Ultra Voucher / Facebook @ultravoucherofficial</p>
Pasar Modal

Kupas Tuntas Fundamental Bisnis Ultra Voucher dan Prospek Saham UVCR

  • Selama 6 hari perdagangan setelah resmi melantai di Bursa, saham UVCR telah melonjak sekitar 60%.
Pasar Modal
Drean Muhyil Ihsan

Drean Muhyil Ihsan

Author

JAKARTA – Emiten pengelola Ultra Voucher, PT Trimegah Karya Pratama Tbk telah merampungkan proses penawaran umum perdana saham alias initial public offering (IPO). Perseroan resmi tercatat di Bursa Efek Indonesia pada 27 Juli 2021 dengan kode saham UVCR.

Dalam proses penawaran umum perdananya, perseroan melepas 500 juta lembar saham baru dengan nilai nominal Rp20 per lembar. Sedangkan, harga pelaksanaan berada pada kisaran harga Rp100 per lembar.

Selama 6 hari perdagangan setelah resmi melantai di Bursa, saham UVCR telah melonjak sekitar 60%. Bahkan, permintaan terhadap saham emiten ini sempat berlebih (oversubscribed) hingga 18,6 kali selama masa pembentukan harga (bookbuilding).

CEO Finvesol Consulting, Fendy Susianto mengatakan bahwa permintaan yang tinggi terhadap saham UVCR menunjukkan keyakinan investor atas prospek perseroan. Pasalnya, Ultra Voucher dianggap memiliki keuntungan tersendiri karena bisnisnya yang tergabung dalam ekosistem industri digital.

Namun dari sisi kinerja keuangan, ia menilai bisnis yang dijalankan Ultra Voucher saat ini memiliki marjin yang sangat rendah. Setidaknya, perseroan hanya mendapatkan gross profit margin sekitar 3,5% - 4% dari hasil penjualan voucher. 

“Jadi bisa bayangkan, karena marjin bisnisnya kecil, misal pendapatan mencapai Rp350 miliar, sampai bawah atau laba bersihnya cuma Rp1,5 miliar,” ujarnya saat berbincang dengan TrenAsia.com, Selasa, 3 Agustus 2021.

Modal Ultra Voucher

Selain itu, pria yang akrab disapa OMFin ini menilai bisnis Ultra Voucher syarat akan modal kerja yang tinggi. Sedangkan, modal kerja besar itu harus disokong oleh pembiayaan perbankan. Sebab itu, menurutnya perseroan harus bisa selalu meraih kepercayaan perbankan.

Dengan struktur bisnis seperti itu, ia menyatakan saham UVCR kurang menarik bagi investor jangka panjang. Kecuali, lanjut OMFin, Ultra Voucher mampu memperbaiki dan memperbarui struktur bisnisnya sehingga profitabilitas perseroan dapat meningkat.

Ia berharap perseroan tidak hanya fokus pada penjualan voucher saja, tetapi juga mengembangkan bisnis lainnya di dalam sektor jasa teknologi. Sehingga ke depannya perseroan akan memiliki arus pendapatan lain yang membuat margin revenue semakin tebal.

“Kalau itu berhasil, maka tak menutup kemungkinan ini akan menjadi bagus. Jadi persepsi investor terhadap valuasinya akan meningkat tajam,” imbuhnya.

Jika tidak ada perbaikan struktur bisnis dan perseroan hanya fokus meningkatkan volume penjualan saja, OMFin berpendapat bahwa perseroan akan mengalami pelambatan pertumbuhan. Bahkan, perseroan bisa saja tenggelam kalau tak memiliki inovasi dalam mengembangkan strategi bisnis.

“Jadi unlock value perusahaan ini ada di kreativitas untuk mengembangkan lini bisnis yang bisa memberikan profitabilitas yang tebal. Tapi kalau fokus voucher saja, profitabilitasnya akan stagnan dan cenderung kecil,” papar dia.

Sebelumnya, Chief Operating Officer Ultra Voucher Riky Boy Permata mengungkapkan secara fundamental bisnis Ultra Voucher terus mengalami pertumbuhan yang sangat solid. Tren transaksi digital dan pandemi turut membuat permintaan produk-produk Ultra Voucher meningkat pesat.

"Adanya pandemi COVID-19 selama satu setengah tahun terakhir juga menjadi booster bagi bisnis Ultra Voucher. Kebiasaan baru masyarakat dengan pasar yang makin meluas karena dukungan infrastruktur teknologi, menjadikan peluang bisnis kami juga kian lebar," ungkap Riky beberapa waktu lalu.

Untuk mengoptimalkan potensi pasar yang semakin besar, Riky mengungkapkan bahwa Ultra Voucher akan mempercepat proses transformasi bisnis, yakni dengan pengembangan produk yang lebih besar. 

Baginya, hal ini untuk mempertahankan bisnis yang positif, di mana pada Maret 2021 penjualan tumbuh 110,69% menjadi Rp194,48 miliar dibanding penjualan per Maret 2020. Laba bersih juga melonjak 119,46% menjadi Rp 543,59 juta.

"Mayoritas dana IPO akan kami gunakan untuk pengembangan bisnis perusahaan. Termasuk membangun channel distribusi hingga ke beberapa negara di Asia Tenggara," jelasnya.