Menteri ESDM Sebut Subsidi Energi 2023 Masih Berpotensi Bengkak
- Menteri Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan pemerintah masih akan menggelontorkan subsidi energi yang tinggi pada 2023. Hal ini diketahui disebabkan oleh belum meredanya konflik geopolitik salah satunya antara Rusia-Ukraina.
Nasional
JAKARTA - Menteri Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan pemerintah masih akan menggelontorkan subsidi energi yang tinggi pada 2023. Hal ini diketahui disebabkan oleh belum meredanya konflik geopolitik salah satunya antara Rusia-Ukraina.
Arifin memaparkan untuk 2023, pemerintah menargetkan alokasi subsidi energi mencapai Rp209,9 triliun yang terdiri dari subsidi BBM dan LPG Rp139,4 triliun dan subsidi listrik Rp70,5 triliun. Hal ini dipertahankan untuk menjaga daya beli masyarakat dan daya saing industri dalam pemulihan ekonomi.
“Nah di 2023 kami perkirakan jumlah alokasi subsidi energi juga cukup besar, karena kita tahu bahwa wabah masih ada dan konflik yang masih belum habis, Ini tentu saja akan menyebabkan penurunan sektor supply karena terhambatnya supply besar dari Rusia dan kemungkinan juga peningkatan kebutuhan demand dari China dan juga beberapa negara lainnya yang disebabkan kebijakan baru yang sudah mulai dibuka,” kata Arifin dalam konferensi pers di Kantor Kementerian ESDM, Senin. 30 Januari 2023.
- Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Lebih Baik Dibanding Global, BI Ingatkan untuk Tetap Waspada
- BI Pastikan Inflasi Semester I-2023 di Bawah 4 Persen
- Bahas Nasib Subsidi Motor Listrik, Luhut Panggil Menteri ESDM Hari Ini
Sementara realisasi subsidi energi pada 2022 mencapai Rp157,6 triliun lebih rendah dibandingkan target yang ditetapkan sebesar Rp211,1 triliun. Realisasi subsidi energi 2022 itu terdiri dari subsidi BBM dan LPG sebesar Rp97,8 triliun dan subsidi listrik sebesar Rp59,8 triliun
Adapun target subsidi energi di tahun 2022 yaitu Rp211,1 triliun, di antaranya Rp 149,4 triliun untuk subsidi BBM dan LPG, serta Rp 61,7 triliun untuk subsidi listrik.
Arifin menjelaskan, faktor penyebab rendahnya realisasi subsidi energi di 2022 karena adanya beban impor BBM dan LPG tidak sebesar yang diprediksi pemerintah, karena harga minyak mentah mulai turun sejak kuartal III-2022.