Ilustrasi orang di luar bank. (Freepik/pch.vector)
Perbankan

Mengukur Profitabilitas Perbankan Tatkala NIM Terus Merosot

  • Menurut Rully, faktor yang mencerminkan masih tingginya potensi profitabilitas perbankan adalah kinerja kredit perbankan yang telah mengalami pertumbuhan dua digit dalam enam bulan terakhir, dari Desember 2023 hingga Mei 2024.

Perbankan

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA - Rully Arya Wisnubroto, Senior Economist PT Mirae Asset Sekuritas, dalam riset terbarunya membahas potensi profitabilitas perbankan tatkala marjin bunga bersih (net interest margin/NIM) terus mengalami kemerosotan.

Menurut Rully, faktor yang mencerminkan masih tingginya potensi profitabilitas perbankan adalah kinerja kredit perbankan yang telah mengalami pertumbuhan dua digit dalam enam bulan terakhir, dari Desember 2023 hingga Mei 2024. 

Tidak hanya itu, pertumbuhan simpanan di industri perbankan juga mencatat tren positif dalam periode yang sama, dengan kenaikan sebesar 8,6% yoy, tertinggi dalam 17 bulan terakhir. Hal ini dinilai Rully sebagai indikasi bahwa sektor perbankan tetap likuid dan mampu mengelola aset dengan baik.

Profitabilitas Industri Perbankan

Untuk diketahui, NIM perbankan pada Mei 2024 tercatat sebesar 4,56%. Angka tersebut lebih rendah 32 basis poin dari 4,88% yang dibukukan pada periode yang sama tahun sebelumnya. 

NIM perbankan memang terus mengalami kemerosotan. Pada akhir tahun 2023, NIM perbankan berada di level 4,81%. Angkanya terus menciut hingga menjelang pertengahan tahun. 

Menurut Rully, meskipun terjadi penurunan NIM, profitabilitas perbankan Indonesia masih tergolong baik. Ini menunjukkan bahwa perbankan mampu mengelola pendapatan bunga bersihnya dengan efektif di tengah situasi ekonomi yang penuh tantangan.

“Profitabilitas industri perbankan Indonesia masih sangat baik, dengan NIM yang sedikit menurun namun masih cukup baik,” papar Rully.

Kondisi Perbankan di Tengah Tingginya Suku Bunga 

Rully juga menyoroti bahwa kondisi industri perbankan Indonesia tetap kuat meskipun berada di tengah siklus pengetatan kebijakan moneter yang seharusnya memperlambat perekonomian. 

“Kami menilai bahwa pertumbuhan kredit dua digit yang diproyeksikan oleh Bank Indonesia sebesar 10-12% tahun ini masih sangat layak,” ujarnya.

Pengetatan kebijakan moneter biasanya berdampak pada pertumbuhan kredit yang moderat. Namun, industri perbankan Indonesia mampu menunjukkan performa yang solid dengan tetap mempertahankan pertumbuhan kredit yang tinggi.

Penyesuaian Suku Bunga Pinjaman dan Simpanan

Salah satu faktor kunci yang mempengaruhi kondisi perbankan adalah penyesuaian suku bunga. Rully mengamati bahwa permintaan kredit perbankan tetap tinggi meskipun suku bunga tinggi karena bank tidak terlalu agresif dalam menyesuaikan suku bunga pinjaman selama siklus kebijakan moneter yang ketat saat ini. 

“Bank lebih agresif dalam menyesuaikan suku bunga simpanan, yang menyebabkan penurunan profitabilitas namun berhasil menjaga pertumbuhan kredit dan kualitas aset,” paparnya.

Dengan demikian, meskipun ada penurunan profitabilitas, perbankan Indonesia tetap berhasil menjaga pertumbuhan kredit dan kualitas aset. 

Ini menunjukkan bahwa strategi yang diterapkan oleh bank dalam menyesuaikan suku bunga selama siklus pengetatan kebijakan moneter cukup efektif.

Kesimpulan

Rully Arya Wisnubroto menyimpulkan bahwa industri perbankan Indonesia masih dalam kondisi baik dan mampu menghadapi tantangan ekonomi dengan efektif. 

Pertumbuhan kredit yang kuat, likuiditas yang melimpah, serta kualitas aset yang terkelola dengan baik menjadi faktor utama yang menjaga stabilitas sektor perbankan. 

Meskipun terdapat penurunan profitabilitas, industri perbankan Indonesia masih mampu mempertahankan pertumbuhan kredit yang tinggi dan kualitas aset yang baik.

Dengan strategi penyesuaian suku bunga yang tepat, industri perbankan Indonesia diproyeksikan akan terus menunjukkan kinerja positif di masa mendatang.