Associate Professor in Management dari Binus University, Ariono Margiono, dalam acara Marcomm Summit 2024 dengan tema "Redefining the Marketing Playbook for Sustainable Growth" di M Bloc Space Jakarta, Kamis, 21 November 2024, memberikan wawasan tentang tiga tahap perkembangan AI yang memengaruhi strategi bisnis masa depan, yaitu Artificial Intelligence (AI), Artificial General Intelligence (AGI), dan Super Intelligence.
IKNB

Meredefinisi Strategi Bisnis Asuransi di Era AI

  • Associate Professor in Management dari Binus University, Ariono Margiono, dalam acara Marcomm Summit 2024 dengan tema "Redefining the Marketing Playbook for Sustainable Growth" di M Bloc Space Jakarta, Kamis, 21 November 2024, memberikan wawasan tentang tiga tahap perkembangan AI yang memengaruhi strategi bisnis masa depan, yaitu Artificial Intelligence (AI), Artificial General Intelligence (AGI), dan Super Intelligence.

IKNB

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA – Dalam menghadapi era digital yang semakin kompleks, industri asuransi global terus berinovasi untuk memberikan layanan yang lebih cepat, efisien, dan personal. 

Salah satu teknologi yang memainkan peran penting dalam transformasi ini adalah kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI). Dari pengelolaan risiko hingga personalisasi layanan, AI mengubah cara perusahaan asuransi beroperasi. 

Berikut adalah bagaimana teknologi AI diterapkan di berbagai perusahaan asuransi dan wawasan ahli mengenai dampaknya terhadap model bisnis.

AI dalam Industri Asuransi: Tahapan dan Peranannya

Associate Professor in Management dari Binus University, Ariono Margiono, dalam acara Marcomm Summit 2024 dengan tema "Redefining the Marketing Playbook for Sustainable Growth" di M Bloc Space Jakarta, Kamis, 21 November 2024, memberikan wawasan tentang tiga tahap perkembangan AI yang memengaruhi strategi bisnis masa depan, yaitu Artificial Intelligence (AI), Artificial General Intelligence (AGI), dan Super Intelligence.

1. Artificial Intelligence (AI)

AI saat ini digunakan untuk menyelesaikan tugas yang membutuhkan kecerdasan manusia, seperti pengenalan pola, pemrosesan bahasa alami (NLP), dan pengambilan keputusan.

2. Artificial General Intelligence (AGI)

AGI, yang diprediksi muncul pada 2029, mampu melakukan semua tugas intelektual manusia dan beradaptasi pada situasi baru tanpa instruksi sebelumnya.

3. Super Intelligence

Super Intelligence, yang diperkirakan hadir pada 2045, akan melampaui kecerdasan manusia. Meskipun potensial meningkatkan efisiensi, hal ini menimbulkan kekhawatiran terkait kontrol dan etika teknologi.

Menurut Ariono, Super Intelligence membawa tantangan besar, termasuk risiko kehilangan kendali manusia atas teknologi. 

Singularity terjadi saat teknologi mulai mengendalikan algoritma di sekitar kita, dan ini membutuhkan perhatian serius,” ujarnya.

EcoAI: Pendekatan Berkelanjutan dalam Bisnis

Selain tahapan AI, Ariono juga memperkenalkan konsep EcoAI yang fokus pada efisiensi energi dan pengurangan dampak lingkungan. 

Beberapa keuntungan EcoAI meliputi efisiensi biaya dan inovasi, namun tantangan seperti biaya awal tinggi dan keterbatasan infrastruktur tetap harus diatasi.

“Penerapan EcoAI memerlukan transformasi digital yang terencana,” tambahnya, menekankan bahwa bisnis harus bersiap menghadapi perubahan teknologi yang cepat untuk tetap relevan.

Ariono dalam presentasinya pun memaparkan mengenai keuntungan dan tantangan penerapan EcoAI dalam bisnis. 

