Menyongsong Merger BUMN Karya, Bos ADHI dan PTPP Bilang Begini
- Tiga emiten BUMN Karya, yaitu PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI), PT PP (Persero) Tbk (PTPP), dan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA), sedang mempersiapkan diri untuk menyambut rencana merger yang diharapkan dapat terealisasi pada era pemerintahan Prabowo Subianto.
Korporasi
JAKARTA – Tiga emiten BUMN Karya, yaitu PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI), PT PP (Persero) Tbk (PTPP), dan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA), sedang mempersiapkan diri untuk menyambut rencana merger yang diharapkan dapat terealisasi pada era pemerintahan Prabowo Subianto.
Inisiatif penggabungan yang disampaikan oleh Menteri BUMN, Erick Thohir, telah mendapatkan dukungan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Namun, tanggal pasti pelaksanaan penggabungan tujuh BUMN Karya masih belum diumumkan.
Tujuh perusahaan pelat merah yang akan bergabung menjadi tiga klaster terdiri dari ADHI, PTPP, WIKA, PT Hutama Karya (Persero), PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT), PT Brantas Abipraya (Persero), dan PT Nindya Karya (Persero).
- Menakar Peluang 3 Srikandi yang Bersaing di Pilkada Jatim
- Penyaluran KUR Bank Mandiri Tembus Rp23,49 Triliun per Juli 2024
- 7 Fakta Menarik Soal Kedatangan Paus Fransiskus ke Indonesia
Dalam skema yang direncanakan, Waskita Karya akan bergabung dengan Hutama Karya, sedangkan Adhi Karya akan menjadi induk bagi Brantas dan Nindya Karya. Selanjutnya, Kementerian BUMN berencana untuk menggabungkan PTPP dengan Wijaya Karya.
Direktur Utama Adhi Karya, Entus Asnawi Mukhson, menyatakan bahwa Kementerian BUMN sebagai pemegang saham telah menginstruksikan perseroan untuk mempersiapkan merger dengan Brantas dan Nindya Karya.
“Kami sedang menyamakan laporan, budaya, sistem, dan aspek lainnya. Saat ini, tahap persiapan tengah berlangsung,” ujarnya dalam acara Paparan Publik secara virtual, pada Rabu, 29 Agustus 2024.
Direktur Keuangan Adhi Karya, Bani Iqbal, menambahkan bahwa perusahaan juga melakukan evaluasi bersama konsultan untuk mengkaji manfaat merger tersebut. ADHI telah meminta pandangan dari Kementerian PUPR sebagai salah satu pemberi kerja dominan BUMN Karya.
“Hasil evaluasi ini akan dibahas lebih lanjut dengan konsorsium konsultan yang lebih komprehensif, mencakup aspek keuangan, perpajakan, legal, dan dampak terhadap sumber daya manusia,” jelas Iqbal.
Proses evaluasi ini diharapkan dapat menghasilkan simulasi proyeksi ke depan, mengingat setiap perusahaan memiliki kompetensi unik. ADHI, misalnya, unggul di sektor perkeretaapian dan konstruksi perairan, yang beririsan dengan Brantas, sementara Nindya Karya merupakan kontraktor umum.
Iqbal menekankan pentingnya kehati-hatian dalam proses merger, dengan tujuan utama untuk menambah nilai bagi setiap perusahaan, bukan sekadar sebagai langkah penyelamatan entitas yang ada.
- Menggali Potensi Bisnis GOTO Usai Gencar Diversifikasi Pertumbuhan
- Mengukur Potensi Bitcoin di Akhir Agustus 2024: Akankan Ditutup Bullish?
- Meksiko Resmi Putus Hubungan Diplomatik dengan AS dan Kanada
Di sisi lain, Direktur Strategi Korporasi dan HCM PTPP, I Gede Upeksa Negara, menjelaskan bahwa pihaknya juga sedang mengkaji merger dengan WIKA. Perseroan telah menunjuk pihak ketiga untuk menghitung dampak dari rencana tersebut. “Kajian ini mencakup tidak hanya induk perusahaan di PTPP, tetapi juga anak usaha dan afiliasinya,” ujarnya dalam Paparan Publik.
Upeksa menambahkan bahwa kajian yang melibatkan entitas anak dan afiliasi PTPP penting dilakukan mengingat adanya kesamaan lini bisnis dengan Grup WIKA. Diharapkan, seluruh proses ini dapat menghasilkan strategi yang tepat untuk meningkatkan nilai tambah dari setiap entitas.
Kapan Merger?
Sebelumnya, Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Mahendra Sinulingga, menyatakan bahwa penggabungan BUMN HK dan Waskita Karya akan menunggu transisi pemerintahan baru, dengan perkiraan pelaksanaan pada Oktober 2024.
Sementara itu, Sekretaris Kementerian BUMN, Rabin Indrajad Hattari, mengonfirmasi bahwa proses merger telah dimulai dan mendapatkan persetujuan dari Menteri PUPR Basuki Hadimuljono.
Namun, proses merger WSKT dan HK mendapatkan banyak sorotan , mengingat Waskita mencatatkan rugi bersih Rp2,15 triliun hingga semester I-2024. Beban keuangan Waskita meningkat 10,60%, sementara pendapatan usaha mengalami penurunan 15,19%.