ESG
Nasional

Menilik Jejak ESG pada Hulu dan Hilir Industri Bahan Baku Indonesia

  • Environmental, Social and Governance (ESG) akhir-akhir ini menjadi topik yang diperbincangkan oleh banyak kalangan terutama korporasi dan pengamat

Nasional

Feby Dwi Andrian

JAKARTA - Environmental, Social and Governance (ESG) akhir-akhir ini menjadi topik yang diperbincangkan oleh banyak kalangan terutama korporasi dan pengamat.

Suatu perusahaan yang menerapkan prinsip ESG dalam praktik bisnis serta investasinya berarti turut serta mengintegrasikan keberlangsungan tiga konsep tersebut dalam implementasi setiap kebijakan perusahaan.

Konsep lingkungan (Environmental), sosial (Social) dan tata kelola perusahaan (Governance) telah menjadi pertimbangan dasar bagi para investor dalam melakukan pengambilan keputusan untuk berinvestasi atau tidaknya dalam suatu bisnis atau perusahaan. 

Penerapan ESG di Industri Bahan Baku Indonesia 

Sebagai negara berkembang yang berusaha keluar dari middle income trap, Indonesia bisa memanfaatkan situasi pandemi sebagai momentum untuk mengakselerasi penerapan ESG. 

Apalagi, investasi ESG sedang marak. Banyak investor yang saat ini lebih cermat dalam memilih emiten yang juga memperhatikan aspek etis seperti pengelolaan limbah, kesetaraan gender dan kelompok marginal, hingga tata kelola yang baik. 

Untuk penerapan ESG, Corporate Knights mencatat pasar modal Indonesia saat ini ada di posisi 36 dunia. Kalah jauh dari Filipina yang ada di posisi 30, Singapura di posisi 24, Malaysia di urutan ke-22 dan Thailand di posisi 9. Artinya peluangnya masih besar.

Khusus untuk sektor bahan baku, Guru Besar IPMI Business School sekaligus pakar SDGs, Roy Sembel, menilai bahan baku memang salah satu area yang sangat memerlukan ESG karena itu origin

“Karena dengan bahan baku yang permulaan strateginya salah, mengarah ke arah yang salah, nanti ujungnya justru salah,” kata Roy saat dihubungi TrenAsia pada Jumat, 26 Agustus 2022. 

Menurutnya, inti dari ESG adalah justru kita perlu mengkoreksi cara kita menghasilkan produk selama ini. Apakah mengambil dari bumi, tanah, lautan, dan kemudian tidak dipikirkan untuk hasil akhirnya (menjadi sampah)? Hal tersebut tentu akan berakibat lebih buruk. 

Roy juga menilai bahwa regulasi di Indonesia sudah berjalan, tapi perlu ada beberapa catatan yang perlu disempurnakan.

“Ada beberapa poin yang mesti dikoreksi, seperti dari Kementerian Lingkungan Hidup dan bagaimana juga tata pengelolaan, cara pemrosesannya, kemudian recovery lahan, sebagian besar sudah terpenuhi,” tambah Roy 

Kedepannya harus dilihat juga pelaksanaan dan penegakannya, lalu harus ada evaluasi agar langkah berikutnya bisa lebih baik lagi. 

Roy juga menganggap bahwa penerapan ESG di Indonesia mulai ramai pada 2-3 tahun ke belakang dan sadar bahwa ada manfaat yang dirasakan, apalagi ketika pandemi melanda Indonesia

“Saat COVID-19 melanda dunia, udara semakin cerah, apakah kejadian polusi yang terjadi belakangan ini,karena memang kesalahan manusia? Maka dari itu kita harus memikirkan tata cara, strategi, sehingga nantinya ada nilai tambah bagi lingkungan dan punya peran untuk generasi selanjutnya yang sustainable,” tukas pria lulusan IPB tersebut. 

Lebih lanjut, di Indonesia, Roy melihat sudah ada beberapa perusahaan yang menerapkan ESG ini, khususnya tambang yaitu ANTAM (ANTM) dan juga Vale. Kedua perusahaan tersebut menurut Roy sudah mulai memperhatikan ESG, meskipun belum sempurna dan tentunya harus ada penyesuaian atau penyempurnaan lebih lanjut. 

Kendati demikian, penerapan ESG di Indonesia menurut Roy harus memperhatikan kepentingan stakeholder secara lebih luas, dan bukan hanya kepentingan stockholder atau shareholder.

“Karena dengan memperhatikan kepentingan stakeholder secara seimbang, maka kita bisa menjaga keberlanjutan dari bisnis ini baik dari segi lingkungan hidup, sosialnya, dan juga cara-cara governance-nya bisa terpetakan dan terlaksana dengan baik,” ujar Roy. 

Upaya Pemerintah Membangun Iklim Investasi ESG 

Saat ini, mulai banyak investor dan pengambil kebijakan yang menyadari pentingnya investasi terhadap bisnis yang mengadopsi langkah-langkah Environment, Social, and Governance (ESG) dengan tujuan melindungi bisnis dari risiko yang tak terduga di masa depan. 

Menteri Koordinator Airlangga Hartarto mengatakan berbagai kajian empirik telah membuktikan bahwa implementasi ESG berkorelasi positif terhadap kinerja keuangan perusahaan. 

"Perusahaan dengan penerapan ESG kuat akan lebih mudah memasuki pasar baru dan memperluas operasi, karena lebih banyak negara yang memudahkan penerbitan izin bagi perusahaan macam itu,” ujarnya beberapa waktu yang lalu.

Bisnis dengan tata kelola yang baik (good governance) juga akan mampu menghadapi berbagai tekanan dari regulator, para aktivis lingkungan, serikat pekerja, dan sebagainya.  Di samping itu, konsumen juga lebih menyukai merek produkyang menjunjung nilai-nilai yang baik dan ramah lingkungan. 

Airlangga mencatat, Investasi bertema ESG atau SDG mengalami tren peningkatan seiring semakin pedulinya investor terhadap isu-isu berkelanjutan. 

Pada tahun 2016, Bursa Efek Indonesia mencatat hanya 1 produk ESG di pasar modal, sementara di tahun 2021 jumlahnya meningkat drastis menjadi 15 produk dengan nilai Rp3,45 triliun. Pemerintah pun telah menerbitkan SDG Bond perdana pada 2021 lalu dan juga obligasi bertema SDG senilai total Rp35,2 triliun. 

“Pemerintah Indonesia siap menerapkan prinsip-prinsip ESG untuk mendukung infrastruktur berkelanjutan dan tangguh, namun dibutuhkan pula peranan sektor swasta dalam mengadaptasi standar-standar kualitas SDG,” ujar Airlangga.