Ilustrasi warga Muhammadiyah.
Nasional

Menilik Arah Muhammadiyah Soal Jatah Tambang

  • Muhammadiyah menjadi salah satu ormas keagamaan besar yang masih mengkaji pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) bagi mereka. Belakangan, dorongan agar organisasi yang berdiri sejak 1912 itu menolak jatah tambang mulai mengalir. Salah satunya dari mantan ketua umum mereka sendiri, Din Syamsuddin.

Nasional

Chrisna Chanis Cara

JAKARTA—Pemberian izin mengelola tambang bagi organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan menjadi isu yang banyak diperbincangkan beberapa hari terakhir. Ada ormas yang terbuka terhadap tawaran mengelola tambang, ada pula yang memilih hati-hati.

Muhammadiyah menjadi salah satu ormas keagamaan besar yang masih mengkaji pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) bagi mereka. Belakangan, dorongan agar organisasi yang berdiri sejak 1912 itu menolak jatah tambang mulai mengalir. Salah satunya dari mantan ketua umum mereka sendiri, Din Syamsuddin.

Ketua Umum PP Muhammadiyah periode 2005-2015 ini mendorong Muhammadiyah menolak tawaran IUPK yang disodorkan Presiden Joko Widodo (Jokowi). “Saya mengusulkan PP Muhammadiyah menolak tawaran Menteri (Investasi) Bahlil (Lahadalia) atau Presiden Joko Widodo. Pemberian itu lebih banyak mudharat daripada maslahatnya,” ujar Din dalam keterangannya, dikutip Rabu, 5 Juni 2024. 

Ormas yang didirikan KH Ahmad Dahlan ini dinilai perlu konsisten menjadi penyelesai masalah bangsa, bukan menjadi bagian dari masalah. Menurut Din, pemberian konsesi tambang untuk ormas keagamaan seperti NU dan Muhammadiyah dapat dinilai positif sebagai bentuk perhatian pemerintah.

Baca Juga: Pemberian Konsesi Tambang Berpotensi Jerumuskan Ormas Keagamaan

Namun, Din mengingatkan hal itu sudah sangat terlambat. Dia melihat ada motif lain di balik pemberian WIUPK yang terkesan mengambil hati ormas. Menurut dia, pemberian konsesi tambang pada Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) tetap tidak seimbang dengan jasa kedua ormas tersebut.

Din berharap pemerintah melakukan aksi keberpihakan dengan menciptakan keadilan ekonomi, alih-alih hanya memberi konsesi kepada pihak tertentu. “Dunia minerba Indonesia dikuasai beberapa perusahaan saja. Sumber daya alam Indonesia sungguh dijarah secara serakah oleh segelintir orang yang patut diduga berkolusi dengan pejabat,” tuturnya.

Selain itu, pemberian tambang batu bara dilakukan di tengah protes global terhadap energi fosil sebagai salah satu penyebab perubahan iklim dan pemanasan global. “Besar kemungkinan yang akan diberikan kepada NU dan Muhammadiyah adalah sisa-sisa dari kekayaan negara,” ujarnya. 

Dia juga mengingatkan pemberian konsesi tambang potensial membawa jebakan. Mantan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu menyebut sistem tata kelola tambang dengan menggunakan sistem Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Kontrak Karya adalah sistem zaman kolonial. “Sistem ini tidak sesuai konstitusi,” ujar Din. 

Baca Juga: Laudato Si dan Dorongan Agar Gereja Tak Tergoda Izin Tambang

Wakil Koordinator Bidang Pengelolaan Sumberdaya Alam Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik PP Muhammadiyah, Widhyanto Muttaqien, menilai ada upaya menyeret organisasi masyarakat sipil ke pusaran “lingkaran jahanam” dengan pemberian izin tambang untuk ormas. 

Dia menyodorkan beberapa keberatan ihwal asumsi bahwa ormas agama dapat mengelola tambang. Pertama, izin tambang bukanlah ranah organisasi Muhammadiyah dan pengalaman Muhammadiyah secara organisatoris tidak memiliki kompetensi dalam usaha pertambangan. 

