Daftar Partai Politik Terbesar 2023 Berdasarkan Jumlah Anggota
Nasional

Mengulik Pragmatisme Politik PKS

  • Jika PKS tetap mendukung Anies tanpa mempertimbangkan realitas politik saat ini, mereka menghadapi risiko besar jika Anies tidak berhasil memenangkan kontestasi politik, belum lagi bila PKS kembali mengalami isolasi politik, terutama dari KIM.

Nasional

Muhammad Imam Hatami

JAKARTA - Keputusan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) untuk bergabung dengan Koalisi Indonesia Maju (KIM) dianggap sebagai langkah yang lebih rasional dibandingkan dengan tetap mendukung Anies Baswedan secara penuh. 

PKS, yang selama ini dikenal sebagai pendukung setia Anies, kini memilih jalur yang lebih pragmatis dalam peta politik nasional. Langkah diklaim pengamat, telah mencerminkan perhitungan matang dalam menghadapi dinamika politik yang terus berubah menjelang Pemilu 2024.

Pendiri Rumah Demokrasi, Ramdansyah, menilai langkah PKS untuk bergabung dengan KIM adalah keputusan strategis yang didasari oleh kompromi politik atau yang disebut sebagai koalisi taktis. 

Ramdan mengungkap pilihan bergabung dengan Koalisi Indonesia Maju, yang kemudian menjadi KIM Plus, tentunya menjadi prioritas ketimbang mengusung Anies Baswedan yang menjadi lambang oposisi.

Ramdansyah menegaskan koalisi taktis ini bukan hanya soal loyalitas terhadap tokoh tertentu, tetapi lebih kepada kalkulasi politik yang matang untuk memastikan posisi strategis di pemerintahan mendatang.

"Pilihan bergabung dengan Koalisi Indonesia Maju, tentunya menjadi prioritas ketimbang mengusung Anies Baswedan yang menjadi lambang oposisi," terang Ramdansyah kepada wartawan, beberapa waktu lalu.

Pilih Ikut KIM, Daripada Berjudi Dukung Anies

Bagi PKS, keputusan ini merupakan upaya partai untuk memastikan keterlibatan mereka dalam pemerintahan, yang akan membuka peluang bagi kader-kader partai untuk menempati posisi penting di kabinet. 

Dengan bergabung dalam KIM, PKS dapat memperkuat pengaruh politiknya di tingkat nasional dan menjaga relevansinya dalam dinamika kekuasaan yang terus berkembang. 

Sebaliknya, jika PKS tetap mendukung Anies tanpa mempertimbangkan realitas politik saat ini, mereka menghadapi risiko besar jika Anies tidak berhasil memenangkan kontestasi politik.

"Problemnya adalah memilih Anies berarti menjauhkan partai politik yang bergabung dalam KIM Plus menjauh dari kekuasaan," tambah Ramdansyah.

Ramdansyah juga menggarisbawahi pentingnya fleksibilitas dan kemampuan untuk beradaptasi dalam politik. Dalam konteks ini, bergabung dengan KIM adalah refleksi dari pragmatisme politik PKS. 

Keputusan ini memungkinkan PKS untuk tetap relevan dan berpengaruh dalam pemerintahan, daripada mengambil risiko besar dengan mendukung kandidat yang mungkin tidak memiliki peluang kemenangan, apalagi dari awal Anies tak mau menjadi kader Partai.

"Pilihan Anies untuk tidak menjadi anggota partai mana pun sepertinya sudah menjadi prinsip yang sulit diubah, mungkin masih buruknya persepsi publik mengenai partai politik ikut mempengaruhi sikap keengganan beliau untuk bergabung di partai politik mana pun," pungkas Ramdansyah.

Keputusan ini juga akan memastikan PKS tidak terisolasi dari dinamika politik nasional dan tetap memiliki peran signifikan dalam pemerintahan mendatang.

Keputusan PKS untuk bergabung dengan KIM menjadi sorotan banyak kalangan, mengingat dominasi mereka di Jakarta, di mana pada Pilkada 2024 PKS berhasil meraih suara parpol dan caleg sebanyak 1.012.028 suara atau 19,01 persen, mengungguli PDI Perjuangan yang memperoleh 941.794 suara atau 15,65 persen. 

Lewat langkah ini, PKS berharap dapat terus memperkuat posisinya di kancah politik nasional dan memastikan keterlibatan aktif dalam pemerintahan mendatang.