Kapal tongkang batu bara terlihat mengantre untuk ditarik di sepanjang sungai Mahakam di Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur, Indonesia, 31 Agustus 2019.
Nasional

Menteri ESDM Targetkan Pabrik DME Pengganti Batu Bara Mulai Produksi pada Kuartal IV-2027

  • Gasifikasi batu bara (Dimethyl Ether/DME) tengah dikembangkan sebagai energi alternatif pengganti Liquified Petroleum Gas (LPG).
Nasional
Debrinata Rizky

Debrinata Rizky

Author

JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah mengembangkan gasifikasi batu bara (Dimethyl Ether/DME) sebagai energi alternatif pengganti Liquified Petroleum Gas (LPG), untuk memenuhi kebutuhan energi masyarakat. 

Menteri ESDM Arifin Tasrif menargetkan proyek DME bisa beroperasi mulai kuartal IV-2027. Gasifikasi DME ini bisa memproduksi hingga 1,4 juta ton per tahun, dengan inputan batu bara 6 juta ton per tahun.

"Kemajuan proyek gasifikasi batu bara to DME oleh PT Bukit Asam Tbk, Target COD (Commercial Operation Date) kuartal IV tahun 2027," kata Arifin, saat rapat dengan Komisi VII di DPR RI dilansir Selasa, 22 November 2022.

Arifin menjelaskan, terdapat beberapa skema bisnis kerja sama pembangunan fasilitas gasifikasi batu bara menjadi DME oleh Pertamina bersama PTBA dan Air Products.

Nantinya PT Bukit Asam Tbk (PTBA) akan menjual batu bara kepada processing company, yakni Air Products. Untuk produk akhir DME-nya nantinya akan diambil oleh PT Pertamina (Persero). Adapun kepemilikan saham di proyek DME ini yaitu Air Products sebesar 60%, PTBA 20% dan Pertamina 20%.

Adapun Arifin menyebut, masa kontrak untuk prossesing company tersebut mencapai 20 tahun dengan skema opsi BOT pada akhir kontrak.

Dari sisi pemerintah keuntungan yang diperoleh dari Proyek DME ini ditargetkan bisa menekan impor LPG 1 juta ton per tahun. Proyek ini juga disebut bisa menyerap banyak tenaga kerja.

"Menambah investasi US$2,1 miliar, akan ada hemat devisa LPG impor sebesar Rp9,14 triliun per tahun dan menyerap tenaga kerja 10.600 konstruksi dan 8.000 tahap operasi," tambahnya.

Hingga saat ini, untuk menggenjot proyek tersebut, sudah ada regulasi pengurangan tarif royalti batu bara secara khusus untuk peningkatan nilai tambah (gasifikasi) batu bara hingga sebesar 0%.

Lalu regulasi batu bara khusus untuk gasifikasi yang dilaksanakan di mulut tambang. Kemudian, Rancangan Peraturan Presiden mengenai penugasan Pertamina sebagai offtaker produk DME tersebut.

Untuk diketahui, karakteristik DME memiliki kesamaan baik sifat kimia maupun fisika dengan LPG. Lantaran mirip, DME dapat menggunakan infrastruktur LPG yang ada sekarang, seperti tabung, storage dan handling eksisting. Campuran DME sebesar 20% dan LPG 80% dapat digunakan kompor gas eksisting.

Kelebihan lain DME yakni bisa diproduksi dari berbagai sumber energi, termasuk bahan yang dapat diperbarui. Antara lain biomassa, limbah dan Coal Bed Methane (CBM). Namun saat ini, batu bara kalori rendah dinilai sebagai bahan baku yang paling ideal untuk pengembangan DME.

Meskipun industrinya belum ada di Indonesia, Kementerian ESDM akan mengembangkan pendukung teknis di dalam negeri, baik dari sisi produksi dan pemanfaatan.

DME memiliki kandungan panas (calorific value) sebesar 7.749 Kcal/Kg, sementara kandungan panas LPG senilai 12.076 Kcal/Kg. Kendati begitu, DME memiliki massa jenis yang lebih tinggi sehingga kalau dalam perbandingan kalori antara DME dengan LPG sekitar 1 berbanding 1,6.

Pemilihan DME untuk subtitusi sumber energi juga mempertimbangkan dampak lingkungan. DME dinilai mudah terurai di udara sehingga tidak merusak ozon dan meminimalisir gas rumah kaca hingga 20%.

Jika LPG per tahun menghasilkan emisi 930 kg CO2, nanti dengan DME hitungannya akan berkurang menjadi 745 kg CO2.

Di samping itu, kualitas nyala api yang dihasilkan DME lebih biru dan stabil, tidak menghasilkan partikulat matter (pm) dan NOx, serta tidak mengandung sulfur.

DME merupakan senyawa eter paling sederhana mengandung oksigen dengan rumus kimia CH3OCH3 yang berwujud gas sehingga proses pembakarannya berlangsung lebih cepat dibandingkan LPG.