PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (BJBR) berupaya kembangkan ekosistem digital yang lebih masif untuk optimalkan digital banking. / Dok. Bank BJB.
Perbankan

Menilik Dugaan Kejanggalan di Laporan Keuangan Bank BJB, Ada Selisih Rp219 M

  • Ada dugaan kejanggalan dalam laporan keuangan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (Bank BJB/BJBR) tahun buku 2021 senilai Rp219 miliar. Hal itu antara lain terkait dividen Rp14 miliar dan selisih dalam pencadangan kerugian sebesar Rp204 miliar.

Perbankan

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA – Ada dugaan kejanggalan dalam laporan keuangan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (Bank BJB/BJBR) tahun buku 2021 senilai Rp219 miliar. Hal itu antara lain terkait dividen Rp14 miliar dan selisih dalam pencadangan kerugian sebesar Rp204 miliar.

Sementara itu, Bank BJB menyatakan laporan keuangan tersebut sudah dibuat dengan mengikuti ketentuan bursa dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Diketahui, Bank BJB memutuskan untuk membagikan dividen tahun buku 2020 sebesar Rp941,97 miliar kepada pemegang saham. 

Dividen tersebut setara dengan 57% dari keuntungan bersih sebesar Rp1,7 triliun. Dalam laporan arus kas konsolidasi Perusahaan dan anak usaha tercatat adanya pembayaran dividen atas kas sebesar Rp941,97 miliar. 

Namun, dalam laporan ekuitas konsolidasian tercatat dividen kas yang dibayarkan menjadi Rp927, 58 miliar. Adapun selisih Rp14,39 miliar dicatat sebagai pos pemasukan dalam keterangan kepentingan non pengendali.

Kemudian dari catatan laporan keuangan terkait penghapusan kredit yang diberikan perusahaan diketahui mencapai Rp738,77 miliar. Sementara itu, cadangan kerugian yang dihapusbukukan hanya Rp543 miliar.

Dari laporan tersebut, terlihat terdapat selisih antara kredit yang dihapuskan dengan cadangan kerugian sebesar Rp204,7 miliar, atau di laporan keuangan Perusahaan tercatat sebagai perubahan cadangan kerugian penurunan nilai dalam pos lain-lain dengan nilai yang serupa.

Ihwal dugaan kejanggalan laporan keuangan Bank BJB tersebut sempat disampaikan oleh salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat Gerakan Rakyat Peduli Keuangan Negara yang diketuai Evert Nunuhitu kepada Ombudsman Republik Indonesia pada akhir Agustus 2024 lalu.

“Kami telah melakukan Analisa terhadap Laporan Keuangan PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat Dan Banten Tbk dan Entitas Anak  tahun buku 2021 yang telah dipublikasikan kepada publik. Hasil analisa kami menunjukkan adanya dugaan penyimpangan senilai dua ratus sembilan belas miliar seratus dua belas juta rupiah,” tulis laporan lembaga itu.

Mereka menduga adanya kebocoran, rekayasa, atau kemungkinan kesalahan penerapan standar akuntansi keuangan (SAK) dalam laporan keuangan tersebut.

Baca Juga: Bank bjb Konsisten Dukung Industri Kreatif dan UMKM Lokal

Sesuai Standar Akuntansi 

Namun Pihak BJB membantah adanya dugaan kejanggalan dalam laporan tersebut. Menurut penjelasan perseroan, semua langkah yang diambil dalam menyusun laporan keuangan tersebut telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

“Dalam setiap tahapan penyusunan laporan, perusahaan melalui proses audit yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan. Sebelum dipublikasikan, laporan itu sudah mendapat persetujuan dari OJK khususnya standar akuntansi keuangan,” ujar Boy Panji, Pimpinan Divisi Hukum bjb saat ditemui TrenAsia di Bandung belum lama ini. 

Pihaknya telah menyusun laporan keuangan berdasarkan Pedoman Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang berlaku di Indonesia. Sebelum laporan keuangan dipublikasikan, dokumen tersebut melalui berbagai tahapan audit, baik dari audit internal maupun eksternal oleh akuntan publik yang diakui dan di-listing oleh OJK. 

Tujuannya untuk memastikan bahwa teknik akuntansi yang digunakan seragam, transparan, dan sesuai dengan regulasi yang ada. Pihak BJB merasa bingung dengan tuduhan adanya kesalahan dalam pencatatan akuntansi. 

Mereka menegaskan laporan keuangan telah melalui semua tahapan audit yang diperlukan, termasuk oleh pihak Bursa Efek Indonesia, tanpa ada keberatan atau catatan dari para auditor maupun regulator.

Ketidaksesuaian Pencatatan

Sementara itu, pada pos cadangan kerugian penurunan nilai, Bank BJB terlihat adanya pencatatan beban penyisihan kerugian penurunan nilai sebesar Rp792,474 miliar. Menurut catatan Evert, dengan demikian, terlihat juga ketidaksesuaian pencatatan antara debit dan kredit yang dicatat dalam laporan keuangan.

“Sebagai contoh, beban penyisihan kerugian penurunan nilai yang disajikan pada laporan laba rugi sebesar Rp587,759 miliar tidak sesuai dengan jumlah cadangan kerugian penurunan nilai sebesar Rp792,474 miliar. Selisih sebesar Rp204,71 miliar inilah yang menjadi salah satu komponen dalam dugaan penyimpangan dalam laporan keuangan Perusahaan,” tulis laporan yang disampaikan ke Ombudsman tersebut.

Mengenai hal ini, divisi hukum BJB merasa bahwa perdebatan mengenai kaidah akuntansi mungkin terjadi karena adanya perbedaan cara pandang dalam interpretasi teknik akuntansi. Menurut BJB, tantangan utama dalam isu ini adalah cara membaca dan menginterpretasi laporan keuangan. 

Meskipun beberapa pihak merasa tidak puas dengan penjelasan yang diberikan, BJB tetap berpegang teguh pada keyakinan bahwa mereka telah mengikuti kaidah yang berlaku sesuai standar PSAK dan pedoman dari OJK serta BEI.

Pihaknya juga mengaku pernah menerima pertanyaan serupa dalam hal laporan keuangan tahun 2021 tersebut. BJB sebelumnya pernah mendapat surat dari LSM dan pihak yang mengaku sebagai akuntan independen, yang turut mempertanyakan perbedaan dalam pembagian dividen tersebut.