Kedua, pasca Pemilihan Presiden isu ini mengemuka sebagai bagian dari proyek terima kasih, setelah sebelumnya proyek serupa yang bertujuan meminang Muhammadiyah pernah dilakukan dengan memberikan konsesi lahan 19.000 Ha kepada Pemuda Muhammadiyah, yang dianggap sebagai tindakan politis. 

“Operasi semacam ini (pemberian konsesi tambang) akan menjerumuskan ormas keagamaan seperti Muhammadiyah dalam praktik tidak terpuji,” ujarnya, dikutip dari kaderhijaumuhammadiyah.id, Rabu.

Ketimbang menerima jatah tambang yang dinilai usang, dia menyebut akan lebih elegan jika Muhammadiyah berinvestasi dalam teknologi energi bersih untuk mengurangi polutan, meminimalkan emisi karbon, dan mengurangi ketergantungan pada sumber daya tidak terbarukan. “Muhammadiyah akan menyumbang sekali lagi pada bumi,” imbuhnya. 

Aset Berlimpah

Muhammadiyah memang dikenal sebagai organisasi yang berdikari, tidak bergantung pemerintah dalam pendanaan. Di usianya yang menginjak 112 tahun pada 2024, aset Muhammadiyah diperkirakan mencapai Rp400 triliun meliputi tanah, bangunan dan kendaraan. 

Hal itu tak lepas dari keberadaan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) yang mampu menghidupi organisasi hingga berkontribusi pada masyarakat luas. Lalu apa saja aset Muhammadiyah? Dikutip dari muhammadiyah.or.id, organisasi itu memiliki 172 perguruan tinggi, yang terdiri atas 83 universitas, 53 sekolah tinggi, dan 36 dalam bentuk lain. 

Muhammadiyah juga memiliki 5.345 sekolah atau madrasah, serta 440 pesantren. Di bidang kesehatan dan sosial, Muhammadiyah punya aset 122 rumah sakit (plus 20 yang sedang dalam pembangunan), 231 klinik, serta 1.012 unit amal usaha kesejahteraan sosial, seperti panti asuhan, disability center, dan senior-care center (lansia).

Untuk tanah wakaf, organisasi ini memiliki 20.465 titik aset luasnya totalnya sekitar 214.742.677 meter persegi. Adapun Muhammadiyah memiliki 12 ribu masjid dan 1.012 amal usaha. Saking kuatnya organisasi, Muhammadiyah juga tak segan memberikan piutang pada pemerintah hingga ratusan miliar untuk urusan kesehatan. 

Pertimbangkan Matang 

PP Muhammadiyah sendiri memilih enggan terburu-buru merespons pemberian izin tambang pada ormas keagamaan. Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti, mengatakan pihaknya mengukur kemampuan diri. Muhammadiyah ingin pengelolaan tambang tidak menimbulkan masalah bagi organisasi, masyarakat, bangsa, dan juga negara.

Dia menyebut belum ada pembicaraan dari pemerintah dengan Muhammadiyah tentang pengelolaan tambang hingga saat ini. “Kalau ada penawaran resmi pemerintah kepada Muhammadiyah, akan dibahas dengan seksama,” ujar Mu'ti akhir pekan lalu. 

Ketua PP Muhammadiyah bidang Tabligh, Dakwah Komunitas, Kepesantrenan, dan Pembinaan Haji-Umrah, M. Saad Ibrahim, mengatakan organisasinya belum mendapatkan tawaran resmi dari pemerintah terkait pemberian IUP kepada ormas keagamaan. 

“Kalau tawaran secara terbuka iya, tapi kalau secara khusus seperti surat masuk itu mungkin belum. Ini akan kami godok lebih dulu secara baik,” kata Saad dikutip dari Antara, Selasa, 4 Juni 2024.  

Saad mengatakan pemberian IUP merupakan hal baru bagi Muhammadiyah. Sehingga, pihaknya pasti akan membahas lebih lanjut mengenai aspek positif, negatif, serta kemampuan Muhammadiyah dalam menerima tawaran tersebut. “Saya kira dalam waktu dekat akan dibicarakan,” ujarnya.