<p>Suasana lengang akibat tenant yang tutup di area salah satu pusat perbelanjaan di kawasan Pejaten, Jakarta, Jum&#8217;at (10/4/2020). Penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar membuat sejumlah pusat perbelanjaan kembali memperpanjang masa penutupan sampai 19 April sebagai upaya mencegah penyebaran wabah COVID-19. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Industri

Menilik Pusat Perbelanjaan Pasca Pelonggaran PPKM: Pusat Perbelanjaan Masih Sepi, Pendapatan Tenant Belum Pulih

  • JAKARTA – Setelah pemerintah melonggarkan jam operasional untuk mal, pantauan Tren Asia atas suasana ITC Fatmawati masih tampak sepi. Padahal, pusat perbel

Industri

Aprilia Ciptaning

JAKARTA – Setelah pemerintah melonggarkan jam operasional untuk mal, pantauan TrenAsia.com atas suasana ITC Fatmawati masih tampak sepi. Padahal, pusat perbelanjaan biasanya akan ramai pada hari-hari tertentu, seperti weekend atau tanggal merah.

Yanti, salah satu karyawan toko pakaian muslim di lantai dua mengungkapkan, situasi pandemi memberi efek yang signifikan terhadap penjualan. Terutama saat Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat diterapkan, kebijakan ini berimbas pada penurunan pembeli di toko tersebut.

“Saat PPKM, anak-anak dan lansia tidak diperbolehkan masuk ke pusat perbelanjaan, padahal toko ini ‘kan menjual pakaian muslim untuk anak-anak dan wanita dewasa,” ujarnya kepada TrenAsia.com, akhir pekan lalu.

Ia mengaku, penjualannya menurun hampir 90% pada saat awal PPKM Darurat diterapkan di DKI Jakarta selama Juli 2021. Meskipun kini ada pelonggaran PPKM menjadi Level 3, katanya, belum terlihat perkembangan jumlah pengunjung.

“Toko-toko buka setiap hari, tetapi masih sepi pengunjung,” tambahnya. Bahkan, swalayan Hari-Hari di lantai tiga juga sepi. Pasalnya, aturan pengunjung saat pengetatan diterapkan, anak-anak tidak diperbolehkan masuk mal. Padahal, biasanya mayoritas orang tua yang berbelanja datang membawa anak-anaknya.

ITC Fatmawati sendiri beroperasi pukul 10.00 – 20.00 WIB. Berdasarkan pantauan TrenAsia.com, tak sedikit toko yang dijual maupun disewakan. Menurut Yanti, hal ini sudah terjadi lama sejak awal pandemi 2020.

Ruko tersebut awalnya ditempati oleh bermacam-macam pedagang, mulai dari pakaian, aksesori, hingga konter handphone. Penyebabnya pun hampir sama, harga sewa yang terus berjalan, sementara pembeli nyaris tidak ada.

Insentif sewa

Terkait insentif atau diskon sewa, Yanti mengaku pemilik tokonya mendapatkan keringanan penuh alias 100% selama PPKM Darurat dan PPKM Level 4 diterapkan.

Seperti diketahui, pusat perbelanjaan dan mal ditutup sementara pada saat itu, yakni selama 3 Juli – 30 Agustus 2021. Akses pembelian makanan di restoran atau tempat makan pun hanya diperbolehkan untuk take away atau delivery.

Namun, setelah PPKM Level 3 berlaku di wilayah DKI Jakarta mulai 31 Agustus 2021, insentif tersebut tak lagi diberikan. Yanti bilang, biaya sewa toko yang menjadi tempatnya bekerja tersebut berkisar Rp15-20 juta per tahun.

Terkait keringanan sewa tenant di ITC Fatmawati, ternyata tidak semuanya mendapat diskon tersebut. Ini tergantung dengan status kepemilikan. Sebab, apabila toko tersebut sudah dibeli oleh pedagang, maka hak miliknya menjadi perorangan penuh. Dengan kata lain, pedagang tersebut tak lagi membayar sewa ke pengelola.

Seperti halnya Eko, pemilik tenant kacamata di lantai dasar. Kendati bebas dari pembayaran sewa karena hak milik sudah dimilikinya secara penuh, ia mengaku terpaksa harus menutup toko ketika kebijakan PSBB diterapkan pada tahun lalu, yakni awal Maret 2020. Begitu pun saat PPKM Darurat dan PPKM Level 3 diterapkan di DKI Jakarta pada pertengahan tahun ini.

Mengenai hal ini, Tren Asia sudah mencoba menghubungi pihak PT Duta Pertiwi Tbk (DUTI) sebagai pengembang maupun PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE). Namun, keduanya tak merespons atau memberikan konfirmasi hingga tulisan ini diterbitkan.

Penghasilan turun dan inovasi pengembangan mal

Adanya kebijakan PPKM tersebut dirasakan oleh Eko sangat berdampak terhadap pendapatan. “Penghasilan turun hingga 100 persen alias nol rupiah, bahkan minus,” ujarnya.

Sementara itu, terkait strategi penjualan secara online, baik Yanti maupun Eko hanya berjualan secara offline. Keduanya sempat mencoba online, tetapi tidak dilanjutkan lantaran persaingannya yang dinilai sangat sulit. 

“Sulit mengungguli toko-toko yang pelanggannya sudah ribuan,” kata Eko. Alhasil, ia hanya mengandalkan pelanggan yang datang. Meskipun demikian, mereka tetap optimistis atas perkembangan ekonomi ke depan dan berharap pandemi cepat berlalu.

