<p>Indonesia memiliki potensi sumber daya mencapai 23.965,5 Mega Watt (MW) dengan kapasitas terpasang sebesar 2.130 MW. Hal ini membuat Indonesia menempati urutan kedua sebagai negara dengan panas bumi terbesar di dunia.  / Kementerian ESDM</p>
Industri

Menteri ESDM Sebut Krisis Energi Bayangi RI? Ini Alasannya

  • JAKARTA – Meningkatnya konsumsi tanpa diimbangi dengan temuan cadangan energi baru, dan lambatnya peralihan energi fosil ke energi baru terbarukan (EBT) hanya akan mendekatkan Indonesia dalam krisis energi. Hal tersebut diampaikan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif. Sejatinya, kondisi sumber energi dalam negeri masih tergolong melimpah. Khususnya untuk sektor batu bara […]

Industri

Ananda Astri Dianka

JAKARTA – Meningkatnya konsumsi tanpa diimbangi dengan temuan cadangan energi baru, dan lambatnya peralihan energi fosil ke energi baru terbarukan (EBT) hanya akan mendekatkan Indonesia dalam krisis energi.

Hal tersebut diampaikan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif. Sejatinya, kondisi sumber energi dalam negeri masih tergolong melimpah. Khususnya untuk sektor batu bara dan gas bumi.

“Hanya saja, adanya perubahan perubahan konsumsi tanpa eksplorasi, membuat Indonesia semakin dekat dengan krisis energi,” kata Arifin Tasrif, Jumat, 22 Oktober 2020.

Artinya, penggunaan dan kebutuhan sumber energi fosil yang makin besar membuat cadangan sumber energi fosil kian menipis. Untuk itu, peralihan penggunaan energi fosil menuju EBT merupakan sesuatu yang mutlak dilakukan.

“Transisi energi ini mutlak diperlukan untuk menjaga ketersediaan energi di masa mendatang,” ujar dia.

Arifin menegaskan pengembangan EBT adalah mutlak guna menjamin ketersediaan energi masa depan. Pasalnya, tanpa penemuan cadangan yang baru, sambung Arifin, minyak bumi di Indonesia akan habis dalam sembilan tahun ke depan, gas bumi akan habis dalam 22 tahun, dan batubara akan habis dalam 65 tahun.

Selain masih berkutat dengan pengembangan EBT, Arifin tak menampik pihaknya terus membidik sumber-sumber reservoir yang belum dieksplorasi secara masif.

Ia juga menjelaskan bahwa saat ini Indonesia memiliki kapasitas pembangkitan sumber energi sebesar 70,96 Giga Watt (GW). Dari kapasitas energi tersebut, 35,36% energi berasal dari batu bara, 19,36% berasal dari gas bumi, 34,38% dari minyak bumi, dan EBT sebesar 10,9%.

Transisi energi ini juga diharapkan akan memperbaiki neraca perdagangan. Untuk itu, pemerintah akan mengurangi impor BBM melalui biodiesel, mengembangkan dan membangunan 6 kilang baru untuk menambah kapasitas (migas) nasional, serta mempercepat implementasi kendaraan listrik.

Investasi EBT

Dalam konteks energi bersih, Indonesia tercatat memiliki potensi sumber daya EBT lebih dari 400 GW, dari jumlah tersebut baru dimanfaatkan sebesar 2,5% atau 10 GW. Akan tetapi, transisi energi ini juga dihadapkan pada keterbatasan dana dari pemerintah.

Oleh karenanya, pemerintah tengah menggodok peraturan presiden (Perpres) yang saat ini sudah masuk tahap final. Baleid tersebut akan mendorong pemanfaatan EBT dan pada yang sama meningkatkan investasi dalam negeri.

“Pemerintah tidak bisa berjalan sendiri dalam transisi energi ini. Semua sangat bergantung pada investasi karena dana yang dimiliki pemerintah terbatas.”

Rancangan perpres terkait energi baru terbarukan sebelumnya sudah melewati proses harmonisasi dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia atau HAM. Beleid tersebut dikejar untuk diundangkan sebelum akhir tahun.

Di samping itu, pemerintah tengah menyiapkan program Renewabale Energy Based Industry Development (REBID) dan Renewable Energy Based on Economic Development (REBED).

Keduanya dirancang untuk mempercepat EBT di kawasan industri, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan ekonomi lokal khusus di wilayah 3T.

Adapula pembangunan pembangkit surya dan angin, memaksimalkan pemanfaatan bioenergi melalui Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di 12 kota. Kamudian ada biomassa sebaai bahan baku co-firing pada pembangkit PLTU, implementasi B-30 hingga pembangunan Green Refinery.