Ilustrasi rupiah digital.
Fintech

Menggali Peluang dan Tantangan Masa Depan Rupiah Digital

  • Lebih dari 98% bank sentral sedang melakukan riset, eksperimen, uji coba, atau meluncurkan Central Bank Digital Currency (CBDC).

Fintech

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA -  Sejak diperkenalkan pada tahun 2022 sebagai pelengkap sistem pembayaran masa depan Indonesia, Rupiah Digital terus menarik perhatian. Meski demikian, masih banyak pihak yang belum memahami secara mendalam kegunaan dan manfaat dari Rupiah Digital yang akan diterbitkan oleh Bank Indonesia. 

Oleh karena itu, serangkaian edukasi pun dilakukan untuk mengupas masa depan Rupiah Digital. Salah satu inisiatif  diselenggarakan oleh Institute of Chartered Accountants in England and Wales (ICAEW) bekerja sama dengan Ikatan Akuntan Indonesia dan Bank Indonesia, serta didukung oleh SW Indonesia pada 14 Mei 2024 di Jakarta.

Bertajuk Decoding CBDCs: Unveiling the Future of Digital Money, acara ini juga berfungsi sebagai forum diskusi yang membahas berbagai topik mengenai uang dan aset digital. 

Elaine Hong FCA, Direktur ICAEW untuk China dan Asia Tenggara, menyatakan bahwa laporan terbaru dari World Economic Forum menunjukkan lebih dari 98% bank sentral sedang melakukan riset, eksperimen, uji coba, atau meluncurkan Central Bank Digital Currency (CBDC). 

Tujuannya adalah untuk melihat kapabilitas dan meningkatkan akses terhadap uang sentral, termasuk di Indonesia. Pelaku sektor keuangan sangat antusias menyambut inovasi ini, termasuk ICAEW. Hong menegaskan bahwa peran akuntan sangat penting dalam perubahan besar ini. 

“Kami memiliki visi bahwa kami menjadi pemimpin dalam pemanfaatan teknologi baru dan data nantinya. Kehadiran CBDC tentu mewakili perubahan besar dalam lanskap keuangan, dan tentunya pemahaman mengenai implikasinya sangat penting bagi profesi kami,” papar Hong melalui pernyataan ICAEW yang diterima TrenAsia, Selasa, 21 Mei 2024.

Tidak dapat dipungkiri bahwa perubahan digital dan industri keuangan akan terus berinteraksi di masa depan. Dengan hadirnya Rupiah Digital, perubahan akan terjadi di banyak aspek sektor keuangan. 

Oleh karena itu, peran institusi seperti ICAEW yang menaungi akuntan profesional sangat penting untuk mengedukasi dan memperbarui pengetahuan mereka. 

Akuntan dituntut untuk selalu beradaptasi dengan metode baru. Sebagai bentuk teknologi baru yang akan sangat mempengaruhi profesi di sektor keuangan, Rupiah Digital juga menuntut akuntan untuk berada di garis depan perubahan.

Ardan Adiperdana, Presiden Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), menyebutkan bahwa CBDC merepresentasikan pergeseran paradigma dalam evolusi uang dan keuangan, berbeda dengan uang kripto. 

CBDC berfungsi sebagai bentuk digital dari uang fisik yang dikeluarkan oleh pemerintah, dengan keamanan dan stabilitas aset digital bagi konsumen. 

“Karena itu, saya juga mengajak para akuntan agar lebih ahli dan fleksibel untuk kebaruan ini. Dampak CBDC kepada kebijakan moneter dan kestabilan finansial tidak dapat dielakkan karena uang digital menawarkan efisiensi dan transparansi,” ujar Ardan.

Tidak Mengubah Fungsi

Kehadiran Rupiah Digital tidak akan mengubah fungsinya sebagai alat tukar, penyimpanan, dan satuan hitung. Namun, Rupiah Digital akan membuat transaksi di era digital lebih fleksibel dan efisien karena biaya pembuatannya berbeda dibandingkan dengan uang kertas yang harus dicetak. 

Dari sisi keamanan, di era di mana aset kripto sering kali tidak stabil dan dikendalikan oleh entitas yang tidak dikenal, Rupiah Digital dari Bank Indonesia dapat memperkuat ekosistem keuangan digital dan menjaga stabilitas sistem keuangan dari ancaman eksternal seperti penyalahgunaan mata uang kripto.

Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia, Ryan Rizaldy, menyatakan bahwa CBDC tidak menciptakan uang baru sehingga tidak akan mengubah uang. 

Saat ini, Bank Indonesia masih dalam tahap penelitian dan menuju fase menengah. Belum ada waktu pasti kapan Rupiah Digital akan diluncurkan, namun persiapan sudah dilakukan agar bisa diluncurkan saat dibutuhkan. 

“Kami sudah mempersiapkan diri agar bisa diluncurkan saat dibutuhkan. Lain dari uang digital pihak swasta, bank sentral tidak memiliki ekosistem tersendiri. Maka dari itu, bank sentral harus bekerja sama dengan industri, bank komersial dan nonbank untuk mengeluarkan CBDC,” tutur Ryan.

Ryan menambahkan bahwa, berbeda dengan uang digital dari pihak swasta, bank sentral tidak memiliki ekosistem tersendiri sehingga perlu bekerja sama dengan industri, bank komersial, dan nonbank untuk mengeluarkan CBDC.

Rupiah Digital didesain melalui inisiatif Proyek Garuda sebagai upaya mengintegrasikan ekonomi dan keuangan digital secara end-to-end dalam agenda transformasi digital nasional. 

Meskipun pihak swasta atau lembaga non-perbankan dapat menerbitkan uang elektronik sendiri, Rupiah Digital diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai otoritas moneter, melengkapi pilihan alat pembayaran. 