Keuntungan:

  • Mengurangi dampak lingkungan
  • Efisiensi energi dan penghematan biaya
  • Mendukung inovasi dan kolaborasi

Tantangan:

  • Biaya awal yang tinggi
  • Kompleksitas teknis
  • Keterbatasan infrastruktur dan kompatibilitas

Transformasi Teknologi dalam Bisnis dan Pelayanan

Ariono menyoroti bagaimana teknologi seperti ChatGPT telah merevolusi sektor pelayanan pelanggan. “Sepuluh tahun yang lalu, sulit membayangkan pusat panggilan dapat digantikan oleh AI. Kini, AI mulai digunakan secara luas dalam bisnis yang melibatkan interaksi intensif dengan pelanggan,” katanya.

Mengubah Paradigma: AI Sebagai Agen, Bukan Sekadar Alat

Mengakhiri presentasinya, Ariono mengajak audiens untuk mengubah cara pandang terhadap AI. “Selama ini, kita menganggap AI sebagai alat, seperti kalkulator. Padahal, AI adalah agen dengan kemampuan pengambilan keputusan,” tegasnya.

Ia menambahkan bahwa AI dapat berfungsi sebagai pendamping (companion), co-pilot, atau bahkan pengganti manusia dalam proses pengambilan keputusan. Namun, penggunaan yang tidak bijaksana dapat membawa dampak negatif.

  • Baca Juga: Manfaat AI untuk Industri Asuransi, Apakah Bisa Menggantikan Fungsi Agen?

Strategi AI dalam Industri Asuransi

Menurut Yanriko Krishnoputro, Project Management Office Department Head Indonesia Re, AI memungkinkan analisis data kompleks untuk mengidentifikasi pola, membuat keputusan, dan belajar dari pengalaman. 

Teknologi kecerdasan buatan memanfaatkan algoritma dan model matematika yang canggih, seperti machine learningdeep learning, analisis bahasa alami, pengenalan pola, dan logika inferensial. 

AI memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi pola dalam data, membuat keputusan berdasarkan informasi yang ada, serta belajar dari pengalaman untuk meningkatkan kinerja secara progresif.

“Perusahaan asuransi di seluruh dunia kini berlomba-lomba untuk mengadopsi AI demi meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan daya saing mereka. Ada banyak cara yang dapat dilakukan perusahaan asuransi untuk memanfaatkan AI,” papar Yanriko dikutip dari situs Indonesia Re, Rabu, 4 Desember 2024.

Menurut Yanriko, berikut ini adalah beberapa strategi yang dapat diterapkan industri asuransi dalam memanfaatkan AI:

1. Penilaian Risiko yang Lebih Akurat

AI memungkinkan perusahaan asuransi menganalisis data seperti klaim, kesehatan, dan demografi calon nasabah untuk menilai risiko secara lebih akurat. Misalnya, AI dapat memprediksi risiko kecelakaan berdasarkan data lalu lintas dan profil individu.

Dengan menganalisis data klaim kecelakaan lalu lintas historis, seperti usia, jenis kelamin, lokasi, dan jenis kendaraan, AI dapat memperkirakan risiko yang ditanggung seseorang untuk mengalami kecelakaan di masa mendatang.

2. Otomatisasi Proses Klaim

Dengan teknologi seperti Optical Character Recognition (OCR), perusahaan dapat mempercepat proses verifikasi dokumen klaim. Hal ini tidak hanya mengurangi biaya operasional tetapi juga meningkatkan kepuasan pelanggan.

Sebagai contoh, AI dapat digunakan untuk melakukan verifikasi dokumen klaim kecelakaan lalu lintas dengan menggunakan teknologi OCR untuk membaca dokumen seperti surat keterangan dokter dan gambar kerusakan kendaraan. Dengan metode ini, dokumen klaim dapat diverifikasi dengan cepat dan akurat.

3. Layanan Pelanggan yang Lebih Cepat

Pemanfaatan AI juga dapat meningkatkan kualitas layanan pelanggan dengan memberikan respons yang lebih cepat dan personal. AI dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan nasabah secara otomatis atau memberikan rekomendasi produk sesuai dengan kebutuhan individu.

Misalnya, AI dapat memberikan jawaban yang relevan terhadap pertanyaan nasabah mengenai produk asuransi jiwa dengan memanfaatkan data seperti usia, pendapatan, dan preferensi gaya hidup.

4. Pengembangan Produk Inovatif

AI juga membuka peluang untuk mengembangkan produk asuransi yang lebih inovatif dan sesuai dengan kebutuhan nasabah.

