Jajaran direksi PT Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN/BBTN).
Perbankan

Menilik Potensi dan Tantangan KPR Tapera dan Skema Subsidi Baru BTN

  • Tapera dan skema SSB baru bisa memberikan dampak positif pada profitabilitas bank, khususnya pada Net Interest Margin (NIM).

Perbankan

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA – PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN/BBTN) tengah bersiap menghadapi perubahan besar dalam skema pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bersubsidi yang baru terkait dengan adanya program iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024.

Berdasarkan hasil riset terbaru dari Stockbit yang ditulis oleh Investment Lead Analyst Rahmanto Tyas Raharja, manajemen BTN mengungkapkan potensi keuntungan dan tantangan dari program Tapera dan skema subsidi selisih bunga (SSB) yang baru.

Dampak Profitabilitas

Dari hasil pertemuan dengan manajemen BTN, Rahmanto mengatakan bahwa Tapera dan skema SSB baru bisa memberikan dampak positif pada profitabilitas bank, khususnya pada Net Interest Margin (NIM). 

Rahmanto pun menilai bahwa skema baru ini dapat meningkatkan loan yield dan volume kredit KPR subsidi yang disalurkan oleh BTN.

Tantangan dalam Pengumpulan Dana

Rahamnto menyebutkan, meskipun ada potensi positif, tantangan tetap ada. Kemampuan BTN untuk mengumpulkan dana pihak ketiga (DPK) yang diperlukan untuk menyalurkan kredit dan mengelola Cost of Fund (CoF) dari DPK tersebut akan menjadi kunci keberhasilan. 

“Hal ini akan menentukan keberhasilan BBTN dalam meningkatkan penyaluran volume kredit KPR dan juga NIM,” ujar Rahmanto dikutip dari risetnya, Rabu, 5 Juni 2024.

Skema KPR Subsidi Baru: Solusi untuk Backlog Perumahan

Program pemerintah yang bertujuan membangun 3 juta rumah subsidi dalam lima tahun ke depan menuntut adanya skema KPR baru. 

Saat ini, skema yang ada hanya mampu mendistribusikan 200 ribu rumah pertahun, jauh dari target yang ditetapkan. Oleh karena itu, skema KPR baru seperti SSB diperlukan untuk mengakomodasi pembiayaan program ambisius ini.

Skema SSB baru yang diajukan melibatkan dana dari Tapera dan pemerintah yang akan ditempatkan dalam dana abadi. Imbal hasil dari dana ini akan digunakan untuk subsidi bunga tetap hingga 5%, sementara pelanggan tetap membayar bunga KPR sebesar 5%. Dengan demikian, loan yield bagi bank dapat mencapai hingga 10%.

Rahmanto memberikan contoh, jika subsidi bunga (SSB) sebesar 4,5% dan bunga yang dibayar pelanggan 5%, maka loan yield yang diterima bank sebesar 9,5%. 

Selain itu, skema ini memiliki jangka waktu KPR selama 30 tahun, dengan subsidi bunga pada 10 tahun awal dan bunga floating pada 20 tahun berikutnya.

Saat ini, skema subsidi KPR yang berlaku adalah Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Dalam skema ini, dana dari pemerintah diberikan kepada bank sebagai Dana Pihak Ketiga (DPK) dengan bunga rendah. 

Bank kemudian menyalurkan dana ini untuk KPR bersubsidi dengan bunga 5%. NIM yang didapat bank dalam skema ini berkisar 3,5%.

Pada skema SSB lama, pemerintah memberikan subsidi selisih bunga sebesar BI Rate, sementara pelanggan membayar bunga 5%. Misalnya, jika BI Rate 6% dan bunga dari pelanggan 5%, maka loan yield yang diterima bank sebesar 11%. Dalam skema ini, subsidi dari pemerintah menjadi biaya karena digunakan untuk subsidi selisih bunga.

Rahmanto menyebutkan bahwa pihak manajemen BTN telah menegaskan skema FLPP akan tetap berjalan sambil menunggu implementasi skema baru. Saat ini, penyaluran KPR subsidi dengan skema FLPP mencapai 56%, sementara skema SSB lama telah turun ke sekitar 40%.

Manajemen juga menjelaskan bahwa subsidi dengan skema FLPP berpotensi dihentikan, namun anggaran pemerintah yang sekarang digunakan untuk FLPP akan dialihkan menjadi dana abadi dalam skema SSB baru. 

Dana dari skema FLPP yang sudah berjalan akan dikembalikan ke pemerintah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.