Menilik Tren Subsidi Listrik RI, Melejit Rp35 Triliun dalam 5 Tahun
- Pemerintah baru saja menetapkan subsidi listrik sebesar Rp83,08 triliun pada tahun 2025. Angka tersebut naik nyaris Rp10 triliun dibanding anggaran subsidi listrik pada 2024 yakni Rp73,6 triliun. PT PLN (Persero) menyatakan anggaran tersebut disusun merujuk asumsi dasar makroekonomi RAPBN 2025.
Energi
JAKARTA—Pemerintah baru saja menetapkan subsidi listrik sebesar Rp83,08 triliun pada tahun 2025. Angka tersebut naik nyaris Rp10 triliun dibanding anggaran subsidi listrik pada 2024 yakni Rp73,6 triliun. PT PLN (Persero) menyatakan anggaran tersebut disusun merujuk asumsi dasar makroekonomi RAPBN 2025.
Selain asumsi makro, kenaikan subsidi listrik yang cukup signifikan tahun depan juga mempertimbangkan konsumsi bahan bakar baik untuk BBM, batu bara, maupun BBM dan bahan bakar nabati.
PLN menyebut anggaran subsidi listrik 2025 memakai asumsi ICP (Indonesian Crude Oil Price) atau harga jual minyak mentah di Indonesia sebesar US$80 per barel, dengan kurs dolar AS terhadap rupiah dihitung Rp15.100, serta inflasi 2,5 persen.
“Angka ini memakai asumsi harga minyak mentah Indonesia, kurs, dan inflasi yang terdapat dalam RAPBN,” jelas Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VII DPR RI, Kamis, 30 Mei 2024.
Naik Sejak 2021
Jika ditelusuri, tren kenaikan anggaran subsidi listrik sejatinya mulai terlihat sejak tahun 2021. Pada 2020, pemerintah menganggarkan subsidi sebesar Rp47,99 triliun. Tahun 2020 diketahui menjadi awal merebaknya COVID-19 di Indonesia sehingga anggaran subsidi tahun itu turun hampir Rp4 triliun dibanding tahun sebelumnya.
Namun pada tahun 2021, subsidi listrik mulai merangkak naik di angka Rp49,8 triliun. Anggaran subsidi listrik kembali meningkat pada 2022 seiring melonjaknya harga komoditas energi. Pada 2022, pemerintah menggelontorkan subsidi listrik sebesar Rp58,8 triliun atau naik hampir Rp10 triliun dibanding tahun 2021.
Nominal tersebut menjadi subsidi listrik tertinggi sejak tahun 2015. Kenaikan subsidi kembali terjadi pada 2023 setelah pemerintah menetapkan anggaran sebesar Rp70,5 triliun, meningkat Rp11,7 triliun dari tahun lalu.
Melesatnya harga minyak dunia, termasuk dampak dari kondisi geopolitik, membuat negara kembali menaikkan subsidi menjadi Rp73,6 triliun pada 2024. Subsidi listrik lagi-lagi melesat pada 2025 dengan penetapan anggaran Rp83,08 triliun. Artinya, ada peningkatan subsidi listrik sebesar Rp35 triliun dalam kurun 2020-2025.
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Isa Rachmatarwata, mengatakan subsidi energi merupakan komitmen pemerintah agar masyarakat dapat mengakses energi dengan harga terjangkau. “Subsidi ini menjadi wujud pemerintah hadir langsung untuk mengatasi gejolak harga, ketersediaan pasokan dan lain sebagainya,” ujar Isa belum lama ini.
Baca Juga: Risiko Ekonomi Meningkat, Pemerintah Diminta Hati-Hati Kelola Anggaran
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, mengatakan pemberian subsidi energi sangat penting untuk mewujudkan pemerataan akses energi sesuai sila kelima Pancasila. “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia ternyata bukan hanya tulisan di atas kertas, tapi diwujudkan dalam bentuk yang nyata,” ujar Darmawan.
Terkait anggaran subsidi listrik tahun depan, Darmawan memaparkan pelanggan rumah tangga mendapatkan porsi paling besar. Dia menyebut 64,95% atau Rp53,96 triliun diperuntukkan untuk pelanggan rumah tangga. “Yang jumlahnya sekitar 35,22 juta pelanggan,” ujarnya.
Selain pelanggan rumah tangga, ada empat golongan lain yang menerima subsidi. Rinciannya yakni golongan sosial (2,13 juta pelanggan), golongan bisnis (4,29 juta pelanggan), golongan industri (0,24 juta pelanggan) serta golongan pemerintah dan lainnya (0,20 juta pelanggan).
Dengan demikian, ada sekitar 42,08 juta pelanggan PLN yang dianggarkan untuk menerima subsidi listrik pada 2025. Untuk memaksimalkan subsidi tepat sasaran, PLN telah membangun aplikasi yang mengintegrasikan data pelanggan real-time dengan aplikasi web service dari Kementerian Sosial untuk padanan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). “Sehingga akurasi penentuan pelanggan subsidi menjadi tepat sasaran,” ujar Darmawan.