 Melalui teknologi seperti telematika atau big data, perusahaan dapat menciptakan produk-produk yang lebih adaptif terhadap perubahan lingkungan dan perilaku konsumen.

Sebagai contoh, penggunaan teknologi telematika oleh AI memungkinkan perusahaan asuransi untuk menciptakan produk yang mengikuti perilaku mengemudi nasabah. Dengan demikian, premi asuransi dapat disesuaikan secara lebih akurat berdasarkan pola perilaku mengemudi.

Dengan mengadopsi teknologi AI dalam operasional mereka, perusahaan asuransi dapat merasakan beragam manfaat yang dapat meningkatkan pendapatan dan memberikan pelayanan yang lebih baik kepada pelanggan mereka.

Studi Kasus: Transformasi Digital di Perusahaan Asuransi Jiwa

Prudential: Memanfaatkan AI untuk Kesehatan dan Deteksi Penipuan

Dian Budiani, Chief Operations & Health Officer Prudential Indonesia mengungkapkan bahwa salah satu implementasi awal dari kerja sama ini adalah penggunaan solusi AI untuk membantu tim di Prudential memproses klaim dengan lebih cepat dan efisien.

Menurutnya, salah satu kendala dalam pengelolaan klaim adalah volume data yang sangat besar, terutama dari nasabah yang telah lama menggunakan layanan Prudential. 

“Misalnya, seorang nasabah yang telah bersama kami selama 10 tahun, mungkin memiliki 8 klaim. Kalau tim saya harus membuka satu persatu, itu akan memakan waktu. Namun, dengan AI, track record nasabah dapat diringkas sehingga mempercepat proses layanan,” ujar Dian dalam media briefing di Jakarta beberapa waktu lalu.

Prudential Indonesia, melalui kerja sama dengan Google, memanfaatkan AI untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan klaim dan mendeteksi potensi penipuan. Dian menyebut bahwa AI membantu mempercepat proses klaim dengan merangkum data historis nasabah.

Selain itu, Prudential menggunakan AI untuk mempelajari pola penyakit dan memprediksi biaya kesehatan di masa depan. Teknologi ini juga memungkinkan deteksi anomali untuk mencegah klaim palsu, melindungi nasabah dari kenaikan premi akibat penipuan.

Selain mempercepat proses klaim, Dian juga menyoroti kemampuan AI dalam mempelajari pola data kesehatan nasabah. Dengan data nasabah yang sangat banyak, Prudential dapat menggunakan AI untuk memprediksi pola penyakit yang mungkin timbul pada nasabah di masa depan.

“AI ini bisa mempelajari pola-pola penyakit. Misalnya, nasabah dengan profil tertentu dalam kurun waktu sekian tahun cenderung akan mengalami penyakit tertentu dengan biaya pengobatan yang bisa diprediksi. Ini membantu Prudential dalam mengantisipasi biaya medis yang mungkin timbul di masa depan,” papar Dian.

Di tengah maraknya kejahatan asuransi, Prudential juga menggunakan teknologi AI untuk mendeteksi potensi penipuan dalam klaim. Dian menjelaskan bahwa AI mampu mengenali pola anomali yang tidak mudah terdeteksi oleh manusia.

“Kami sadar bahwa fraud masih ada di industri asuransi, dan AI membantu kami untuk men-spot pola-pola tertentu yang mencurigakan. AI bisa mendeteksi anomali yang mungkin luput dari pengamatan manusia, sehingga kita bisa fokus pada skenario-skenario yang mencurigakan. Dengan demikian, nasabah yang jujur akan tetap mendapatkan layanan terbaik, sementara anomali bisa diinvestigasi lebih lanjut,” kata Dian.

Menurutnya, penggunaan AI untuk mendeteksi anomali ini juga sangat penting agar Prudential tidak membayarkan klaim yang sebenarnya merupakan penipuan. “Tujuannya agar premi tidak terus meningkat bagi semua nasabah hanya karena adanya penipuan yang lolos,” tambahnya.

Penggunaan AI di Prudential tidak hanya terbatas pada deteksi penipuan. Dian menjelaskan bahwa Prudential Indonesia memproses sekitar 30.000 klaim setiap bulannya, dan secara manual, hal ini hampir tidak mungkin dilakukan tanpa bantuan teknologi.

