Menilik Valuasi AADI dan Dampak Spin-Off terhadap Kapitalisasi Pasar ADRO
- Setelah spin-off AADI, pemegang saham ADRO diperkirakan menghadapi potensi penurunan kapitalisasi pasar sebesar 9-31%, atau senilai US$0,7-2,4 miliar dari nilai pasar saat ini.
Bursa Saham
JAKARTA - Valuasi PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) setelah pemisahan usaha (spin-off) PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI) diperkirakan akan berada di kisaran US$5,3-7 miliar. Sementara itu, valuasi dasar ekuitas AADI dipatok sebesar US$6,1 miliar, yang mencakup valuasi operasi batu bara termal dan PLTU (Kaltara Power Indonesia/KPI).
Setelah spin-off AADI, pemegang saham ADRO diperkirakan menghadapi potensi penurunan kapitalisasi pasar sebesar 9-31%, atau senilai US$0,7-2,4 miliar dari nilai pasar saat ini.
Namun, pemegang saham yang berpartisipasi dalam AADI dapat memperoleh potensi kenaikan sebesar 112-171%, atau setara dengan US$3-4,5 miliar, berdasarkan asumsi valuasi wajar yang dihitung oleh analis BRI Danareksa Sekuritas, Erindra Krisnawan dan Kafi Ananta, dalam riset terbaru mereka.
- Untung Rugi PPN 12 Persen bagi Ekonomi Indonesia
- Saham LQ45 Lesu, ADRO dan MBMA Ditutup Melemah
- IHSG Ditutup Melemah, PNSE dan TMPO Ambles
BRI Danareksa Sekuritas memperkirakan EBITDA Adaro Andalan Indonesia (AADI) pada tahun 2025 dan 2026 masing-masing sebesar US$1,24 miliar dan US$1,11 miliar, dengan asumsi adanya normalisasi harga batu bara. Untuk tahun 2025 dan 2026, harga batu bara Newcastle diproyeksikan sebesar US$120 dan US$110 per ton.
Meskipun demikian, AADI memiliki potensi untuk menghasilkan arus kas bebas yang stabil, terutama mulai tahun 2026 dan seterusnya, mengingat kebutuhan belanja modal (capex) untuk pertambangan yang relatif minim.
Puncak belanja modal diprediksi terjadi pada tahun 2025, terutama untuk penyelesaian proyek PLTU, dengan sisa belanja modal sebesar US$650 juta. "Kami yakin AADI akan memiliki kapasitas untuk membayarkan dividen lebih tinggi dari rasio pembayaran 45% yang diindikasikan dalam prospektusnya," kata Erindra.
Sementara itu, Adaro Energy (ADRO), yang akan berganti nama menjadi PT Alamtri Resources Indonesia Tbk, memiliki potensi valuasi di masa depan yang terletak pada proyek energi terbarukan, pasca spin-off.
Risiko utama bagi pemegang saham adalah potensi penurunan nilai ADRO, terutama jika pasar memberikan diskon yang lebih besar kepada perusahaan holding (Holdco). Risiko ini dapat diminimalkan dengan peningkatan visibilitas terhadap proyek energi terbarukan ADRO.
Dengan mempertimbangkan berbagai faktor tersebut, BRI Danareksa Sekuritas menurunkan rating saham Adaro Energy (ADRO) menjadi "hold." Namun, target harga saham ADRO dinaikkan menjadi Rp4.100 dari sebelumnya Rp3.770. Target harga baru ini didasarkan pada proyeksi valuasi ADRO dan AADI pasca spin-off, dengan risiko utama berupa potensi pelemahan harga batu bara dan diskon Holdco yang lebih besar untuk ADRO.