Mengukur Efek Kontrak Baru Blok Corridor dan Kenaikan ASP bagi Medco Energi (MEDC)
- Normalisasi harga minyak dinilai akan menjadi sentimen negatif bagi PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) di tengah potensi peningkatan pendapatan dari kontrak penjualan baru dari Blok Corridor dan kenaikan rata-rata jual gas menjadi US$7,7 per MMBTU.
Korporasi
JAKARTA – Normalisasi harga minyak dinilai akan menjadi sentimen negatif bagi PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) di tengah potensi peningkatan pendapatan dari kontrak penjualan baru dari Blok Corridor dan kenaikan rata-rata jual gas menjadi US$7,7 per MMBTU.
Analis Samuel Sekuritas Indonesia Muhammad Farras Farhan memproyeksikan bahwa bisnis migas perseroan akan terdongkrak pada tahun ini, didukung oleh perolehan kontrak baru dan peningkatan average selling price (ASP).
“Namun, karena sifat bisnis ini yang memang memiliki margin rendah, kami memangkas proyeksi margin menjadi 51 persen dan menurunkan estimasi EBITDA dan laba bersih untuk MEDC masing-masing menjadi US$1,1 miliar dan US$314 juta,” ujarnya saat dikonfirmasi, Selasa, 30 Mei 2023.
Farras mengatakan, revisi proyeksi ini berdasarkan proyeksi harga brent menjadi US$80 per barel akibat isyarat Arab Saudi dan OPEC+ terakit risiko pemangkasan jumlah produksi minyak pada 2023.
Pemangkasan Produksi Minyak OPEC+
Baru-baru ini, OPEC+ kembali memangkas produksi minyaknya sekitar 1,16 MMBOPD. Dengan begitu, total pemotongan produksi minyak menjadi 3,66 MMBOPD, setara dengan 3,7% dari permintaan minyak global.
- PGN Rombak Jajaran Direksi, Ini Daftar Terbarunya
- Permintaan Melonjak di Jepang dan China, Penjualan Toyota Naik Hampir 5 Persen
- Diumumkan Sore Ini, Berikut Bocoran Dividen Telkom (TLKM) untuk Tahun Buku 2022
“Selain itu, dengan bergeraknya proyek Geothermal Ijen, MEDC berpotensi mengalami penurunan margin dari bisnis pembangkit listriknya,” paparnya.
Lebih lanjut Farras menerangkan, penurunan harga minyak baru-baru ini karena melemahnya permintaan dari AS dan China, menyebabkan penurunan ASP MEDC menjadi hanya US$77 per barel pada kuartal I-2023, jauh dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebsar US$100 per barel.
“Tesis kami terkait harga minyak yang akan ternormalisasi namun tetap tinggi juga didukung oleh penurunan persediaan minyak mentah AS, yang kami yakini akan berlanjut di kuartal-kuartal mendatang,” pungkasnya.
Pembangkit Listrik jadi Penyokong Utama MEDC
Pada kuartal I-2023, MEDC membukukan pertumbuhan topline yang positif dengan pendapatan sebesar US$558 juta atau naik 14% yoy. Catatan ini terutama didorong oleh bisnis pembangkit listrik yang meroket hingga 255% yoy menjadi US$111 juta.
- Jadwal KRL Jogja-Solo Berubah Mulai 1 Juni 2023, Cek Jadwal Lengkapnya
- Volatilitas Pasar Dorong Sentimen Flight to Quality, Investor Pilih Instrumen Lebih Aman
- Manulife Indonesia Raup Pendapatan Rp12,6 Triliun dan Premi Rp10 Triliun pada 2022
Sementara itu, penjualan migas turun 1,6% yoy menjadi US$393 juta akibat penurunan ASP minyak mentah menjadi US$77,1 per barel atau terkoreksi 22,3% yoy. Kondisi ini justru terjadi ketika terjadi kenaikan produksi migas sekitar 29,9% yoy menjadi 165 MBOPD.
Dari sisi bottomline, perseroan membukukan laba operasional sebesar US$178 juta, turun 10,9% yoy akibat penurunan margin migas sekira 220 bps) dan kenaikan opex mencapai 29,9% yoy menjadi US$54 juta.
Margin operasional perseroan juga turun menjadi 32% yoy. Terakhir, MEDC membukukan EBITDA sebesar US$325 juta atau naik tipis sekitar 3,8% yoy dan laba bersih yang menurun 11,3% yoy menjadi US$80 juta.