Mengintip Kinerja Asuransi Kredit yang Akan Dikenai Kebijakan Risk Sharing dalam Waktu Dekat
- Walaupun pertumbuhan preminya cukup signifikan, peningkatan klaim dari asuransi kredit pun tidak kalah tajamnya.
Perbankan
JAKARTA - Dalam waktu dekat, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan mengeluarkan peraturan mengenai pembagian risiko (risk sharing) asuransi kredit dengan industri perbankan.
Menurut catatan Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), asuransi kredit adalah produk yang menempati tiga terbesar dalam kontribusi preminya terhadap industri asuransi secara keseluruhan.
Per-semester I-2023, kontribusi premi asuransi kredit mencapai 17,2% atau menempati posisi ketiga setelah asuransi properti yang berkontribusi 25,6%, dan asuransi kendaraan bermotor sebesar 20,1%.
Ditinjau dari pertumbuhannya, kinerja premi asuransi kredit pun tergolong cukup impresif di antara segmen lainnya, yakni naik 31,4% secara tahunan dari Rp6,39 triliun menjadi Rp8,4 triliun.
Akan tetapi, walaupun pertumbuhan preminya cukup signifikan, peningkatan klaim dari asuransi kredit pun tidak kalah tajamnya.
Per-semester I-2023, klaim asuransi kredit bertumbuh 31,3% dari Rp4,6 triliun ke angka Rp6,13 triliun.
Secara rasio, kontribusi klaim asuransi kredit pada semester I-2023 bahkan mencapai 30,5%, nomor satu di atas kontribusi klaim asuransi kendaraan bermotor sebesar 16,6% dan asuransi properti 15,6%.
- Upaya Permanen Jepang Keluar dari Stagnasi Ekonomi
- Kenalan dengan Korail, Konsorsium LRT Bali Asal Korsel yang Keuangannya Rugi 10 Tahun Berturut-Turut
- Tangani 7 Laporan Kode Etik, MK Bentuk Majelis Kehormatan
Ketua Umum AAUI Budi Herawan pun sempat mengungkapkan bahwa pembagian risiko ini menjadi penting demi menjaga kekokohan industri.
Pasalnya, walaupun kinerja kredit terus bertumbuh, terutama sejak pandemi COVID-19, namun kehadiran risikonya tetap tidak bisa dipungkiri.
Budi pun mengatakan, risiko kredit perbankan ini dapat menjadi beban, apalagi jika industri perbankan yang bersangkutan kurang selektif dalam menyeleksi debitur.
Maka dari itu, walaupun kontribusi preminya cukup tinggi, namun risiko klaimnya yang tinggi pun perlu dimitigasi oleh pihak-pihak terkait, termasuk OJK.
"Industri perbankan merasa sudah membayar premi berapapun, tapi yang jadi masalah bukan preminya, tapi mitigasi risikonya," papar Budi dalam konferensi pers paparan kinerja asuransi umum semester I-2023 beberapa waktu lalu.
- Arti Silent Treatment yang Termasuk dalam Kekerasan Emosional Sekaligus Cara Menghadapinya
- Mahasiswa UI Manfaatkan Parafin sebagai Media Penyimpan Energi Listrik
- Bukan MiOS, Xiaomi Justru Luncurkan HyperOS Sebagai Pengganti MIUI
Disampaikan oleh Budi, ada kekhawatiran dari industri perbankan bahwa rasio kredit bermasalah atau nonperforming loan (NPL) akan melonjak dengan adanya kebijakan risk sharing ini.
Akan tetapi, menurut Budi, hal itu justru dapat menjadi pendorong juga bagi industri perbankan agar bisa melakukan mitigasi yang lebih baik dalam asesmen penyaluran kredit.
Dengan demikian, kebijakan risk sharing ini diharapkan dapat membantu tidak hanya untuk penguatan industri asuransi, tapi untuk perbankan juga.
Budi pun mengatakan pada saat itu bahwa pihaknya mengusulkan pembagian risiko dengan rasio 70:30 dengan industri perbankan dalam kaitannya dengan pemberlakuan risk sharing ini.