Ketika resmi diterbitkan, Rupiah Digital dapat bersaing dengan e-wallet lainnya yang sudah dikenal masyarakat. Namun, berbeda dengan uang elektronik pihak swasta, basis blockchain dan akun perorangannya membuat Rupiah Digital lebih aman dan mudah dilacak.

“ICAEW sangat mengapresiasi usaha pemerintah dan lembaga keuangan di Indonesia yang sedang berproses melahirkan Digital Rupiah. Semoga inovasi ini membawa energi yang baru untuk perekonomian Indonesia kelak,” tutup Elaine. 

Proyek Garuda Rupiah Digital

Beberapa waktu lalu Bank Indonesia (BI) merilis Laporan Hasil Konsultasi Publik terkait proyek Garuda Rupiah Digital (w-Rupiah Digital). 

Dalam periode 31 Januari hingga 15 Juli 2023, BI berhasil merangkum masukan masyarakat melalui Consultative Paper, yang memberikan pandangan luas terhadap desain atas proyek tersebut.

Melalui laporan berjudul Laporan Konsultasi Publik Proyek Garuda: Wholesale Rupiah Digital Cash Ledger, BI menyampaikan ringkasan eksekutif dari hasil konsultasi publik yang menghasilkan 42 komentar dan masukan dari berbagai pihak, termasuk perbankan, institusi non-keuangan, asosiasi, Kementerian-Lembaga, akademisi, dan masyarakat umum.

Bank Indonesia (BI) merilis Laporan Hasil Konsultasi Publik terkait proyek Garuda Rupiah Digital (w-Rupiah Digital). 

Dalam periode 31 Januari hingga 15 Juli 2023, BI berhasil merangkum masukan masyarakat melalui Consultative Paper, yang memberikan pandangan luas terhadap desain atas proyek tersebut.

Melalui laporan berjudul Laporan Konsultasi Publik Proyek Garuda: Wholesale Rupiah Digital Cash Ledger, BI menyampaikan ringkasan eksekutif dari hasil konsultasi publik yang menghasilkan 42 komentar dan masukan dari berbagai pihak, termasuk perbankan, institusi non-keuangan, asosiasi, Kementerian-Lembaga, akademisi, dan masyarakat umum.

Berikut ini ringkasan dari Laporan Hasil Konsultasi Publik tersebut:

Desain Selaras dengan Ekspektasi Publik

Salah satu aspek utama yang diakui oleh publik adalah keselarasan desain w-Rupiah Digital dengan harapan mereka. 

Tata Cara Kepesertaan Perlu Dirancang Secara Seimbang

Laporan ini juga menyoroti pentingnya merancang tata cara kepesertaan secara seimbang. Distribusi fungsi validating node menjadi poin krusial untuk mengurangi risiko single point of failure. 

Dalam konteks ini, keputusan untuk membuka akses kepesertaan kepada nonbank disambut baik karena dianggap dapat mendorong inovasi dan persaingan usaha yang sehat meski penetapan jumlah validator tetap perlu menimbang efektivitas, efisiensi, skalabilitas, dan resiliensi.

Laporan juga menekankan perlunya pemisahan peran antara wholesaler dan non-wholesaler untuk menjaga stabilitas sistem. 

Perlunya Peran Penerbitan dan Pengelolaan Wallet yang Dialokasikan Secara Tepat

Pengelolaan wallet diusulkan agar dapat diterbitkan langsung oleh BI sementara pengelolaannya diserahkan kepada industri.

BI diharapkan menetapkan standar ketentuan untuk pengelolaan data transaksi guna melindungi privasi dan memastikan efektivitas pengawasan.

BI Sebagai Pengelola Khazanah Rupiah Digital

Dalam mengelola Khazanah Rupiah Digital, laporan merekomendasikan agar tugas ini diberikan kepada BI. Namun, untuk memitigasi risiko single point of failure, fungsi validasi keabsahan token saat penerbitan dapat dijalankan oleh peserta. 

Hal ini dianggap dapat mempercepat proses transaksi, meningkatkan inovasi, dan mengurangi beban operasional BI.

Solusi Terintegrasi dalam Resolusi Gridlock 

Pentingnya solusi terintegrasi juga dipaparkan dalam laporan, terutama dalam menangani gridlock pada Distributed Ledger Technology (DLT). 

Solusi terintegrasi ini berkenaan dengan mekanisme konsensus yang tepat, manajemen antrian transaksi yang efisien, serta penggunaan teknologi yang sesuai, termasuk penggunaan Smart Contract apabila diperlukan.

DLT Permissioned dengan Konsensus Proof-of-Authority Dinilai Optimal

Mekanisme konsensus Proof-of-Authority (PoA) pada DLT permissioned dianggap optimal karena menjanjikan keamanan dan keandalan lebih baik dibanding sistem tersentralisasi.

Pemenuhan Aspek 3I (Interkoneksi, Interoperabilitas, dan Integrasi)

Dalam upaya memastikan transferability lintas platform, laporan menekankan pentingnya standardisasi dan ketersediaan middleware. Langkah ini diharapkan dapat menjamin koeksistensi antara platform w-Rupiah Digital.

Dampak Positif Rupiah Digital 

Secara keseluruhan, implementasi w-Rupiah Digital diyakini akan memberikan dampak positif terhadap sektor moneter, sistem keuangan, dan sistem pembayaran. 

Efisiensi sistem pembayaran, inovasi produk, dan efisiensi pasar diperkirakan akan meningkat, sementara pasar uang dan valas diprediksi menjadi lebih aktif dengan operasionalisasi w-Rupiah Digital yang berjalan 24/7 dan adanya use cases yang lebih beragam.