<p>Tanaman Tembakau/ Sumber: ahlitani.com</p>
Industri

Mengukur Efek Domino Kenaikan Cukai Hasil Tembakau

  • JAKARTA – Tak ada habisnya dihimpit berbagai regulasi, industri hasil tembakau (IHT) lagi-lagi meriang dengan rencana pemerintah menaikkan tarif cukai tahun depan. Bagaimana tidak, setelah kenaikan cukai yang tinggi sebesar 23% dan harga jual eceran 35% yang berlaku tahun ini, di waktu yang sama IHT juga turut terdampak krisis akibat pandemi COVID-19. “Sudah ada pabrik […]

Industri
Ananda Astri Dianka

Ananda Astri Dianka

Author

JAKARTA – Tak ada habisnya dihimpit berbagai regulasi, industri hasil tembakau (IHT) lagi-lagi meriang dengan rencana pemerintah menaikkan tarif cukai tahun depan.

Bagaimana tidak, setelah kenaikan cukai yang tinggi sebesar 23% dan harga jual eceran 35% yang berlaku tahun ini, di waktu yang sama IHT juga turut terdampak krisis akibat pandemi COVID-19.

“Sudah ada pabrik yang tidak bisa membayar tenaga kerja, padahal banyak perempuan yang jadi tulang punggung,” kata Kasubdit Hubungan Kerja Direktorat Persyaratan Kerja Ditjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kementerian Ketenagakerjaan Sumondang, Kamis, 10 September 2020.

Menurut data Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) ada sekitar 5,8 juta pekerja yang menggantungkan hidupnya pada IHT, mulai dari sektor di hulu sampai hilir.

Jutaan tenaga kerja tersebut terdiri dari 1,7 juta orang di perkebunan, 4,28 juta pekerja sektor manufaktur dan distribusi.

Dampak ke Petani

Di sisi lain, imbas kenaikan cukai maupun minimum HJE berimbas langsung kepada sisi hulu IHT, yakni para petani.

Kenaikan cukai dan harga rokok membuat penyerapan tembakau di sisi petani tidak optimal dan membuat ketidakpastian harga.

Dengan menghitung dampak luas hingga sisi hulu sektor pertanian, maka perlu ditemukan keseimbangan dan solusi yang sinergis. Penurunan produksi IHT berkorelasi dengan penyerapan bahan baku tembakau dan cengkih.

Data Kementerian Pertanian (Kementan) menunjukkan luas areal tanaman tembakau pada 2020 diproyeksikan mencapai 198.561 hektar dengan volume produksi sebanyak 212.215 ton.

“Ada petani yang sudah membakar daunnya. Sudah ada yang mencabut pohonnya, ini mereka frustrasi,” kata Budidoyo, Ketua Umum AMTI.

Penerimaan Andalan

Tidak cukup diterpa corona, Nota Keuangan rancangan anggaran penerimaan dan bealanja negara (RAPBN) 2021 menyatakan penerimaan kepabeanan dan cukai pada tahun 2021 diekspektasikan masih mampu tumbuh hingga 3,8% (yoy).

Rinciannya, cukai hasil tembakau (CHT) ditargetkan naik dari Rp 164,9 triliun ke Rp 172,76 triliun atau naik 4,8%. Artinya, kenaikan tarif cukai sudah di depan mata, sebab penerimaan cukai menjadi salah satu pos pendapatan yang hampir selalu memenuhi targetnya.

Sehingga, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda mengatakan cukai hasil tembakau (CHT) masih berpotensi menyelamatkan penerimaan negara.

“CHT idealnya bisa jadi penyelamat anggaran penerimaan dan belanja negara (APBN), minimal tidak minus,” kata Huda, dalam webinar secara virtual, Kamis, 3 Agustus 2020.

Perlu Keseimbangan

Kepala Sub Bidang Cukai Badan Kebijakan Fiskal, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Sarno mengungkapkan pemerintah menyadari peran penting IHT bagi perekonomian, sehingga setiap kebijakan terkait disusun dengan tujuan mencapai keseimbangan.

“Pelibatan berbagai kementerian telah dilakukan, bahkan untuk kebijakan pun harus melalui Ratas [Rapat Terbatas],” kata Sarno.

Keseimbangan termasksud adalah kondisi industri IHT, komitmen pro kesehatan, dan kesinambungan penerimaan negara.

“Tidak bisa memang salah satunya yang dominan, di tengah kami juga harus mengejar target cukai yang telah ditetapkan. Kenaikan cukai tinggi ini dampaknya juga rokok ilegal, sulit untuk diberantas apabila sudah masif,” simpul Hary.