Sri mulyani
Finansial

Menkeu: APBN Surplus Rp153,5 Triliun per Juli 2023

  • Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu) mencatat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) surplus sebesar Rp153,5 triliun pada Juli 2023. Angka tersebut setara dengan 0,72% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Finansial

Rumpi Rahayu

JAKARTA - Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu) mencatat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) surplus sebesar Rp153,5 triliun pada Juli 2023. Angka tersebut setara dengan 0,72% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Surplus APBN didorong oleh pertumbuhan pendapatan negara yang masih positif, terutama melalui setoran pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Pada Juli 2023, penerimaan negara dari pajak sendiri tercatat telah mencapai 64,56% dari target APBN tahun ini yaitu sebesar Rp1.109,10 triliun. 

"Sementara, penerimaan kepabeanan & cukai mengalami penurunan -19,07% atau sebesar Rp149,83 triliun,” ungkap Menteri Keuangan RI Sri Muylyani dalam konferensi pers APBN KiTa Jum’at, 11 Agustus 2023.

Dari sisi belanja, realisasi belanja negara hingga Mei 2023 tercatat sebesar Rp1.461,2 triliun, terhitung tumbuh sebesar 1,2%. Jumlah tersebut terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp1.020,4 triliun dan transfer ke daerah serta dana desa (TKDD) sebesar Rp440,9  triliun.

Sri Mulyani juga menyampaikan bahwa keseimbangan primer mencatat surplus sebesar Rp394,5 triliun.

Lebih lanjut, Sri Mulyani mengungkapkan bahwa kinerja APBN RI pada periode Juli 2023 menunjukan kinerja yang positif di tengah kondisi perekonomian global yang melemah. 

“Terjadi pelemahan ekonomi global, dan inilah yang menyebabkan eksternal environment atau lingkungan eksternal jadi faktor yang harus kita waspadai,” ujar orang nomor satu di kementerian keuangan tersebut. 

“Indonesia menjadi negara yang memiliki kinerja ekonomi cukup baik,” lanjutnya. 

Sri Mulyani juga menyebut Indonesia dalam kondisi purchasing managers index (PMI) yang ekspansif di tengah perekonomian global yang masih menunjukkan kondisi lemah dan PMI manufaktur global yang masih di posisi kontraktif. 

“Di Indonesia sendiri masih dalam kondisi PMI yang ekspansif dan cenderung menguat yaitu 53,3,” paparnya. 

Angka ini berada di atas PMI global 48,7. Beberapa negara maju juga menunjukkan PMI yang melemah seperti Eropa 42,7, Tiongkok 49,2, Jepang 49,6, dan Amerika Serikat 49,0.