Menteri BUMN Prediksi Potensi Ekonomi Digital Indonesia Capai US$133 Miliar di 2025
Di ASEAN sendiri potensi ekonomi digital mencapai US$200 miliar di tahun 2025.
Industri
JAKARTA – Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir memprediksi ekonomi digital di Indonesia mencapai US$133 miliar pada tahun 2025. Nilai ini merupakan yang terbesar dibandingkan dengan negara Asia Tenggara manapun.
“Di ASEAN sendiri potensi ekonomi digital mencapai US$200 miliar di tahun 2025. Tetapi kita tahu tantangan transformasi digital masih sangat banyak,” ujarnya melalui keterangan tertulis, Sabtu, 14 November 2020.
Ia juga menyebut bahwa pandemi COVID-19 justru membawa berkah tersendiri, yakni percepatan transformasi digital di Tanah Air.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Menurutnya ketergantungan masyarakat terhadap teknologi digital semakin tinggi selama masa pagebluk.
Hingga Juni 2020, tercatat 441 juta orang atau sekitar 65% populasi yang ada di Asia Tenggara telah menggunakan akses internet.
Sedangkan sejak awal tahun, miliaran anak dan ratusan juta orang mesti belajar dan bekerja dari rumah dengan platform online.
Adapun tantangan yang di maksud Erick dalam transformasi digital adalah banyaknya sektor bisnis konvensional yang akan ditutup.
Bahkan diproyeksikan sebanyak 56% pekerjaan di lima negara ASEAN terancam hilang akibat adanya tomatisasi.
Selanjutnya, kesenjangan digital di negara-negara ASEAN juga masih sangat tinggi. Tercatat hanya tiga negara dari 10 yang memiliki penentrasi internet di atas 80%.
“Belum lagi kegiatan ekonomi digital di ASEAN hanya sebesar tujuh persen dari total produk domestik bruto (PDB) ASEAN,” tuturnya.
Bekal Menghadapi Transformasi Digital
Untuk itu, baginya ada tiga hal yang harus didorong dalam rangka menghadapi tantangan transformasi digital.
Pertama, sambung Erick, memastikan revolusi digital yang inkulsif dengan 3A, access, affordability, dan ability.
Kedua, kawasan ASEAN harus menjadi pemain besar dalam ekonomi berbasis digital, terutama untuk membantu sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Lalu menurutnya yang menjadi penting juga penguatan sinergi untuk menciptakan ekosistem digital yang kondusif di kawasan ASEAN.
Hal ini dapat mengeliminasi hambatan perdagangan digital, membangun kepastian hukum, penyederhanaan prosedur, dan sistem perizinan.
“Sinergi ini harus bersifat inklusif, tidak ada satu pun yang boleh tertinggal. Itulah prasyarat jika kita ingin menjadikan kawasan ASEAN sebagai pemenang dalam era transformasi digital ini. No one is left behind,” pungkasnya.