Pendukung Menteri Pertahanan Indonesia dan calon presiden Prabowo Subianto dan pasangannya Gibran Rakabuming Raka, bereaksi pada rapat umum kampanye mereka di Jakarta, Indonesia, 10 Februari 2024 (Reuters/Kim Kyung-Hoon)
Nasional

Merekam Harapan Komunitas Tionghoa-Indonesia Jelang Pemilu 2024

  • Orang Tionghoa-Indonesia sekarang juga memiliki andil yang lebih besar dalam masa depan negara. Partisipasi politik semakin mendapatkan daya tarik di kalangan masyarakat, dengan sekitar 40 calon menjadi anggota parlemen dalam pemilihan legislatif tahun ini.

Nasional

Distika Safara Setianda

JAKARTA - Kota pelabuhan Semarang yang sibuk ini memiliki jumlah penduduk etnis Tionghoa terbanyak di Jawa Tengah. Setelah tinggal di sana selama beberapa generasi, mereka dengan bangga menyebut diri mereka orang Indonesia.

“Saya punya pepatah. Saya mungkin terlahir sebagai orang Tionghoa, tetapi saya sangat Indonesia,” kata Ibu Dewi Susilo Budiharjo, anggota dewan Asosiasi Marga Sosial Tionghoa-Indonesia di Semarang, dilansir dari CNA, pada Senin, 12 Februari 2024.

Namun, orang Tionghoa-Indonesia—komunitas minoritas di negara ini—telah lama menghadapi diskriminasi, stigma, dan bahkan penganiayaan.

Hal ini sering membuat isu etnis dan ras menjadi topik sensitif, terutama menjelang peristiwa politik besar seperti pemilihan presiden yang akan datang.

Para analis, bagaimanapun mengatakan di Indonesia yang lebih matang secara demokrasi, tidak ada lagi ruang untuk memainkan kartu ras, atau bentuk politik identitas lainnya.

“Bermain politik identitas mungkin tidak mengarah pada kesuksesan,” kata Dr. Leo Suryadinata, senior tamu di ISEAS—Yusof Ishak Institute Singapura, yang keahliannya mencakup politik Indonesia. Dia mematok komunitas Tionghoa-Indonesia sebagai sekitar 5% dari populasi negara.

“Tiga kandidat yang ditemukan dari pemilu sebelumnya, mungkin, jika Anda memainkan politik (seperti itu), itu akan sangat berbahaya, itu akan menciptakan ketidakstabilan politik. Saya rasa mereka tidak menginginkan itu.”

Dia merujuk pada tiga calon presiden Prabowo Subianto, Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo yang memperebutkan pilkada pada Rabu, 14 Februari 2024.

Kebutuhan Akan Stabilitas

Orang Tionghoa-Indonesia sekarang juga memiliki andil yang lebih besar dalam masa depan negara. Partisipasi politik semakin mendapatkan daya tarik di kalangan masyarakat, dengan sekitar 40 calon menjadi anggota parlemen dalam pemilihan legislatif tahun ini.

Antonius Simon, ketua Ikatan Tionghoa-Indonesia cabang Yogyakarta, mengatakan para pemilih memutuskan berdasarkan pengalaman pribadi.

“Sebagai pengusaha, yang kami harapkan adalah kemudahan dalam berbisnis. Ini berarti stabilitas politik yang baik (dan) tidak ada keresahan sosial karena faktor-faktor tersebut sangat penting. Masyarakat dari semua lapisan masyarakat sepakat dalam keinginan mereka untuk situasi sosial politik yang kondusif menjelang pemilu,” kata dia.

Saat perayaan Tahun Baru Imlek—yang dimulai pada hari Sabtu—berlanjut, perayaan di seluruh kota tidak lagi eksklusif hanya untuk satu komunitas etnis.

Misalnya, di Solo, yang juga dikenal sebagai Surakarta, acara tersebut bukanlah hal yang kecil, dengan pertunjukan publik, pasar loak, dan tarian singa, di mana semua orang dapat ikut serta, tanpa memandang ras.

Namun, suasana tidak selalu harmonis di sana, dengan etnis Tionghoa menjadi sasaran kekerasan, termasuk selama kerusuhan Mei 1998 yang menyebabkan kematian sekitar 1.000 orang dan tetap menjadi topik tabu di negara tersebut.

“Saya pribadi mengalami tiga konflik di Solo, sebelum era Pak Jokowi sebagai walikota dan Pak (F X Hadi Rudyatmo) sebagai wakil walikota. Sejarawan selalu mengatakan bahwa Solo adalah barometer politik, dan memiliki sumbu yang pendek,” ujar Bapak Sumartono Hadinoto, wakil ketua Himpunan Masyarakat Surakarta.

Solo adalah tempat kelahiran Presiden Indonesia Joko Widodo, lebih dikenal sebagai Jokowi, yang memulai karir politiknya di sana sebagai walikota dari tahun 2005 hingga 2012. Putranya Gibran Rakabuming Raka adalah walikota kota saat ini, dan merupakan calon wakil presiden dari calon terdepan Pak Prabowo.

Masyarakat Indonesia berharap persatuan semacam itu tetap terjaga, tidak peduli siapa yang menjadi presiden berikutnya.

“Harapan saya kepada seluruh umat beragama di Solo bahkan di seluruh Indonesia, untuk hidup rukun, berdamai satu sama lain, berteman baik satu sama lain, dan saling merayakan kemeriahan” tukas salah satu warga Solo Miftahul.

Menjaga Keharmonisan

Di antara upaya untuk menjaga keharmonisan adalah banyaknya organisasi sosial dan kegiatan budaya di Yogyakarta yang berakar kuat pada tradisi dan pengaruh Tionghoa.

“Semangat kami adalah membangun kekeluargaan manusia, membangun integritas demi negara dan tata krama yang baik dalam kehidupan sosial kita,” kata CEO Yogya Chinese Art & Culture Centre Harry Setio.

Hadinoto dari Himpunan Masyarakat Surakarta menyampaikan semboyan kebangsaan Bhinneka Tunggal Ika yang diterjemahkan menjadi persatuan dalam keberagaman mencerminkan keberagaman suku bangsa Indonesia.

“Saya selalu mengatakan kita tidak dapat melihat berapa persen DNA kita adalah orang Indonesia, atau Jawa, atau China, tetapi yang penting kita harus 100% orang Indonesia dan memberikan kontribusi nyata, sekecil apa pun, untuk negara,” katanya, seraya menambahkan bahwa dia adalah hasil dari perkawinan lintas ras.

Karena pemilu bertepatan dengan Tahun Naga, harapan tinggi untuk Indonesia yang lebih sejahtera dan bersatu.