Dalam acara Public Expose secara daring, Selasa, 7 September 2021, manajemen DUTI memang mengakui dampak dari PPKM membuat pengunjung di ITC menurun.

“Karena traffic di ITC sangat sedikit, kami melakukan strategi efisiensi, termasuk efisiensi biaya dengan melakukan penyeimbangan antara pemasukan yang berkurang dan pengeluaran sehingga kinerja EBITDA tidak begitu tergerus,” ujar Head of Investor Relation Christy Grassela.

Saat ini, emiten properti tersebut tengah mengembangkan bisnis melalui digitalisasi mal. Menurutnya, digital dan e-commerce menjadi hal yang tak terelakkan akibat pembatasan ruang gerak di masa pandemi.

“Kami mengikuti perkembangan, salah satunya bekerja sama dengan platform Tokopedia untuk mendigitalisasi tenant-tenant di mal kami,” ujarnya.

Seperti diketahui, DUTI memiliki sejumlah proyek kawasan komersial, seperti ITC di Jabodetabek. Sebut saja ITC Mangga Dua, ITC Cempaka Mas, ITC Roxy Mas, ITC Fatmawati, dan lain-lain. Bisnis ini menjadi bagian dari superblok perseroan.

Pengembangan bisnis daring dilakukan melalui ITC Trade. Menurutnya, inovasi tersebut memiliki keandalan dibandingkan dengan bisnis serupa lainnya.

“Berbeda dengan yang lain, keandalan dari supply barang atau kualitas barang bisa dicek langsung oleh pembeli di offline store kami. Jadi tidak takut terhadap potensi penipuan,” ujarnya.

Jadi, kendati tenant telah digitalisasi dalam platform daring, mereka juga masih memiliki toko langsung yang dapat dikunjungi. Menurut Teky, saat ini terdapat potensi pasar untuk membangun flagship store, meskipun mereka menjual barang secara daring. “Kami sangat memperhatikan kedua segi bisnis tersebut,” ujarnya.

Kinerja turun, pendapatan sewa merosot

Berdasarkan laporan keuangan perseroan per semester I tahun ini, DUTI mencatatkan pendapatan sebesar Rp701,27 miliar. Jumlah ini terkoreksi 2,3% dari semester I-2020 yang sebesar Rp717,76 miliar.

Penurunan ini disebabkan oleh pendapatan sewa yang merosot menjadi Rp232,2 miliar, dari sebelumnya Rp273,46 miliar.

Namun, di sisi lain penjualan tanah, rumah tinggal, dan ruko tercatat sebesar Rp398,32 miliar. Jumlah ini meningkat 10,6% dari semester I-2020 yang sebesar Rp360,19 miliar.

Pendapatan hotel tercatat sebesar Rp4,66 miliar dan pendapatan lain-lain yang terdiri dari pendapatan dari jasa pelayanan dan utilitas tercatat sebesar Rp66,08 triliun.

Sepanjang semester I-2021, DUTI mencatat beban pokok penjualan sebesar Rp209,42 miliar. Besaran ini membengkak 33,14% jika dibandingkan dengan semester I-2020 yang sebesar Rp157,29 miliar.

Laba kotor DUTI pun tercatat sebesar Rp491,85 miliar atau turun 12,2% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Saat itu, DUTI mencatat laba kotor yang sebesar Rp560,47 miliar.

Laba usaha juga tercatat turun, yaitu sebesar 24,17% menjadi Rp144,12 miliar pada enam bulan pertama 2021 ini. Pada periode yang sama tahun lalu, DUTI mencatat laba usaha sebesar Rp190,07 miliar.

Meski pendapatan hingga laba usaha tercatat turun, DUTI berhasil mencatatkan peningkatan laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk. Hal ini terutama karena adanya keuntungan dari akuisisi saham entitas anak sebesar Rp153,99 miliar.

Selain itu, ada juga penghasilan lain-lain sebesar Rp151,47 miliar sepanjang semester I-2021. Pada semester I-2020, DUTI justru menccatat beban lain-lain sebesar Rp993,48 miliar.

Akhirnya, laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk pun tercatat sebesar Rp285,44 miliar pada semester I-2021. Jumlah ini meroket 81,4% dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar Rp196,56 miliar.

Total liabilitas tercatat sebesar Rp4,2 triliun dengan liabilitas jangka pendek sebesar Rp2,1 triliun dan liabilitas jangka pendek Rp2,1 triliun. Sementara itu, ekuitas masih tercatat sebesar Rp10,64 triliun.

Pada enam bulan pertama ini, tercatat ada kenaikan kas dan setara kas sebesar Rp467,37 miliar. Total aset tercatat sebesar Rp14,85 triliun pada semester I-2021, meningkat dari posisi awal tahun sebesar Rp13,75 triliun. Aset lancar tercatat sebesar Rp7,39 triliun dan aset tidak lancar tercatat Rp7,46 triliun.

Pada enam bulan pertama ini, tercatat ada kenaikan kas dan setara kas sebesar Rp467,37 miliar. Total aset tercatat sebesar Rp14,85 triliun pada semester I-2021, meningkat dari posisi awal tahun sebesar Rp13,75 triliun. Aset lancar tercatat sebesar Rp7,39 triliun dan aset tidak lancar tercatat Rp7,46 triliun.