"Mustahil bagi tim kami untuk memproses ribuan klaim secara manual. Oleh karena itu, kami menggunakan AI yang dapat melihat data dari berbagai sisi, baik dari sisi nasabah, tenaga pemasar, rumah sakit, hingga dokter. Misalnya, AI dapat membandingkan tingkat kekambuhan di satu rumah sakit dengan yang lain, atau memeriksa perbedaan catatan medis yang diberikan oleh dokter yang sama di dua rumah sakit berbeda,” jelas Dian.

MSIG Life: Klaim Otomatis dan Pengalaman Nasabah

MSIG Life menggunakan AI untuk mengotomatisasi layanan informasi, administrasi, hingga pembayaran klaim. Menurut CEO MSIG Life, Wianto Chen, teknologi ini memungkinkan proses klaim dilakukan tanpa keterlibatan manusia, memberikan efisiensi dan pengalaman pelanggan yang lebih baik.

Wianto mengatakan, teknologi menjadi salah satu aspek yang saat ini tengah menjadi fokus Perseroan untuk memberikan layanan yang lebih cepat dan berkualitas kepada nasabah atau calon nasabah.

Transformasi digital yang diusung MSIG Life melibatkan pemanfaatan kecerdasan buatan secara menyeluruh, mulai dari layanan informasi, administrasi, hingga pembayaran dan pencairan klaim polis. 

Wianto menekankan bahwa nantinya, bisa jadi proses klaim tidak lagi melibatkan manusia, melainkan sepenuhnya diotomatisasi oleh mesin AI. 

Dengan mengandalkan kemampuan AI generatif yang mampu belajar melalui metode machine learning, Wianto meyakini bahwa AI nantinya dapat melakukan tugas-tugas yang lebih kompleks ke depannya. 

“Untuk saat ini, AI bisa diandalkan untuk melakukan tugas-tugas yang sifatnya lebih repetitif. Tapi, misalnya ada nasabah yang membutuhkan informasi yang lebih dalam, di sana baru ada peran manusia,” kata Wianto pada acara peluncuran produk Smile Optima Flexilink di Jakarta beberapa waktu lalu.

Menurut Wianto, pemanfaatan teknologi AI dalam industri asuransi jiwa bukanlah hal baru, mengingat banyak lembaga keuangan, termasuk perbankan, telah mengadopsi transformasi digital. 

Namun, inovasi MSIG Life terletak pada implementasi AI dalam proses klaim yang kompleks. Wianto meyakinkan bahwa ketika teknologi AI mencapai tingkat kemiripan 90% dengan kemampuan manusia, proses klaim dapat dilakukan dengan cepat dan efisien tanpa keterlibatan manusia.

Lebih lanjut, Wianto merinci bahwa transformasi digital yang digarap MSIG Life akan mengalami perkembangan dramatis dalam beberapa tahun ke depan, dengan fokus pada kecepatan, kualitas, dan pengalaman nasabah. 

Nasabah diharapkan dapat melakukan transaksi dan klaim kapan saja dan di mana saja, menciptakan pengalaman pelanggan yang lebih canggih dan praktis.

Terkait dengan nasib karyawan, Wianto menegaskan bahwa MSIG Life akan memberdayakan karyawan melalui upskilling dan peningkatan keterampilan agar tetap relevan di era transformasi digital. 

Masa Depan Industri Asuransi di Era AI

Pemanfaatan AI di sektor asuransi tidak hanya meningkatkan efisiensi dan efektivitas, tetapi juga membawa tantangan baru, seperti masalah etika dan keamanan data. Para ahli menekankan pentingnya strategi adaptif dan kolaborasi lintas sektor untuk memastikan bahwa AI memberikan manfaat maksimal tanpa mengorbankan nilai-nilai manusia.

Dengan inovasi yang terus berkembang, AI akan menjadi pilar utama dalam mendefinisikan ulang layanan asuransi. Dari penilaian risiko hingga personalisasi produk, teknologi ini membuka peluang besar untuk menciptakan industri asuransi yang lebih inklusif, efisien, dan relevan bagi kebutuhan nasabah di masa depan.