Menguak Filosofi Ketupat yang jadi Menu Khas Lebaran
- Dalam bahasa Sunda, ketupat atau yang dikenal sebagai kupat, berarti tidak mengumpat, atau berbicara hal buruk pada orang lain. Sementara dalam bahasa Jawa, ketupat merujuk pada ngaku lepat, yang berarti mengaku salah.
Nasional
JAKARTA - Hari raya idulfitri adalah momen yang ditunggu-tunggu oleh umat Islam untuk merayakan kemenangan. Di momen ini, biasanya ada yang namanya tradisi kumpul bersama keluarga besar sambil menyantap hidangan super lezat. Salah satu hidangan yang tidak pernah absen saat Lebaran adalah ketupat.
Setiap hari raya idulfitri, tidak lengkap rasanya tanpa menghidangkan ketupat di meja makan. Makanan khas Indonesia yang terbuat dari beras yang dibungkus dengan janur hijau kekuningan ini seringkali disajikan bersama opor ayam yang lezat dan gurih sebagai pelengkap.
Tidak hanya itu, setiap daerah di Indonesia juga memiliki sajian ketupat khasnya sendiri. Mulai dari ketupat sayur khas Betawi, ketupat glabed khas Tegal, ketupat kandangan dari Kalimantan Selatan, hingga ketupat kapau dari Sumatera Barat.
- Saham ADMR hingga PWON Layak Diburu Kala IHSG Diramal Menguat
- Keran Cuan Pakuwon (PWON) Hingga Laba Melejit 36,8 Persen
- Revitalisasi PLTM Rampung, Sumber Listrik di Wilayah Papua Ini 100 Persen EBT
Tapi, yang mengejutkan, ketupat tidak sekadar menjadi hidangan lebaran belaka. Di balik tradisi kuliner ini, tersimpan sejarah dan filosofi yang mendalam bagi masyarakat Indonesia.
Dilansir dari diskominfo.kaltimprov.go.id, pada Kamis, 28 Maret 2024, ketupat adalah makanan tradisional yang terbuat dari beras dan dimasak dengan cara direbus dalam anyaman janur.
Tradisi ketupat ini bermula dari penyebaran agama Islam di Pulau Jawa oleh Sunan Kalijaga, salah satu tokoh penting dari Wali Songo yang berperan dalam penyebaran Islam di Pulau Jawa.
Sunan Kalijaga menjadikan ketupat sebagai budaya dan filosofi Jawa yang berbaur dengan nilai-nilai Islam. Ini menggabungkan pengaruh budaya Hindu dengan nilai keislaman, menciptakan akulturasi budaya yang unik di antara keduanya. Akulturasi ini adalah hasil dari pertemuan dan saling memengaruhi antara dua budaya atau lebih.
Dalam tradisi yang diperkenalkan Sunan Kalijaga, terdapat Bakda Lebaran dan Bakda Kupat. Bakda Kupat adalah suatu tradisi yang dimulai satu minggu setelah lebaran. Pada hari tersebut, banyak masyarakat yang mulai menganyam dan menyiapkan hidangan ketupat.
Umumnya, ketupat diantarkan kepada kerabat yang lebih tua sebagai lambang kebersamaan.
Sunan Kalijaga membagikan ketupat sebagai alat untuk menyebarkan ajaran Islam. Ini merupakan strategi budaya oleh Sunan Kalijaga untuk mengajak masyarakat Jawa untuk memeluk agama Islam pada masa itu.
Secara perlahan, tradisi Ketupat ini menjadi melekat di Indonesia sebagai hidangan lebaran.
Sementara itu, menurut sejarawan dari Universitas Padjadjaran Bandung, Fadly Rahman, awalnya, ketupat jauh dari tradisi Islam maupun lebaran. Sebenarnya, ketupat sudah dikenal sejak masa sebelum Islam dan tersebar di wilayah Asia Tenggara dengan berbagai nama yang berbeda.
Sebelumnya, masyarakat agraris di Indonesia memiliki tradisi sendiri terkait ketupat, yaitu menggantungkan ketupat pada tanduk kerbau. Tradisi ini dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur atas hasil panen yang telah diperoleh.
Walau terdapat perbedaan dalam kepercayaan zaman dulu, saat ini masyarakat Indonesia masih menjaga tradisi menggantungkan ketupat. Hanya saja, ketupat yang digantung biasanya kosong, dengan harapan dapat menolak masuknya pengaruh negatif.
Filosofi dan Makna Mendalam Ketupat Lebaran
Dilansir dari kemenparekraf.go.id, seorang antropolog Indonesia menafsirkan jika ketupat adalah simbol solidaritas sosial, mencerminkan hubungan timbal balik antara manusia dalam memberi dan menerima.
Ada sejarah yang menyebutkan, beras yang ada dalam ketupat melambangkan nafsu manusia, sementara janur atau jatining nur, dalam bahasa Jawa, melambangkan hati nurani. Dari sini, makna ketupat dapat diartikan sebagai upaya manusia untuk menahan nafsu dunia dengan hati nurani.
Di sisi lain, dalam bahasa Sunda, ketupat atau yang dikenal sebagai kupat, berarti tidak mengumpat, atau berbicara hal buruk pada orang lain.
Sementara dalam bahasa Jawa, ketupat merujuk pada ngaku lepat, yang berarti mengaku salah. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk meminta maaf jika melakukan kesalahan kepada siapapun, sebuah makna yang sangat berkaitan erat dengan momen idulfitri.
Makna Bentuk Ketupat
Bentuk ketupat yang ikonik melambangkan arah kiblat dan kemenangan umat Islam yang sempurna. Sementara, anyaman mencerminkan pentingnya menjaga tali silaturahmi di antara sesama manusia.
- Catat Lokasinya, Hutama Karya Siapkan 6 SPKLU Tambahan di Tol Terpeka untuk Mudik Lebaran
- Laporan SGIE Sebut Indonesia Kekuatan Ekonomi Syariah Terbesar ke-3 di Dunia
- Kenapa Mobil Listrik Kurang Laku Walau Pajaknya Nol Persen?
Selain itu, makna bentuk ketupat juga dapat dilihat dari laku papat atau empat laku. Ini mencakup lebaran yang menunjukkan pintu maaf yang terbuka lebar, luberan yang menggambarkan pemberian sedekah, leburan yang berarti saling memaafkan, dan laburan yang melambangkan pembebasan diri dari dosa.
Jadi, ketupat tidak sekadar menjadi hidangan tambahan saat lebaran. Di balik kenikmatannya, terdapat makna yang dalam bagi umat Islam di Indonesia.