Menkes Batasi Tarif Rapid Test Corona Paling Mahal Rp150.000
Ombudsman berharap Kemenkes juga dapat menertibkan pelayanan polymerase chain reaction (PCR) test atau tes usap (swab test), serta juga menetapkan batasan biayanya.
Nasional
JAKARTA – Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto membatasi tarif tes cepat (rapid test) COVID-19 paling mahal Rp150.000.
Aturan itu tertuang dalam Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/I/2875/2020 tentang Batasan tarif tertinggi pemeriksaan rapid test antibodi.
Anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay mengatakan rumah sakit yang menerapkan biaya rapid test di atas ketentuan tarif tertinggi yang ditetapkan Kemenkes harus diberi sanksi.
“Sanksinya harus diatur oleh pemerintah. Bisa berupa sanksi denda atau sanksi administratif dengan menurunkan kelas rumah sakit,” kata dia dilansir Antara, Selasa, 7 Juli 2020.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Terpisah, Anggota Ombudsman RI Alvin Lie menanggapi SE Kemenkes terkait batasan tarif tertinggi rapid test. “Kenyataannya, itu bisa ditekan menjadi Rp150.000,” kata dia.
Dugaan Monopoli
Alvin khawatir selama ini ada indikasi terjadinya monopoli atau oligopoli alat rapid test. Sehingga, tarif rapid test lebih tinggi daripada yang ditetapkan Kemenkes.
Kekhawatiran tersebut didasarkan laporan yang diterima di sejumlah daerah. Alat rapid test dibeli dengan harga di atas Rp200.000 per buah.
“Selama ini biaya rapid test itu harganya gila-gilaan karena sudah menjadi komoditas dagang. Itu ada sanksinya atau tidak kalau menetapkan tarif di atas Rp150.000?” tanyanya.
Dia khawatir rumah sakit di daerah mematok biaya rapid test di atas batasan biaya yang ditetapkan Kemenkes. Sebab, rumah sakit itu tidak memiliki pilihan untuk membeli alat rapid test sesuai dengan harga yang ditetapkan pemerintah.
“Belinya di tempat itu-itu saja. Yang dikhawatirkan rumah sakit tidak bisa berbuat banyak. Ketika ini diturunkan, siapa yang menanggung rugi?” urainya.
Syarat Bepergian Dihapus
Dia juga meminta peninjauan ulang kebijakan pemerintah yang mengatur persyaratan bepergian harus menunjukkan sertifikat bebas COVID-19 berdasarkan hasil rapid test.
Alvin menyarankan sebaiknya alat rapid test yang ada selama ini difungsikan khusus untuk pendeteksian kasus COVID-19 di kawasan zona merah saja.
Dia juga menyarankan alat test cepat itu difungsikan kepada orang-orang yang benar-benar terindikasi COVID-19 sehingga bisa lebih cepat ditangani. “Tidak menjadi syarat administratif untuk perjalanan menggunakan pesawat, kereta, atau kapal.”
Ombudsman berharap Kemenkes juga dapat menertibkan pelayanan polymerase chain reaction (PCR) test atau tes usap (swab test), serta juga menetapkan batasan biayanya. “Agar transparan karena ini sudah menjadi kebutuhan publik,” harapnya. (SKO)