasukan bertahan memiliki kekuatan tidak teratur yang sangat efektif yang akhirnya menciptakan mimpi buruk bagi musuh."Ini seperti perang di Rumah Sendiri," tambah Spencer.
Lingkungan perkotaan juga merupakan medan yang sempurna untuk penembak jitu. Spencer mengakui saat beroperasi di Baghdad pada 2008, penembak jitu adalah ketakutan terbesarnya,
Dalam lingkungan yang begitu dekat dan dengan visibilitas yang buruk, bahkan penembak jitu dengan pelatihan terbatas dapat secara efektif menyerang target dari titik tembak yang tidak terhitung jumlahnya. Ketika seseorang menembaki Anda dan Anda tidak dapat melihat dari mana asalnya, itu akan menciptakan kekacauan,” kata Spencer.