Mengukur Harapan Profitabilitas Bank Neo Commerce di Sisa Tahun 2024
- Risiko yang perlu dihadapi oleh Bank Neo Commerce pada sisa tahun 2024 adalah persaingan perbankan digital dan dunia perbankan konvensional yang sangat intens.
Perbankan
JAKARTA – PT Bank Neo Commerce Tbk (BNC/BBYB) terus menunjukkan perkembangan pesat sebagai salah satu bank digital dengan basis pengguna terbesar di Indonesia.
Leonardo Lijuwardi, analis dari NH Korindo Sekuritas, menyampaikan bahwa Bank Neo Commerce saat ini memiliki 26,5 juta nasabah per kuartal pertama 2024, meningkat signifikan dari 16,1 juta nasabah pada kuartal pertama 2022.
Leonardo pun menyebutkan beberapa aspek yang perlu diperhitungkan dalam mengukur harapan profitabilitas Bank Neo Commerce pada 2024 setelah pada kuartal I berhasil membalikkan kerugian menjadi laba bersih.
- Lovely Runner Berakhir, Inilah Rekomendasi Drakor Romantis Fantasi yang Wajib Ditonton
- Gurita Bisnis Peter Sondakh, Ayah dari Crazy Rich Singapura
- Penjualan Premi via Keagenan Masih Anjlok, Industri Tegaskan Tak Akan Kurangi Jumlah Agen
Fokus pada Ekosistem Akulaku
Sebagai bank digital, Bank Neo Commerce juga memfokuskan penyaluran channeling loan pada ekosistem aplikasi Buy Now Pay Later (BNPL) Akulaku. Menurut Leonardo, channeling ke layanan fintech konsumtif ini pun menjadi salah satu aspek yang dapat mendukung kinerja keuangan BBYB.
“Karakter masyarakat Indonesia yang cukup konsumtif ini menjadi salah satu peluang yang ditangkap BBYB. Saat ini, BBYB terus berusaha untuk memanfaatkan jumlah userbase yang besar tersebut sekaligus meningkatkan Average Revenue per-nasabah dan menjaga jumlah nasabah sekaligus melakukan efisiensi operasional untuk mencapai profitabilitas yang stabil,” ujar Leonardo dikutip dari risetnya, Selasa, 11 Juni 2024.
Selain itu, Leonardo pun mengatakan bahwa potensi profitabilitas BBYB didukung oleh Perseroan yang mulai merambah ke layanan perbankan untuk High Net Worth Individuals (HNWI) dan korporat.
Performa Finansial Bank Neo Commerce
Meskipun dua tahun sebelumnya performa BBYB masih tertekan, Leonardo mencatat adanya perbaikan signifikan pada kuartal pertama tahun 2024.
Biaya operasional BBYB pada tahun 2022 mencapai Rp1,62 triliun dan sebesar Rp1,35 triliun pada 2023. Pembentukan biaya cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) yang tinggi, yakni Rp1,07 triliun pada tahun 2022 dan Rp2,76 triliun pada 2023, dikatakan Leonardo sebagai penyebab kerugian bersih sebesar Rp789 miliar pada tahun 2022 dan Rp573 miliar pada 2023.
Namun, pendapatan Net Interest Income (NII) Bank Neo Commerce tumbuh 25% secara year-on-year (yoy) menjadi Rp773 miliar pada kuartal I-2024, dengan Net Interest Margin (NIM) sebesar 19,9% yang meningkat 3,8% yoy.
Baca Juga: Mengupas Bank Digital (Part 2): Belum Terjamin LPS, Nasabah Tak Berani Setor Uang Banyak
“BBYB mulai membukukan keuntungan di 1Q24, dimana efisiensi dan penurunan pembentukan CKPN perlahan yang dilakukan BBYB mulai mengarah pada profitabilitas. BBYB mencetak net profit sebesar Rp14 miliar di 1Q24,” ungkap Leonardo.
Leonardo menambahkan, kualitas portofolio Bank Neo Commerce juga mulai stabil dengan Non-Performing Loan (NPL) di level 3,9% dan coverage ratio NPL di range 150%."
Efisiensi operasional pun terlihat dari penurunan rasio Cost to Income (CIR) yang berada di level 31,8% per-kuartal I-2024 dibandingkan tahun 2022 yang mencapai 86,8% dan tahun 2023 sebesar 41,5%.
- Saham Big 4 Banks Dihampiri Sentimen Positif, Apakah Bakal Rebound?
- Menilik Arah Muhammadiyah Soal Jatah Tambang
- Duduk Perkara Muhammadiyah Tarik Dana dari Bank Syariah Indonesia
Valuasi dan Risiko
Menurut Leonardo, pada harga yang berkisar di Rp240 perlembar saham yang terpantau pada perdagangan Selasa, 11 Juni 2024, BBYB diperdagangkan dengan rasio 0,8x Price to Book Value (PBV).
“Valuasi ini sebenarnya cukup atraktif dan saat ini harga BBYB nampak lebih rasional. Namun, ada beberapa risiko yang menjadi catatan untuk BBYB,” katanya.
1. Persaingan
Leonardo menyebutkan bahwa risiko yang perlu dihadapi oleh Bank Neo Commerce pada sisa tahun 2024 adalah persaingan perbankan digital dan dunia perbankan konvensional yang sangat intens.
“Persaingan digital banking dan dunia perbankan yang sangat intens, baik kompetitor perbankan digital seperti ARTO (Dengan ekosistem GOTO Group), BBHI (Ekosistem CT Corp), Superbank (Grab Group & Emtek Group) dan perbankan digital lain yang mulai baru merilis aplikasinya, sebut saja Bank Saqu (Ekosistem Astra Group),” katanya.
2. Suku Bunga
Fenomena suku bunga (higher for longer) juga disoroti oleh Leonardo sebagai tantangan tersendiri yang dapat menekan kinerja perbankan digital.
Dalam menghadapi risiko-risiko ini, BBYB terus berupaya untuk meningkatkan efisiensi dan memperkuat portofolio untuk mencapai profitabilitas yang berkelanjutan.