<p>Menteri Sosial Tri Rismaharini memberikan sambutan saat acara serah terima jabatan di kantor Kemensos, Jakarta, Rabu, 23 Desember 2020. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Industri

Mensos Risma Diharapkan Tegas Soal Belanja BLT untuk Rokok

  • JAKARTA – Ketua Ketua Tobacco Control Support Center – Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC IAKMI), Sumarjati Arjoso, mendukung pemerintah yang melarang penggunaan Bantuan Langsung Tunai (BLT) Pandemi COVID-19 untuk membeli rokok. Dalam hal ini, Menteri Sosial Tri Rismaharini menyebut, akan membuat sistem untuk memantau penggunaan BLT, yang akan dibagikan Januari ini guna meningkatkan daya […]

Industri

Ananda Astri Dianka

JAKARTA – Ketua Ketua Tobacco Control Support Center – Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC IAKMI), Sumarjati Arjoso, mendukung pemerintah yang melarang penggunaan Bantuan Langsung Tunai (BLT) Pandemi COVID-19 untuk membeli rokok.

Dalam hal ini, Menteri Sosial Tri Rismaharini menyebut, akan membuat sistem untuk memantau penggunaan BLT, yang akan dibagikan Januari ini guna meningkatkan daya beli masyarakat.

“Kami amat setuju dan mendukung seratus persen mengenai larangan penggunaan BLT untuk membeli rokok,” kata Sumarjati dalam keterangan resmi, Sabtu, 2 Januari 2021.

Menurutnya, pemerintah seharusnya mensyaratkan penerimaan bantuan apapun termasuk BLT dan PBI untuk tidak merokok agar lebih sehat dan hemat biaya.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), persentase rata-rata pengeluaran per kapita per bulan pada 2019, rokok dan tembakau menempati urutan kedua (6,05%) di atas padi-padian (5,57%) yang menempati urutan ketiga (BPS, 2020).

“Jadi sungguh tepat langkah yang dilakukan Menteri Sosial melarang BLT COVID-19 untuk membeli rokok dan memantau dengan ketat penggunaannya agar tidak digunakan untuk membeli rokok,” tegasnya.

Tertinggi Ketiga di Dunia

Berdasarkan data WHO, angka prevalensi merokok nasional sebesar 29% menempatkan Indonesia sebagai pasar rokok tertinggi ketiga di dunia setelah China dan India.

Merujuk laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2018), prevalensi perokok usia 15 tahun ke atas di Indonesia sebesar 33,8%, di mana sebanyak 62,9% adalah laki-laki.

Konsumsi rokok pada perokok usia 10-18 tahun juga mengalami peningkatan sebesar 1,9% dalam jangka waktu 5 tahun (2013 – 2018). Bahkan, seorang anak sudah mulai merokok sejak usia sekolah dasar (Atlas Tembakau, 2020).

“Hal ini dikarenakan harga rokok yang murah, bisa dibeli secara batangan, dan tidak ada larangan yang tegas bagi anak-anak untuk membeli rokok.”

Saat ini harga jual eceran rokok di Indonesia masih tergolong rendah. Persisnya di bawah Rp2.000, lebih murah daripada di beberapa negara lain seperti India, Thailand, Filipina, Singapura, dan Jepang.