Mengintip Potensi K-Pop Promosikan Keberlanjutan Korsel
- Begitu pula dengan film thriller okultis "Exhuma," yang berhasil menarik lebih dari 10 juta penonton di Korea dan diekspor ke 133 negara, termasuk menarik perhatian 1,8 juta penonton teater di Indonesia hanya dalam waktu 20 hari.
Dunia
JAKARTA - Industri K-Pop dipandang potensial memajukan agenda keberlanjutan. Hal ini sebagaimana dilihat dari pesatnya pengaruh K-Pop secara global.
Lihat saja popularitas konten budaya Korea Selatan yang terus melonjak. Dengan pencapaian luar biasa seperti Jungkook dari BTS yang mencapai lebih dari 1 miliar stream di Spotify dalam satu tahun. Menjadikannya artis solo K-pop pertama yang mencapai pencapaian tersebut.
Begitu pula dengan film thriller okultis "Exhuma," yang berhasil menarik lebih dari 10 juta penonton di Korea dan diekspor ke 133 negara, termasuk menarik perhatian 1,8 juta penonton teater di Indonesia hanya dalam waktu 20 hari.
Di tengah dominasi budaya Korea yang semakin kuat ini, terdapat konsensus yang semakin meningkat di kalangan pelaku industri bahwa Korea Selatan memiliki potensi untuk menjadi pelopor dalam memperjuangkan keberlanjutan, bukan hanya memperluas pengaruh budayanya.
Dengan mempertimbangkan popularitas global dan pengaruh kontennya, Korea Selatan sekarang memiliki kesempatan untuk memimpin gerakan baru dalam mengejar keberlanjutan dalam bidang budaya, serta memainkan peran kunci dalam menciptakan perubahan positif di dunia.
- Makin Mudah! Kemenkeu, Kemenhub, Kemenkes, dan Bank Mandiri Kolaborasi Pangkas Transaksi di Pelabuhan
- Jasa Marga Sebut Bakal Ada Diskon Tarif Tol saat Lebaran 2024
- Sambut Paskah, KAI Tambah 49 Perjalanan KA Jarak Jauh
Dilansir TrenAsia.com dari laman The Korea Times, Menteri Budaya, Olahraga, dan Pariwisata Yu In-chon dalam "Deklarasi Forum Konten K Berkelanjutan" di Content Korea Lab (CKL) di Seoul mengatakan bahwa “Budaya Korea saat ini berada sejajar dengan budaya negara lain, sehingga jika kita (Korea Selatan) membantu mengatasi perubahan iklim dan mendukung pertumbuhan hijau, kita dapat lebih mempromosikan negara kita (Korea Selatan),” terang Yu In-chon.
Selama acara tersebut, kertas juga tidak digunakan untuk pertemuan demi mengurangi konsumsi.
Untuk diketahui, forum tersebut, diadakan oleh Korea Cultural Industry Forum yang sebelumnya dikenal sebagai World Culture Industry Forum (WCIF).
Digelar pertama kali pada tahun 2002, forum ini bertujuan untuk mengumpulkan para pelaku industri dan mendorong pengembangan budaya dan hiburan. Lee Jang-woo, seorang profesor emeritus administrasi bisnis di Universitas Nasional Kyungpook, menyatakan bahwa sekarang adalah saatnya bagi Korea untuk memainkan peran utama dalam masalah seperti krisis iklim, guna menciptakan planet yang lebih berkelanjutan.
Selama forum tersebut, para peserta membaca deklarasi "Kode Hijau," yang menegaskan komitmen mereka untuk menyebarkan kesadaran tentang krisis iklim dan berusaha membangun ekosistem budaya yang berkelanjutan. Mereka juga berkomitmen untuk mencapai netralitas karbon dan aktif berpartisipasi dalam upaya memerangi masalah iklim. Langkah-langkah ini menandai pergeseran penting menuju penerapan prinsip keberlanjutan dalam industri budaya Korea yang semakin berkembang.