Mengeruk Potensi Penerimaan Pajak Orang Kaya Demi Mengurangi Ketimpangan Perekonomian Indonesia
Setahun lebih Indonesia dilanda pandemi COVID-19, tingkat ketimpangan perekonomian pun kian tampak. Jarak pendapatan antara masyarakat kaya dan miskin semakin melebar usai dihantam pandemi.
Industri
JAKARTA – Setahun lebih Indonesia dilanda pandemi COVID-19, tingkat ketimpangan perekonomian pun kian tampak. Jarak pendapatan antara masyarakat kaya dan miskin semakin melebar usai dihantam pandemi.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan rasio gini Indonesia pada September 2020 mencapai 0,385. Angka itu merangkak naik dari 0,381 pada Maret 2020 dan 0,380 pada September 2019. Padahal, rasio gini Indonesia tercatat menyusut pada periode 2014-2019.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan kondisi ini menjadi pekerjaan besar pemerintah dalam masa pemulihan ekonomi nasional ini.
Ketimpangan di perkotaan lebih besar dibandingkan di pedesaan. BPS melaporkan rasio gini di perkotaan pada September mencapai 0,399 atau meningkat dibandingkan Maret 2020 yang sebesar 0,393.
Sementara itu, rasio gini di pedesaan terpantau berada di angka 0,319 pada September 2020, naik tipis dibandingkan Maret 2020 yang sebesar 0,317. Rasio gini sendiri dinyatakan dalam rentang 0-1. Ketimpangan terjadi bila skor rasio gini semakin mendekati angka 1.
“Bagi kelompok pengeluaran 40% terbawah yang alami tekanan keuangan selama pandemi, pemerintah disarankan menambah alokasi dana perlindungan sosial. jangan terburu-buru pangkas belanja,” kata Bhima saat dihubungi TrenAsia, Senin 10 Mei 2021.
Seperti diketahui, pemerintah memutuskan memangkas dana perlindungan sosial program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021. Pagu dana perlindungan sosial susut menjadi Rp157,4 triliun pada 2021 dari sebelumnya Rp203,9 triliun pada 2020.
Keputusan tersebut, kata Bhima, membawa potensi semakin melebarnya ketimpangan perekonomian masyarakat. Apalagi, sebanyak 40% masyarakat ekonomi lemah diketahui masih mengandalkan dana bantuan sosial (bansos) untuk memenuhi kebutuhan harian.
Saatnya Menerapkan Pajak Orang Kaya
Di sisi lain, simpanan ‘orang kaya’ terus mengalami kenaikan. Itu artinya, simpanan masyarakat kelas atas ini terus tumbuh meski ada pandemi COVID-19.
Menurut data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), simpanan masyarakat di perbankan dengan nominal di atas Rp5 miliar tumbuh 13,2% year on year (yoy) menjadi Rp3.283 triliun per Februari 2021.
Sementara simpanan masyarakat dengan nominal di bawah Rp100 juta hanya mampu tumbuh 5,9% yoy menjadi Rp907 triliun.
Bhima menyarankan pemerintah untuk meningkatkan kontribusi pajak orang kaya. Pasalnya, kontribusi pajak masyarakat berpendapatan tinggi tercatat hanya 0,8% atau Rp1,6 triliun terhadap keseluruhan penerimaan pajak penghasilan (PPh) pasal 21.
“Sementara untuk kelompok atas selama pandemi, mereka cenderung mengamankan asetnya di simpanan bank. untuk kelompok atas mau tidak mau harus dinaikkan pajaknya,” terang Bhima
Bhima mengatakan pemerintah untuk melepas trickle down effect seperti yang dilakukan Amerika Serikat. trickle down effect sendiri merupakan teori ekonomi yang menyebut mengurangi pajak atas bisnis masyarakat berpendapatan tinggi bisa merangsang investasi bisnis dan menguntungkan seluruh kalangan masyarakat.
Melansir buku Politik Pembangunan Order Baru: Industrialisasi, Swastanisasi, dan Pertumbuhan Ekonomi, konsep ini diterpkan di Indonesia pertama kali pada masa Orde Baru . Kala itu, pemerintah hanya berfokus terhadap industrialisasi untuk menggenjot perekonomian.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
Konsep tersebut dinilai Bhima mesti ditinggalkan karena nyatanya kontribusi orang kaya terhadap perekonomian masih sangat minim. Dirinya mendorong pemerintah mengikuti jejak Amerika Serikat (AS) yang meningkatkan pajak capital gain masyarakat berpendapatan tinggi hingga 43,4%.
“Cara di AS era presiden Joe Biden di mana strategi utama adalah naikan tarif pajak untuk orang super kaya. Selain bermanfaat untuk tekan ketimpangan, pengenaan pajak orang kaya yang lebih tinggi akan sumbang penerimaan negara,” ujar Bhima.
Bhima beranggapan menaikkan pajak bagi masyarakat berpendapatan tinggi tidak akan mengganggu konsumsi. Hal itu tidak lepas dari banyaknya aset yang dimiliki orang kaya ini di bank sehingga kemampuan konsumsi masih prima.
International Monetary Fund (IMF) dalam laporan bertajuk World Economic Outlook: Managing Divergent Recoveries menyebut negara-negara di dunia untuk meningkatkan pajak progresif dari masyarakat kelas atas.
Menurut IMF, strategi tersebut bisa menjadi siasat baru untuk mengurangi beban fiskal negara akibat biaya penanganan COVID-19.
“Perubahan pajak sesuai dengan profit yang dihasilkan wajib pajak,” tulis IMF yang dikutip Senin, 10 Mei 2021. (RCS)