prabowo wakil menteri.jpg
Nasional

Mengkaji Dampak Perubahan Struktur Kementerian dalam Pemerintahan Prabowo-Gibran

  • Kebijakan politik Prabowo dengan menambah atau mengubah ubah nama atau nomenklatur kementerian itu sama saja harus siap membuang waktu penataan hingga bisa sampai satu tahun.

Nasional

Muhammad Imam Hatami

JAKARTA - Perubahan struktur kementerian di pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka menarik perhatian akademisi dan pengamat politik. Akademisi Universitas Airlangga (Unair),  Henri Subiakto, menyoroti sejumlah dampak yang mungkin timbul akibat perubahan ini. 

Salah satu poin utama yang disorot Subiakto adalah dampak nomenklatur baru yang dihasilkan dari perubahan nama dan struktur kementerian. Proses penyesuaian terhadap struktur baru ini diperkirakan akan memakan waktu hingga satu tahun. Waktu yang cukup lama ini dapat menghambat kinerja kementerian, karena banyak hal yang perlu disesuaikan, termasuk regulasi dan program kerja. 

“Kebijakan politik Prabowo dengan menambah atau mengubah ubah nama atau nomenklatur kementerian itu sama saja harus siap membuang waktu penataan hingga bisa sampai satu tahun.” terang Subiakto dalam tulisan di akun X-nya, Senin, 21 Oktober 2024.

Selain itu Subiakto menyorot sejumlah aspek yang akan berimplikasi pada kinerja kementrian diantaranya sebagai berikut,

Regulasi dan Anggaran Baru

Perubahan struktur kementerian tidak hanya berkaitan dengan nama, tetapi juga memerlukan pengembangan regulasi, program kerja, dan anggaran yang sesuai dengan struktur baru. Hal ini akan menjadi tantangan tersendiri bagi kementerian, terutama dalam menyusun anggaran yang tepat dan efisien agar bisa berfungsi secara optimal di bawah struktur yang baru.

Selanjutnya, Subiakto menekankan pentingnya pemilihan staf eselon 1 hingga 4 yang harus dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku. Selain itu, perubahan simbol lembaga, seperti logo dan kop surat, juga menyedot banyak waktu dan tenaga.

Koordinasi  Rumit Membawa  Konsekuensi Waktu dan Biaya

Koordinasi antar kementerian menjadi aspek penting lainnya yang perlu diperhatikan. Perubahan struktur kementerian memerlukan sinergi dengan kementerian PAN (Pendayagunaan Aparatur Negara), Kementerian Keuangan, Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional), dan Setneg (Sekretariat Negara), serta pemerintah daerah. 

Subiakto juga mengingatkan bahwa perubahan besar-besaran ini akan memerlukan waktu dan biaya yang signifikan. Hal ini dapat menghambat kerja cepat pemerintah dalam menangani berbagai isu yang membutuhkan perhatian segera. Dalam situasi di mana masyarakat mengharapkan perbaikan yang cepat, keterlambatan akibat restrukturisasi ini bisa berujung pada ketidakpuasan publik.

“Ini juga rumit dan butuh dasar regulasi untuk aturan terkait tupoksi dan penganggaran maupun persoalan SDM. Tiap kementerian baru atau yang berubah harus kordinasi dengan kementerian dalam negeri, untuk menyiapkan struktur yg sesuai hingga di daerah” tambah Subiakto.

Pelayanan Terhambat dan Risiko Korupsi

Dengan adanya perubahan struktur, ASN (Aparatur Sipil Negara) di kementerian yang mengalami restrukturisasi tidak dapat langsung beroperasi. Hal ini berpotensi menimbulkan masalah dalam pelayanan publik, padahal masyarakat mengharapkan adanya perbaikan yang segera. Subiakto menggarisbawahi bahwa kecepatan dan efektivitas pelayanan publik harus tetap menjadi prioritas, meskipun ada proses transisi yang sedang berlangsung.

"Pada saat perubahan masih berproses, maka sebagian besar ASN di kementerian yg berubah gak bisa langsung kerja. Padahal pemerintah Prabowo dituntut dan diharapkan untuk segera melakukan perbaikan. Melakukan pelayanan. Bahkan Pemerintah dievaluasi dan ditunggu kinerjanya dalam 100 hari, dalam setahun dll." ujar Subiakto

Selama transisi, ASN harus tetap bekerja sesuai dengan aturan lama untuk menghindari terjebak dalam praktik korupsi. Ini menjadi tantangan tersendiri karena ketidakpastian bisa menimbulkan celah untuk penyalahgunaan wewenang. Subiakto juga memperingatkan bahwa restrukturisasi yang dilakukan secara besar-besaran dapat mengakibatkan inefisiensi baik dari segi waktu maupun anggaran, yang pada akhirnya mengurangi efektivitas pemerintahan.

Potensi Preseden Buruk untuk Masa Depan

Satu hal yang patut dicatat adalah risiko bahwa kebijakan ini bisa menciptakan preseden buruk dan inkonsistensi pemerintahan di masa depan. Jika presiden selanjutnya tidak sejalan dengan struktur yang telah diubah, hal ini dapat mengakibatkan ketidakpastian dan konflik dalam administrasi pemerintahan. Oleh karena itu, Subiakto mendorong perlunya pemikiran yang matang dalam melakukan perubahan struktural di kabinet.

“Mengubah ubah kementerian juga akan jadi preseden buruk dan inefisiensi waktu maupun anggaran. Presiden baru di 5 tahun mendatang belum tentu cocok dengan struktur yang diubah sekarang. Maka ini juga bisa memunculkan inkonsistensi pemerintahan-pemerintahan di masa depan. Itulah harga pak Prabowo ingin mengakomodasi atau merangkul banyaknya kekuatan politik di negeri ini.” pungkas Subiakto.

Dari analisis Henri Subiakto, jelas bahwa perubahan struktur kementerian di pemerintahan Prabowo-Gibran membawa berbagai tantangan dan risiko yang perlu diperhatikan. Keberhasilan restrukturisasi ini sangat bergantung pada bagaimana pemerintah mengelola transisi dan memastikan bahwa pelayanan publik tetap berjalan efektif.